http://www.kompas.com/kompas-cetak/0506/13/utama/1810090.htm

 
Di Manakah Rasa Kemanusiaan Kita Warga Jakarta? 


BARU sepekan lalu rasa kemanusiaan kita diguncang oleh kenyataan pahit yang 
dihadapi pemulung miskin, Supriono (38), yang kebingungan mengubur jenazah 
anaknya, kini rasa kemanusiaan itu kembali digedor oleh kenyataan serupa. 
Seorang nenek berusia 61 tahun ditemukan meninggal di rumahnya karena kelaparan 
ditinggal oleh anaknya yang sedang mencari uang untuk melunasi utangnya.

HARI Jumat (10/6) malam Mardiah (61), warga Gang Baru I RT 01 RW 12, Kelurahan 
Cakung Timur, Cakung, Jakarta Timur, ditemukan meninggal di dalam rumahnya yang 
berukuran 3 x 5 meter yang pengap dan kusam. Saat ditemukan kondisi mayatnya 
sudah berbau sehingga diperkirakan ia sudah meninggal dua atau tiga hari 
sebelumnya.

Yang membuat hati kita bergetar, Mardiah diduga kuat meninggal karena kelaparan 
akibat ditinggal pergi begitu saja oleh M Sidik (39), anaknya yang selama ini 
tinggal bersamanya.

Kenapa hal itu bisa terjadi? Apakah warga sekitar tidak ada yang tahu bahwa 
Mardiah ditinggalkan anaknya dalam keadaan tidak ada makanan di rumah? Apakah 
Sidik juga tidak menitipkan orangtuanya kepada tetangga-tetangganya? Atau, 
apakah warga sekitar sama sekali tidak peduli kepada keluarga lain yang tengah 
menderita?

Sejumlah warga yang ditemui hari Minggu kemarin menyatakan, selama ini 
sebenarnya sudah banyak bantuan diberikan untuk keluarga itu. Namun, mereka 
sungguh tidak menyangka bahwa Mardiah ditinggal sendiri di rumahnya.

Menurut mereka, Sidik memang sering pergi meninggalkan rumah, tetapi kadang dia 
pulang pada malam hari. Selama dia pergi pintu rumah selalu dikunci dari luar. 
Sidik beralasan, ibunya itu sudah pikun.

Mereka juga tahu bahwa Mardiah sering ditinggal tanpa makanan dan minuman di 
rumah. Jika membutuhkan bantuan dari warga, biasanya Mardiah duduk-duduk di 
sofa tua dekat kaca jendela nako rumahnya. Tangannya dijulurkan ke luar untuk 
minta makan dan minum. Dan warga pun selalu rela membantunya.

Sejak sebulan lalu listrik di rumah itu diputus karena Sidik tak mampu membayar 
rekeningnya. Dua minggu kemudian aliran air PDAM juga diputus.

Tetangga yang kasihan melihat rumah itu selalu gelap kemudian mengalirkan 
listrik untuk sebuah lampu 10 watt.

Rupanya pemutusan aliran listrik tersebut mengguncang hati Sidik yang masih 
bujangan itu. Ia merasa malu karena warga tahu kondisi ekonominya. Ia pun 
marah-marah kepada ibunya yang menerima bantuan listrik.

Sejak itu Sidik makin sering tidak pulang. Baru kemudian terungkap bahwa Sidik 
terjerat utang kepada rentenir. Sebelum Lebaran lalu ia meminjam uang Rp 1,5 
juta kepada seorang rentenir untuk berdagang pakaian. Namun, usahanya tak 
berhasil sehingga utangnya makin beranak pinak. Terakhir, tagihannya mencapai 
Rp 3,6 juta, seperti tertulis dalam surat sang rentenir yang ditemukan warga.

Sepekan lalu warga sempat mencari Sidik karena mendapati Mardiah terjatuh di 
dalam rumahnya. Namun, Sidik, yang ditemui di tempatnya mengajar bermain rebana 
di sebuah masjid, tidak langsung pulang. Sidik memang berjanji akan segera 
pulang, tetapi warga kemudian tidak pernah tahu apakah Sidik benar pulang atau 
tidak.

Mereka juga tidak lagi begitu memerhatikan apakah Mardiah ada atau tidak di 
rumah. Sebab, mereka menduga Mardiah dibawa Sidik ke rumah anaknya yang lain di 
Tangerang.

Kematian Mardiah baru terungkap Jumat malam ketika warga mencium bau bangkai. 
Setelah dicari-cari, sumber bau tersebut ternyata berasal dari rumah Sidik yang 
baru dibeli satu tahun lalu.

Sidik sendiri baru pulang Sabtu lalu setelah berhasil dihubungi salah seorang 
warga. Ia langsung ditangkap polisi karena sangkaan kelalaian yang 
mengakibatkan kematian orang lain.

PERISTIWA tragis yang dialami Supriono dan kematian mengenaskan Mardiah 
barangkali hanyalah sedikit dari cerita-cerita duka yang dialami warga miskin 
yang tinggal di Jakarta dan sekitarnya.

Mereka menderita di tengah gemerlapnya Ibu Kota. Mereka mengalami kesendirian 
di tengah hiruk-pikuk dan keramaian Jakarta.

Dalam beberapa kesempatan Sartono Mukadis, psikolog, menyatakan keprihatinannya 
atas kurangnya kepedulian warga Jakarta terhadap sesamanya. Banyak orang tahu 
ada sesamanya yang menderita, tetapi tidak tergerak untuk membantu. Kalaupun 
ada, bantuan itu sangat minim dan sering hanya terbatas pada lingkungan 
sekitarnya.

Padahal di Jakarta ini sebenarnya juga masih sangat banyak warga lain yang 
begitu mudah tersentuh perasaannya ketika mendengar atau membaca cerita 
kemiskinan dan penderitaan orang lain itu.

Dalam kasus Supriyono, misalnya, bantuan sudah banyak mengalir ketika nasibnya 
yang terpaksa menggendong jenazah anaknya dimuat di berbagai media.

Artinya, di Jakarta ini sebenarnya masih sangat banyak dermawan yang baik hati, 
tetapi sering tidak mengerti ke mana harus menyalurkan bantuannya.

Persoalannya, lembaga-lembaga yang sering berhadapan dengan orang miskin itu 
sering kali hanya terpaku pada tugas dan pekerjaannya. Tak ada upaya sedikit 
bersimpati kepada mereka yang bernasib kurang beruntung.

Dalam bahasa sosiolog Paulus Wirutomo, banyak dari kita yang puas bekerja 
secara minimal. Banyak dari kita yang berpikir, pokoknya tugas dan pekerjaan 
saya sudah saya lakukan dengan baik, selesai.

Itu terlihat, misalnya, dalam pelayanan terhadap Supriyono. Sejumlah pedagang 
dan calon penumpang yang mendapati Supriyono menggendong jenazah anaknya untuk 
naik kereta rel listrik di Stasiun Tebet, umpamanya, sudah menganggap selesai 
ketika menyerahkan Supriyono kepada polisi.

Selanjutnya, polisi juga menganggap selesai setelah menyerahkan jenazah 
tersebut ke Instalasi Pemulasaraan Jenazah Rumah Sakit Umum Pusat Cipto 
Mangunkusumo. Begitu pula dengan para petugas di RSCM yang menganggap selesai 
pekerjaannya ketika Supriyono dengan permintaan sendiri membawa pulang jenazah 
anaknya.

Sejumlah orang yang biasa berada di sekitar kamar jenazah RSCM yang tahu bahwa 
Supriyono terpaksa menggendong kembali jenazah anaknya itu pun merasa cukup 
dengan mengumpulkan uang bantuan.

Padahal, bisa saja mereka menghubungi lembaga-lembaga yang peduli pada 
soal-soal kemanusiaan itu untuk mendapatkan bantuan sehingga Supriyono tidak 
perlu harus menggendong jenazah anaknya tanpa arah yang jelas.

Dalam kasus kematian Mardiah, warga sekitar memang tidak bisa dibilang tidak 
peduli. Mereka sudah banyak membantu Mardiah. Juga membantu Sidik yang menjadi 
tulang punggung keluarga.

Satu hal yang mungkin kurang terpikirkan adalah tidak dilibatkannya institusi 
birokrasi dalam menangani keluarga miskin itu. Bantuan makanan dan minuman atau 
aliran listrik memang sangat diperlukan Mardiah yang sering ditinggal pergi 
Sidik.

Namun, bantuan karitatif seperti itu tentu saja tidak cukup. Sebab, yang 
diperlukan Sidik adalah sebuah pekerjaan untuk bisa menghidupi keluarga.

Kalau secara pribadi-pribadi warga tidak bisa menyediakan pekerjaan untuk 
Sidik, setidaknya kondisi keluarga miskin itu bisa dilaporkan ke tingkat 
birokrasi, apakah RT, RW, kelurahan, kecamatan, atau, tingkat ke atas lagi.

Kondisi seperti itu bisa juga disampaikan ke lembaga-lembaga lain yang banyak 
menaruh perhatian pada soal-soal kemiskinan, seperti media massa dan lembaga 
swadaya masyarakat.

PEMERINTAH sendiri sebenarnya menyediakan berbagai bantuan untuk orang miskin, 
seperti JPK Gakin, dan dana kompensasi subsidi BBM. Namun, dalam pelaksanaannya 
memang hal itu tidak selalu bisa menjangkau semua keluarga miskin.

Oleh karena itu, diperlukan peran aktif warga untuk menginformasikan kondisi 
sesamanya supaya mereka yang benar-benar miskin itu terjangkau pelayanan yang 
disediakan.... (ester Lince Napitupulu)


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke