Maaf, Bung Aris, kalau saya mendapat kesan Anda tidak mengikuti apa yang dipostingkan penulis di forum milis JIL. Tapi mungkin saya salah, karena saya hanya mengandalkan kepada apa yang Anda tulis di sini saja--- maaf.
Di forum diskusi dunia maya yang diselenggarakan oleh JIL itu tidak ada sikap otoriter Ulil seperti yang Anda perkirakan itu. Di sana Anda dan siapa saja ditantang untuk berdebat dengan kritis. Itulah sebabnya saya ikut dalam milis itu. Banyak perbedaan antara para penulis di milis itu, dan semuanya bebas mengungkapkannya dengan kadar kekritisan masing-masing. Ulil bukan polisi yang mengatur lalulintas percaturan pemikiran lain di luar yang sudah dikenal dalam masalah Islam sebagai teks maupun Islam sebagai prilaku budaya di dalam masyarakat. Hanya orang-orang yang sudah karatan berpegang kepada pemikiran daur ulang warisan dari orang tua atau guru ngajinya saja yang tidak tahan menghadapi tulisan-tulisan kritis yang ada di JIL. Misalnya saja yang terakhir dalam diskusi tentang buku Ibnu Warraq dan juga Irshad Manji itu. Saya sudah lama di forum itu, dan saya tetap punya p3endirian yang banyak berbeda bukan hanya dengan penulis lainnya saja bahkan dengan Ulil sekali pun. Berbeda pendapat dan pendirian di forum JIL itu ditolerir, dengan catatan pandangan dan pendiriannya itu boleh dikritisi oleh yang lain -- suatu tata cara pergaulan intelektual yang matang dan dewasa. Kalau belum siap untuk dewasa dan matang, memang forum itu meresahkan, apalagi yang tingkat emosionalnya masih remaja. Saya sarankan agar Anda ikut dalam forum itu agar paling tidak tahu apa saja yang dibicarakan dan bagaimana jalannya perdebatan di sana sehingga akan kelihatan bahwa Ulil bukanlah pemenang satu-satunya kebenaran di sana. Ijtihad itu hak setiap manusia Muslim. Dan Irshad Manji mengambil haknya itu sebagai seorang perempuan yang punya pandangan feminisme, sehingga dia pun sampai kepada kesimpulan fatwa- free, artinya bebas dari kungkungan fatwa siapa pun, sebab dia mencari jalannya sendiri di dalam ke-Islam-annya lewat ijtihad itu. Otaknya encer dan tinggi mutunya, bahkan dibandingkan banyak otak para penulis lelaki di banyak milis yang saya ikut, selain memiliki keberanian. Ijtihad memerlukan keberanian dan keenceran otak! Dan otak adalah karunia tertinggi yang diberikan Allah kepada ciptaannya yang bernama manusia di bumi ini --- Alhamdulillah! Ikra.- --- In ppiindia@yahoogroups.com, aris solikhah <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > Dear All > Setuju dengan pendapat mas Samsul. Maaf bukan maksud menggurui, namun patut juga untuk direnungkan. Kadang kita nggak setuju dengan suatu organisasi dan ide-ide yang diusung dalam kasus ini JIL dan tokohnya. Namun disadari atau pun tidak kita telah mengadopsi pemikiran dan ide-nya secara mentah-mentah. Satu hal misalnya, dengan mengatakan jangan membawa penilaian agama saat mengkritisi suatu atau segala hal. Itu adalah ciri khas sekularisasi atau liberalisasi agama. Untuk kasus JIL tentu pemisahan agama Islam dengan aturannya. > > Atau tanpa ba bi bu kita mengomentari sesuatu yang kadang belum tahu pasti/yakin sebenarnya dalam hukum agama bagaimana. Jadi mohon bersama-sama, kita berhati-hati mengomentari sesuatu. Apapun yang kita lakukan suatu saat akan dimintai pertanggung jawabannya. Bisa jadi komentar kita yang mungkin keliru, kemudian orang mengikutinya. Siapa tahu? Maka kita yang jadi promotor dalam kekeliruan itu. Terima kasih. > > Salam, > > A. Solikhah > > mohdsyissamsul <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > orang kayak ulil nggak perlu ditanggapin apa yang disampaikannya. > tapi yang menjadi masalah nanti kalo pendengar dan pembacanya malah > terpengaruh khususnya bagi kalangan awam yang kurang memiliki basic > islam, mereka akan menerima dengan mudahnya karena kelihatan seperti > masuk akal. > > --- In ppiindia@yahoogroups.com, "Ari Condro" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Judulnya rada provok yak ... :)) > > Tapi dibaca aja dech bagian bagian selanjutnya. > > > > salam, > > Ari Condro > > > > > > ----- Original Message ----- > > From: "assyaukanie" <[EMAIL PROTECTED]> > > > > Ulil lagi dapat wahyu. Ide-ide brilian terus muncul dari kepalanya. > > Sebagai seorang sahabat, saya cuma bisa mengamininya. Qad ja'al haq > > wa zahaqal bathil...... > > > > Luthfi > > ------- > > > > Mengapa Kita Perlu Meniru Barat? > > Oleh Ulil Abshar-Abdalla > > Kolom | 31/05/2005 > > > > Solusi yang harus ditempuh oleh umat Islam sudah dicontohkan oleh > > Jepang, yaitu meniru Barat, menerapkan rasionalisasi atas > kehidupan, > > dan memodernisir teknik; agama sebaiknya ditempatkan > > dalam "sanctuary" yang namanya ruang privat. Bahwa Barat harus > ditiru > > secara kritis itu sudah merupakan kebenaran dalam dirinya > (truisme). > > Jepang pun meniru Barat dengan kritis pula. > > > > Tantangan umat Islam sekarang ini persis seperti yang dihadapi > Jepang > > pada abad 18 dulu. Ketika itu, intelektual Jepang dihadapkan pada > > pilihan yang sulit: apakah menerima dan meniru Barat atau tetap > > berpegang pada warisan Tokugawa yang menutup diri total dari > pengaruh > > asing. Hashim Saleh pernah menulis mengenai hal ini di harian Al > > Hayat. Jepang menempuh jalur "nekad" yang ternyata benar: tirulah > > Barat. Sebagian besar intelektual Muslim selama peralihan abad 20 > > mengusulkan opsi serupa, "tirulah Barat, karena di sana terdapat > hal- > > hal yang menjadi rahasia kemajuan umat manusia." Kalau kita > > baca "Arabic Thought in Liberal Age" karya Albert Hourani, akan > > tampak bahwa semangat rasionalisme dan keinginan meniru Barat > begitu > > menonjol dalam kesadaran intelektual Islam pada abad 19 dan awal > abad > > 20. > > > > Arusnya kemudian berbalik pada tahun 70-an, terutama dimulai dari > > Timur Tengah, yaitu ketika terjadi pengalaman pahit "Perang Tujuh > > Hari" (dikenal sebagai "an nakbah") di tahun 1967 di mana negara- > > negara Arab kalah perang terhadap Israel. Rezim-rezim otoriter di > > Timteng yang kebanyakan mendukung opsi "tirulah Barat" gagal > memenuhi > > harapan publik, sehingga datanglah kaum Ikhwan dengan jargon besar > > yang menipu, "Al Islam huwal badil". Semboyan Ikhwan itu memupus > > warisan penting yang ditinggalkan oleh orang-orang semacam Rifa'ah > > Tahtawi, yaitu warisan rasionalisme. Dengan semboyan itu, > dikesankan > > seolah-olah Islam adalah sistem alternatif yang sama sekali > bertolak > > belakang dengan Barat yang --menurut mereka-- "dekaden" secara > moral. > > Islam, dengan demikian, ditampilkan sebagai agama yang memusuhi > hasil- > > hasil penting dari rasionalisme Barat, seperti sistem demokrasi. > > Mengusulkan Islam sebagai "al badil" adalah kekalahan kedua setelah > > kekalahan bangsa Arab terhadap Israel. > > > > Memang problem besar yang dihadapi oleh bangsa Arab adalah warisan > > institusi negara di sana yang begitu raksasa. Kekuatan-kekuatan > > alternatif dalam masyarakat sulit berkembang, seluruh potensi ke > arah > > pembangkangan diberangus. Hasilnya: negara yang begitu kuat, tetapi > > sekaligus tak terkontrol. Korban dari "negara kontrol" ini bukan > saja > > kaum oposisi sekuler, tetapi lebih-lebih adalah kaum oposisi Islam. > > Inilah pengalaman pahit yang dialami oleh kaum Islamis di Mesir, Al > > Jazair, Siria, Irak, dan lebih parah lagi Saudi Arabia. Paradoks di > > dunia Arab adalah bahwa keinginan untuk meniru Barat dan > rasionalisme > > justru diselenggarakan melalui "negara kontrol" yang represif. > Sudah > > bisa diduga jika hasil dari semua ini adalah kekecewan besar > > masyarakat Arab. Kekecewaan itu makin dalam ketika bangsa Arab > > melihat kenyataan lain, yaitu berdirinya negara Israel. Masalahnya > > menjadi lebih parah lagi karena berdirinya negara Isreal itu tejadi > > karena sokongan negeri-negeri Barat terutama AS. Ujung dari semua > ini > > sudah bisa diduga: menolak Barat berikut rasionalisme yang > terkandung > > di dalamnya. Manakala Barat ditolak, sudah tentu alternatif harus > > diajukan. Ditemukanlah "lampu Aladin" baru, yaitu Islam. > > > > Perkembangan di Arab itu juga mengimbas ke kawasan-kawasan lain. > > Jargon "Islam adalah solusi" juga kemudian ditiru di mana-mana. > Lalu > > muncullah ilusi bahwa Islam akan dapat menjadi sistem alternatif > yang > > bisa menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapi oleh umat Islam. > > Yang patut disayangkan adalah bahwa kata "Islam" dalam jargon itu > > dimengerti sebagai suatu sistem tertutup yang seolah-olah khas > > pemberian Tuhan, sudah lengkap dalam dirinya, sudah siap pakai, > pasti > > sesuai untuk segala zaman dan tempat. Islam juga dimengerti dalam > > tafsiran yang justru berlawanan dengan kehendak zaman itu sendiri, > > bahkan terkesan anti-rasionalisme dan intelektualisme. Saya dapat > > mengatakan dari sejak mula, proyek "Islam adalah solusi" > kemungkinan > > besar akan menemui kegagalan pula. > > > > Solusi yang harus ditempuh oleh umat Islam sudah dicontohkan oleh > > Jepang, yaitu meniru Barat, menerapkan rasionalisasi atas > kehidupan, > > dan memodernisir teknik; agama sebaiknya ditempatkan > > dalam "sanctuary" yang namanya ruang privat. Bahwa Barat harus > ditiru > > secara kritis itu sudah merupakan kebenaran dalam dirinya > (truisme). > > Jepang pun meniru Barat dengan kritis pula. Apa yang dibutuhkan > umat > > Islam sekarang ini adalah melakukan rasionalisasi atas dua bidang > > sekaligus. Pertama, rasionalisasi atas pengelolaan kehidupan sosial- > > politik. Wujudnya adalah sistem demokrasi dengan seluruh kerangka > > kelembagaan dan kebudayaan yang ada di dalamnya: partai yang kuat, > > parlemen yang berwibawa, lembaga peradilan yang independen, pers > > bebas, masyarakat sipil yang "vibrant", serta kultur sipil yang > > mapan. Yang kedua, rasionalisasi atas pengelolaan alam. Wujudnya > > adalah teknologi. Bagi saya, rasionalisasi dalam dua bidang itu > > sekaligus merupakan hal niscaya kalau umat Islam hendak meraih > > kemajuan seperti yang diperoleh Barat. Bangsa-bangsa lain di Asia > > yang sudah mulai "catch up with the wagon" dan mampu meletakkan > diri > > sejajar dengan Barat, kurang lebih menempuah jalur semacam itu. > > > > Sebagian umat Islam ada yang membuat pembedaan antara sistem sosial > > dan teknik. Dalam lapangan pertama, umat Islam harus menciptakan > > sistem sosial sendiri yang "asli" Islam, sementara dalam lapangan > > kedua Barat bolehlah ditiru. Artinya: rasionalisasi dalam sistem > > sosial tidak dihindari; rasionalisasi hanya dimungkinkan dalam segi > > teknik. Taqiyyuddin An Nabhani, pendiri Hizbut Tahrir, membedakan > > antara "madaniyyah" dan "hadlarah". Madaniyyah adalah peradaban > yang > > meliputi teknik; hadlarah adalah kerangka normatif dan sistem > sosial > > yang mengatur kehidupan masyarakat.. Barat bisa diterima pada > > level "madaniyyah", bukan pada level "hadlarah". Bagi saya, > pembedaan > > semacam ini adalah pembedaan yang kurang perlu. Bagi saya, > > rasionalisasi justru lebih mendesak dalam bidang pengelolaan > > kehidupan sosial. Apa gunanya umat Islam menguasai teknik, kemudian > > teknik itu diterapkan dalam kerangka sistem sosial yang otoriter. > > Osama bin Laden menguasai teknologi komunikasi Barat yang paling > > mutakhir, memanfaatkannya, tetapi dia mengajukan visi tentang > sistem > > sosial Islam yang sama sekali tidak rasional, yaitu sistem sosial > > yang eksklusif, anti-demokrasi. > > > > Saya tidak mempunyai harapan pada dunia Arab. Sistem sosial di sana > > begitu busuknya, sehingga amat susah membayangkan adanya perubahan > > dan reformasi dalam waktu dekat. Halangan terbesar kemajuan Islam > via > > jalan rasionalisasi di Timur Tengah adalah kekuasaan dua rezim" > > sekaligus: rezim politik yang bengis, dan rezim agama yang tak > kalah > > bengisnya. Kedua rezim itu saling bergandengan tangan dan menolak > > segala kemungkinan perubahan. Saya mengharapkan "light at the end > of > > tunnel" di kawasan Asia Tenggara, dengan tulang punggungnya > Malaysia > > dan Indonesia. Jalan kemajuan Islam sudah terang benderang: > > modernisasi di bidang sistem sosial dan teknik. Kendala utama > proyek > > ini adalah ide-ide irrasional semacam negara Islam, sistem Islam, > dan > > yang serupa dengan itu. > > > > Kembali pada pokok soal: rasionalisasi dan menempuh kemajuan > seperti > > yang pernah ditempuh oleh Barat. Itulah kunci kemajuan dunia Islam > > Melayu. Yang amat saya sayangkan adalah bahwa "anti-Baratisme" > > sekarang ini berkembang luas, entah yang atas nama anti- > globalisasi, > > poskolonialisme, dan sebagainya. Teman-teman saya yang sedang getol > > menggeluti teor-teori baru dalam "Cultural Studies" begitu terlelap > > dalam keterpukauan atas segala hal yang bersifat lokal dan > hibridal: > > hal-hal yang memang menjanjikan eksotisme. Nasihat saya: tundalah > > dulu kehendak untuk menikmati eksotisme, dan pikirkan nasib jutaan > > umat Islam di kawasan Melayu yang terpuruk dalam kemunduran, dan > > karena itu begitu mudah menjadi santapan "ideologis" bagi kaum > > Jama'ah Islamiyah. Bagi saya, modernisasi di dunia Islam sekarang > ini > > belum tuntas. Solusi atas modernisasi yang setengah hati ini sudah > > tentu bukan kembali kepada agama, tetapi justru dengan cara > > menyempurnakan tahap-tahap modernisasi yang sudah tertunda > (Catatan: > > harap modernisasi di sini dimengerti bukan dalam pengertian "proyek > > modernisasi" atau "developmentalisme" tahun 60-an yang digalakkan > > oleh Amerika untuk menghadapi Komunisme; tetapi modernisasi seperti > > makna asal kata itu: yaitu proses modernisasi kehidupan sosial dan > > teknik dengan cara rasionalisasi, pengertian yang lebih dominan di > > Eropa). > > > > > > ********************************************************************* ****** > Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi- india.org > ********************************************************************* ****** > _____________________________________________________________________ _____ > Mohon Perhatian: > > 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) > 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. > 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; > 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] > 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] > 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] > > > > > --------------------------------- > Yahoo! Groups Links > > To visit your group on the web, go to: > http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ > > To unsubscribe from this group, send an email to: > [EMAIL PROTECTED] > > Your use of Yahoo! Groups is subject to the Yahoo! Terms of Service. > > > > "Bangkitnya manusia, karena pemikirannya" > Kebangkitan ialah perpindahan suatu bangsa,negara, umat dan seorang individu dari satu keadaan ke arah yang lebih baik > > > > > --------------------------------- > Discover Yahoo! > Find restaurants, movies, travel & more fun for the weekend. Check it out! > > [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Dying to be thin? Anorexia. Narrated by Julianne Moore . http://us.click.yahoo.com/FLQ_sC/gsnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/