Buat yang kemarin ribut membahas aqidahnya ulil.
Ada tulisan ulil, yang menurut saya menarik, 
masalah bagaimana seseorang beragama dan
paradigma berpikir mereka yang pindah agama.

salam,
Ari Condro

----- Original Message ----- 
From: "Ulil Abshar-Abdalla" <[EMAIL PROTECTED]>

Salam,
Saya berkali-kali mendapat email tentang keinginan
sejumlah orang muallaf untuk belajar Islam dengan
saya. Sebagian dari mereka mengatakan bahwa Islam
seperti disodorkan oleh JIL adalah lebih masuk akal. 

Sebuah email yang saya terima dari seorang gadis di
Bali bercerita tentang keinginannya masuk Islam sejak
lama. Tetapi tertunda, bahkan hampir gagal, karena
peristiwa bom Bali. Dia punya pandangan bahwa Islam
agama kekerasan. Tetapi setelah membaca
tulisan-tulisan dari JIL dan mendengar ulasan-ulasan
tentang Islam dari saya, dia merasa mantap kembali
untuk masuk Islam. 

Seseorang yang lain bercerita bahwa dia telah masuk
Islam dan hampir keluar lagi setelah menyaksikan
hal-hal yang mengecewakan dalam Islam. Tetapi dia
membatalkan niatnya itu setelah membaca
tulisan-tulisan dari JIL. 

Sejauh ini, saya belum mendapatkan satu email-pun dari
orang yang keluar dari Islam hanya karena berkenalan
dengan pikiran-pikiran Islam liberal. Suatu ketika ada
tuduhan bahwa puluhan pasangan di Sumbar menikah beda
agama, dan gara-gara itu keluar dari Islam. Konon
katanya pelaku nikah beda agama itu melakukannya
karena  pikiran-pikiran JIL. Kebenaran hal ini sangat
susah dibuktikan. 

Tetapi, poin saya bukan soal JIL telah "menyelamatkan"
orang-orang yang hendak keluar dari Islam, atau
"menyelamatkan" orang-orang dari luar Islam ke dalam
Islam. Bukan itu.

Poin saya adalah: bagaimana mungkin seseorang pindah
agama. Di kantor saya, seorang staf masuk Islam
gara-gara pacaran dengan staf lain yang beragama
Islam.  Menyaksikan itu, saya terus terang agak kaget.
Bagaimana mungkin seseorang pindah agama? 

Bagi saya, agama adalah soal yang tak main-main.
Pindah agama adalah peristiwa "gempa" yang maha hebat.
Hingga sekarang ini, saya masih bergetar jika
mendengar seseorang pindah agama. Secara umum, saya
tak suka orang yang pindah agama: baik pindah ke
Islam, atau pindah ke agama lain. 

Saya percaya bahwa semua agama adalah baik dan benar,
oleh karena itu tak ada gunanya pindah agama. Jika
anda kebetulan "lahir" dan "tumbuh" dalam agama A atau
B, maka teruskan mencari kebenaran dalam agama itu
hingga sejauh-jauhnya, dan anda akan mencapai Tuhan. 

Tetapi, dalam kenyataannya, banyak orang yang pindah
agama. Tentu banyak alasan yang bisa dikemukakan. Ada
yang pindah agama karena perkawinan, karena gengsi
sosial (saya pernah mendengar penuturan seorang
peneliti masalah-masalah Cina di Indonesia, Dr. Tung
Jhu Lan [benar ejaannya?]dari LIPI, bahwa banyak
orang-orang Cina di Indonesia yang meninggalkan agama
nenek moyang [Konghucu atau Taoisme] dan masuk
Kristen, karena agama Kristen diasosiasikan dengan
kemoderenan), atau karena alasan kesadaran dan
keinsafan batin yang mendalam. 

Dalam sejarah Nabi sendiri, ada dua model perpindahan
agama: karena kesadaran batin yang mendalam atau
karena alasan politik. Umumnya, orang-orang Arab yang
masuk Islam pada periode dakwah Islam di Mekah adalah
dimotivasikan oleh kesadaran dan pilihan yang sadar.
Sebagian besar konversi ke Islam yang berlangsung di
Madihan adalah bukan semata-mata karena pilihan yang
sadar, tetapi ada unsur politik, terutama konversi
yang terjadi saat penaklukan kota Mekah. Sebagian
besar orang Arab masuk Islam saat itu karena melihat
"Islam telah menang secara politik", sehingga masuk ke
dalam agama itu sangat menguntungkan. Begitu Nabi
wafat, banyak orang-orang Arab keluar Islam lagi. 

Dengan demikian, ada dua jenis perpindahan agama:
perpindahan yang otentik, dan perpindahan yang
politis. 

Jarang sekali ada orang yang pindah agama karena
alasan-alasan yang otentik. Sebagian besar orang masuk
ke suatu agama adalah karena alasan-alasan politik
dalam pengertian yang luas. Di suku-suku pedalaman,
hingga saat ini, jika kepala suku masuk agama A, maka
seluruh anggota suku itu akan ikut. Saya tak yakin,
para misionaris Kristen yang mengkristenkan para suku
pedalaman di pulau-pulau luar Jawa menggunakan argumen
yang rasional, dan atas dasar itu kemudian suku-suku
tersebut sadar masuk Kristen. 

Ini persis seperti pada zaman Nabi dulu: ketika kepala
suku Aus masuk Islam lewat "Bai'at al 'Aqabah", maka
pelan-pelan seluruh anggota suku itu masuk Islam.
Mungkin perpindahan agama seperti ini bisa disebut
sebagai "konversi komunalistik". 

Perpindahan agama secara komunalistik bisa dikatakan
punah saat ini, atau hampir punah. Sebab, sudah jarang
terjadi seseorang pindah agama karena "bos" di kantor
atau kepala suku pindah ke agama lain. Lagi pula,
masyarakat tribal dalam pengertian yang "asli"
pelan-pelan makin pudar. Mungkin kasus konversi
komunalistik hanya ada di masyarakat terpencil yang
masih mempertahankan karakter kesukuan. 

Di era modern, kecenderungan yang kian menonjol adalah
bahwa keputusan-keputusan tentang masalah yang sangat
"personal" seperti agama itu sepenuhnya merupakan
keputusan pribadi. Oleh karena itu, perpindahan agama
di masa modern makin cenderung "otentik": orang pindah
agama karena mengalami goncangan tertentu yang
menyebabkan "goncangan teologis", lalu mencari
alternatif iman baru. Dengan kata lain, saat ini orang
pindah agama karena keputusan pribadi, bukan karena
dipaksa "kepala suku". 

Karena konversi agama makin bersifat individual, maka
saya melihat peristiwa perpindahan agama sebagai
peristiwa yang "mengagumkan" tetapi juga sekaligus
sulit saya pahami: apa yang terjadi pada seseorang
sehingga dia meninggalkan agamanya yang lama, dan
masuk ke agama yang baru.

Ada dua kemungkinan seseorang mengambil keputusan
secara individual untuk pindah agama: atau orang itu
tak serius dengan agamanya, sehingga agama bagi dia
ibarat "HP" yang bisa diganti setiap minggu; atau dia
mengalami goncangan hebat, sehingga agama "lama" tak
lagi memuaskan dia, dan kemudian mencari yang "baru". 

Jenis konversi individual yang pertama tak layak kita
bicarakan di sini. Saya hanya berbicara tentang orang
yang sungguh-sungguh dengan agama sebagai dasar
pemberi makna hidup. Oleh karena itu, saya hanya akan
berbicara tentang konversi kedua, dan itulah konversi
yang benar-benar otentik. 

Sebagaimana saya katakan tadi, setiap agama mengandung
kebenaran. Pada saat yang sama, setiap agama
mengandung kelemahan. 

Ajaran monoteisme Islam, misalnya, sangat baik, tetapi
bukan tanpa efek samping yang buruk. Orang-orang
Taliban yang menghancurkan patung Budha di Bamiyan
didorong, antara lain, oleh pemahaman tentang tauhid
yang keras. Orang-orang yang tak setuju dengan Taliban
boleh mengatakan bahwa itu adalah tafsiran yang
keliru. Tetapi, orang-orang Taliban yakin benar bahwa
menghancurkan patung Budha adalah konsekwensi dari
ajaran Taudi atau monoteisme Islam. 

Sekali lagi, saya katakan, setiap agama mengandung
kelebihan dan kekurangan. Karena fakta dasar ini, saya
agak susah memahami, kenapa seseorang pindah agama.
Apakah dia merasa bahwa agamanya mengandung kelemahan
mendasar, sehingga harus pindah ke agama lain? Apakah
jika ia pindah ke agama lain, dia merasa terhindar
dari kelamahan itu? Bukankah dalam agama "baru" itu
juga terdapat kelemahan pula? Ataukah dia merasa bahwa
agama baru itu "sedikit kelemahannya" dibanding dengan
agama "lama"? Atau dia sama sekali "lugu" bahwa agama
"baru" seluruhnya baik dan agama "lama" seluruhnya
jelek?

Orang yang paling saya benci adalah figur seperti
Irene Handono, mantan suster yang masuk Islam dan
kemudian menjelek-jelekkan agamanya yang lama. Saya
kira, Islam tak membutuhkan orang-orang seperti ini.
Irene Handono, yang kasetnya dijual di mana-mana,
berisi ceramah yang menjelekkan Kristen, hanya relevan
untuk orang-orang awam yang mengira bahwa agama adalah
seperti "klub bola": suporter satu klub mengejek
suporter yang lain. Orang yang pindah dari agama satu
ke agama lain dan menjelek-jelekkan agama "lama" sudah
pasti tidak menguasai dengan baik agama yang
ditinggalkannya, apalagi agama yang baru dipeluknya.

Sekali lagi saya katakan, setiap agama mengandung
kelebihan dan kekurangan. Banyak hal yang bisa
dikritik (juga dipuji) dalam Kristen, begitu juga
banyak hal yang bisa dikritik (dan sudah tentu juga
dipuji) dalam Islam. Pendekatan yang paling baik
antaragama saat ini adalah sikap saling belajar satu
dari yang lain. 

Pertanyaan lucu yang kerap diajukan ke saya, karena
saya berpandangan bahwa semua agama adalah baik dan
benar: kenapa saya tak pindah agama setiap hari,
seperti ganti handuk (toh, untuk handuk, saya hanya
ganti setiap minggu, bukan setiap hari). Pertanyaan
semacam ini jelas bukan pertanyaan yang
sungguh-sungguh, tetapi pertanyaan "apologetik" atau
"istifham inkary" dalam istilah ilmu balaghah (ilmu
keindahan bahasa Arab). 

Pertanyaan semacam itu muncul dari pengandaian yang
salah: seolah-olah agama adalah barang remeh yang bisa
diganti setiap saat.

Oleh karena itu, secara berseloroh, saya menjawab
pertanyaan semacam itu dengan mengatakan: jika semua
agama benar, kenapa harus pindah.

Bagi saya, pindah agama, secara otentik, adalah
"gempa" dahsyat yang sulit saya pahami, dan terjadi
hanya dalam kasus-kasus perkecualian yang jarang
terjadi. Selain itu, secara umum saya kurang setuju
dengan konversi, kecuali dalam kasus-kasus yang sangat
khusus. Bagi saya, agama adalah berkaitan dengan
komitmen terhadap sesuatu yang Mutlak. Hubungan kita
dengan agama tidaklah bisa disamakan dengan hubungan
kita dengan hal-hal lain yang bersifat mundan dan
duniawi. Setiap agama adalah jalan menuju keselamatan,
dan oleh karena itu siapapun yang bersungguh-sungguh
mencari keselamatan dalam agama apapun yang kebetulan
ia terima dari keluarga atau lingkungannya, maka ia
akan menemukan jalan kebenaran. 

Ulil






------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Does he tell you he loves you when he's hitting you?
Abuse. Narrated by Halle Berry.
http://us.click.yahoo.com/aFQ_rC/isnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke