http://www.sinarharapan.co.id/berita/0506/02/opi02.html
Masalah Hukum dan "Illegal Fishing" Oleh Auhadillah Azizy Masalah illegal fishing (pencurian ikan) dan pelanggaran batas wilayah perairan tak akan selesai hanya dengan penambahan armada tangkap seperti yang sering dikeluhkan Departemen Kelautan dan Perikanan, jika tidak diikuti dengan penyelesaian masalah mendasar yang memunculkan praktik tersebut. Kematian Heri, nelayan Indonesia (28 April) yang ditangkap pemerintah Australia sejak 18 April, sebetulnya merupakan gunung es permasalahan yang selama ini mengganjal dalam penanggulangan praktik illegal fishing dan belum diselesaikannya permasalahan perbatasan wilayah laut dengan Australia. Berdasar rezim hukum laut yang ada, terdapat beberapa rezim yang belum diatur. Pertama, zona tambahan. Zona ini merupakan zona pelindung atau sea- belt. Indonesia memiliki kewenangan dalam kegiatan imigrasi, kemaritiman dan bea cukai. Wilayah ini diukur 24 mil dari garis pantai terluar atau 12 mil dari sisi terluar laut teritorial. Sampai saat ini Indonesia belum meng"undang"kan zona tambahan. Kedua, wilayah laut lepas (high seas). Wilayah perairan ini berada di luar Zona Ekonomi Ekslusif (ZEE) yang berlaku 100 % freedom of high seas. Penataan zona ini akan berdampak kepada pemberian izin bagi nelayan negara lain untuk beroperasi di perairan Indonesia. Sampai saat ini Indonesia belum pernah melapor dan memberitahu batas wilayah laut lepas ini. Ketiga, wilayah landas kontinen (continental shelf). Wilayah ini merupakan dasar laut yang ada di sisi luar garis pangkal atau mengarah ke luar garis pangkal kepulauan. Di wilayah ini Indonesia dapat melakukan penelitian, ekplorasi ikan dan aktivitas lainnya. Sampai saat ini Indonesia belum melakukan klaim di mana batas landas kontinentalnya. Mendesak bagi Indonesia menyelesaikan batas wilayah perairannya khususnya dengan negara perbatasan dan mendepositkan ke Sekjen PBB untuk diketahui secara internasional, sehingga kasus seperti illegal fishing atau Ambalat tidak kembali terulang. ALKI Timur Barat Indonesia juga belum melengkapi alur laut kepulauan Indonesia (ALKI) untuk menghindari pelanggaran wilayah kedaulatan RI oleh armada asing. Indonesia dengan PP No.38/2002 baru menetapkan tiga sealane dari utara-selatan, yaitu Laut Cina Selatan-Laut Karimata-Selat Sunda, Laut Sulawesi-Selat Makassar-keluar melalui Selat Lombok, dan Laut Pasifik-Selat Maluku- Laut Banda-Ombai/Wetar. Untuk alur Laut Timur-Barat yang melintas di tengah Laut Jawa, Indonesia belum memastikan wilayah yang dapat dilalui kapal serta pesawat asing saat melintasi wilayah Indonesia, sesuai hukum laut nasional dan internasional. Selama belum dipastikan, kapal dan armada asing termasuk militer tidak bisa dipersalahkan saat melintas di wilayah Indonesia, karena pemerintah belum menetapkan wilayah hukumnya secara lengkap. Permasalahan mendasar lainnya adalah illegal fishing. Dalam kasus ini terdapat permasalahan hukum, baik penafsiran, pelaksanaan dan penegakannya. Beberapa permasalahan hukum yang muncul antara lain ketidakpastian dan ketidakjelasan hukum, birokrasi perizinan yang semrawut dan korup, serta peradilan perikanan yang tak kunjung selesai dan diterapkan. Ketidakpastian hukum dicirikan oleh beberapa hal antara lain pemahaman yang berbeda atas aturan yang ada, inkonsistensi dalam penerapan, diskriminasi dalam pelaksanaan hukuman bagi kapal-kapal asing yang melanggar, persekongkolan antara pengusaha lokal, pengusaha asing, pihak peradilan, birokrat perizinan, pihak keamanan dan pihak terkait lainnya. Peradilan terhadap pelanggar pun lambat, berlarut-larut dan korup. Asal mula permasalahan hukum berangkat dari permasalahan hukum yang tidak jelas. Ketidakjelasan hukum ini meliputi kewenangan penanganan pelanggar penangkapan ikan antara polisi, TNI-AL dan penyidik PNS. Ketidakjelasan hukum lainnya terkait objek yang akan diatur/ditangkap, seperti lokasi pengawasan dan kapal yang akan ditangkap. Hal yang sama juga terkait dengan sanksi terhadap pelanggar yang terbukti melakukan pelanggaran. Kongkalikong Dalam UU Perikanan No.9 tahun 1985 mau pun yang baru No.31 tahun 2004 sangat jelas bahwa illegal fishing diganjar hukuman dan denda sepadan pelanggaran yang dilakukan. Namun fakta berbicara lain, hukuman dan denda tidak diterapkan semestinya. Ketidakjelasan lainnya adalah ganjaran/sanksi terhadap birokrasi perizinan dan pengawas serta keamanan laut yang dengan sengaja melakukan pungutan di luar ketentuan atau meloloskan pelanggar dengan kongkalikong. Perizinan merupakan pintu masuk pertama dalam pelaksanaan pemanfaatan perikanan. Permasalahannya adalah banyaknya instansi yang mengeluarkan izin dan banyaknya pemberi izin yang korup, mengeluarkan izin di luar kewenangannya dan benturan antar instansi yang merasa berwenang memberikan izin. Itu disebabkan lemahnya koordinasi dan perizinan tidak di bawah satu atap. Koordinasi dan pembagian kewenangan yang tidak jelas khususnya terjadi dalam eksekusi penangkapan kapal yang diduga melakukan pelanggaran dan pelimpahan kapal setelah ditangkap. Koordinasi antarinstansi, pusat - daerah kurang baik. Peradilan perikanan perlu dibentuk untuk mempercepat proses hukum terhadap kapal asing yang ditangkap. Peradilan perikanan ini amanat UU No. 31/tahun 2004. Adanya peradilan perikanan ini juga menimbulkan permasalahan baru yang harus segera diselesaikan, antara lain perubahan sistem hukum, menambah pembiayaan, penyiapan berita acara dan kompetensi hakim. Penulis adalah mahasiswa Pasca Sarjana IPB Program Studi Pengelolaan Sumberdaya Pesisir dan Lautan. Pengurus Pusat Ikatan Sarjana Perikanan Indonesia (ISPIKANI). Copyright © Sinar Harapan 2003 [Non-text portions of this message have been removed] ------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> Dying to be thin? Anorexia. Narrated by Julianne Moore . http://us.click.yahoo.com/FLQ_sC/gsnJAA/E2hLAA/BRUplB/TM --------------------------------------------------------------------~-> *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/