Takdir dalam Bahasa Al-Quran
 
Kata takdir (taqdir) terambil dan kata qaddara berasal  dari
akar  kata qadara yang antara lain berarti mengukur, memberi
kadar atau ukuran, sehingga jika Anda berkata, "Allah  telah
menakdirkan   demikian,"  maka  itu  berarti,  "Allah  telah
memberi kadar/ukuran/batas tertentu dalam diri, sifat,  atau
kemampuan maksimal makhluk-Nya."
 
Dari  sekian  banyak  ayat  Al-Quran  dipahami  bahwa  semua
makhluk telah ditetapkan takdirnya oleh Allah. Mereka  tidak
dapat melampaui batas ketetapan itu, dan Allah Swt. menuntun
dan menunjukkan mereka arah  yang  seharusnya  mereka  tuju.
Begitu  dipahami  antara lain dari ayat-ayat permulaan Surat
Al-A'la (Sabihisma),
 
"Sucikanlah nama Tuhanmu Yang Mahatinggi,  yang  menciptakan
(semua  mahluk)  dan  menyempurnakannya, yang memberi takdir
kemudian mengarahkan(nya)" (QS Al-A'la [87]: 1-3).
 
Karena itu ditegaskannya bahwa:
 
"Dan matahari beredar di tempat peredarannya Demikian itulah
takdir  yang  ditentukan  oleh (Allah) Yang Mahaperkasa lagi
Maha Mengetahui" (QS Ya Sin [36]: 38).
 
Demikian pula bulan,  seperti  firman-Nya  sesudah  ayat  di
atas:
 
"Dan    telah    Kami    takdirkan/tetapkan    bagi    bulan
manzilah-manzilah, sehingga (setelah dia sampai ke  manzilah
yang  terakhir)  kembalilah  dia  sebagai bentuk tandan yang
tua" (QS Ya Sin [36]: 39)
 
Bahkan  segala  sesuatu  ada  takdir  atau  ketetapan  Tuhan
atasnya,
 
"Dia  (Allah)  Yang  menciptakan  segala  sesuatu,  lalu Dia
menetapkan     atasnya     qadar     (ketetapan)      dengan
sesempurna-sempurnanya" (QS Al-Furqan [25]: 2).
 
"Dan  tidak  ada  sesuatu  pun  kecuali  pada  sisi  Kamilah
khazanah (sumber)nya; dan Kami tidak  menurunkannya  kecuali
dengan ukuran tertentu" (QS Al-Hijr [15]: 21).
 
Makhluk-Nya  yang  kecil  dan  remeh  pun diberi-Nya takdir.
Lanjutan  ayat  Sabihisma  yang  dikutip  di  atas  menyebut
contoh, yakni rerumputan.
 
"Dia    Allah    yang   menjadikan   rumput-rumputan,   lalu
dijadikannya rumput-rumputan itu kering kehitam-hitaman" (QS
Sabihisma [87]: 4-53)
 
Mengapa  rerumputan  itu  tumbuh  subur, dan mengapa pula ia
layu dan kering. Berapa kadar kesuburan  dan  kekeringannya,
kesemuanya   telah   ditetapkan  oleh  Allah  Swt.,  melalui
hukum-hukum-Nya yang berlaku pada alam raya ini. Ini berarti
jika   Anda  ingin  melihat  rumput  subur  menghijau,  maka
siramilah   ia,   dan   bila   Anda   membiarkannya    tanpa
pemeliharaan,  diterpa panas matahari yang terik, maka pasti
ia  akan  mati  kering  kehitam-hitaman  atau  ghutsan  ahwa
seperti bunyi ayat di atas. Demikian takdir Allah menjangkau
seluruh makhluk-Nya. Walhasil,
 
"Allah telah menetapkan bagi segala  sesuatu  kadarnya"  (QS
Al-Thalaq [65]: 3)
 
Peristiwa-peristiwa  yang terjadi di alam raya ini, dan sisi
kejadiannya, dalam kadar atau ukuran tertentu,  pada  tempat
dan  waktu  tertentu,  dan itulah yang disebut takdir. Tidak
ada sesuatu yang terjadi  tanpa  takdir,  termasuk  manusia.
Peristiwa-peristiwa  tersebut  berada  dalam pengetahuan dan
ketentuan Tuhan, yang keduanya menurut sementara ulama dapat
disimpulkan  dalam  istilah  sunnatullah,  atau  yang sering
secara salah kaprah disebut "hukum-hukum alam."
 
Penulis tidak sepenuhnya cenderung mempersamakan sunnatullah
dengan   takdir.  Karena  sunnatullah  yang  digunakan  oleh
Al-Quran adalah untuk hukum-hukum Tuhan yang  pasti  berlaku
bagi   masyarakat,   sedang   takdir   mencakup  hukum-hukum
kemasyarakatan  dan   hukum-hukum   alam.   Dalam   Al-Quran
"sunnatullah"  terulang  sebanyak  delapan kali, "sunnatina"
sekali, "sunnatul awwalin" terulang  tiga  kali;  kesemuanya
mengacu   kepada   hukum-hukum   Tuhan   yang  berlaku  pada
masyarakat. Baca misalnya QS  Al-Ahzab  (33):  38,  62  atau
Fathir 35, 43, atau Ghafir 40, 85, dan lain-lain.
 
Matahari,  bulan,  dan  seluruh  jagat raya telah ditetapkan
oleh Allah takdirnya yang tidak bisa mereka tawar,
 
"Datanglah (hai langit dan bumi) menurut  perintah-Ku,  suka
atau  tidak  suka!"  Keduanya  berkata,  "Kami datang dengar
penuh ketaatan."
 
Demikian  surat   Fushshilat   (41)   ayat   11   melukiskan
"keniscayaan takdir dan ketiadaan pilihan bagi jagat raya."
 
Apakah  demikian  juga  yang berlaku bagi manusia? Tampaknya
tidak sepenuhnya sama.
 
Manusia mempunyai kemampuan terbatas  sesuai  dengan  ukuran
yang  diberikan oleh Allah kepadanya. Makhluk ini, misalnya,
tidak dapat terbang. Ini merupakan salah  satu  ukuran  atau
batas kemampuan yang dianugerahkan Allah kepadanya. Ia tidak
mampu melampauinya,  kecuali  jika  ia  menggunakan  akalnya
untuk  menciptakan  satu  alat, namun akalnya pun, mempunyai
ukuran yang tidak mampu dilampaui.  Di  sisi  lain,  manusia
berada  di bawah hukum-hukum Allah sehingga segala yang kita
lakukan pun  tidak  terlepas  dari  hukum-hukum  yang  telah
mempunyai  kadar  dan  ukuran  tertentu.  Hanya  saja karena
hukum-hukum tersebut cukup banyak, dan kita diberi kemampuan
memilih -tidak sebagaimana matahari dan bulan misalnya- maka
kita  dapat  memilih  yang  mana  di  antara   takdir   yang
ditetapkan   Tuhan   terhadap  alam  yang  kita  pilih.  Api
ditetapkan Tuhan panas dan membakar, angin dapat menimbulkan
kesejukan  atau  dingin;  itu  takdir  Tuhan  -manusia boleh
memilih api yang membakar atau angin yang sejuk. Di  sinilah
pentingnya  pengetahuan  dan  perlunya  ilham  atau petunjuk
Ilahi. Salah satu doa yang diajarkan Rasulullah adalah:
 
"Wahai Allah, jangan  engkau  biarkan  aku  sendiri  (dengan
pertimbangan nafsu akalku saja), walau sekejap."
 
Ketika  di  Syam  (Syria, Palestina, dan sekitarnya) terjadi
wabah, Umar  ibn  Al-Khaththab  yang  ketika  itu  bermaksud
berkunjung  ke  sana  membatalkan rencana beliau, dan ketika
itu tampil seorang bertanya:
 
"Apakah Anda lari/menghindar dari takdir Tuhan?"
 
Umar r.a. menjawab,
 
"Saya lari/menghindar dan  takdir  Tuhan  kepada  takdir-Nya
yang lain."
 
Demikian juga ketika Imam Ali r.a. sedang duduk bersandar di
satu tembok yang ternyata rapuh,  beliau  pindah  ke  tempat
lain.  Beberapa  orang  di  sekelilingnya  bertanya  seperti
pertanyaan di atas. Jawaban Ali  ibn  Thalib,  sama  intinya
dengan   jawaban   Khalifah   Umar   r.a.  Rubuhnya  tembok,
berjangkitnya penyakit adalah berdasarkan  hukum-hukum  yang
telah ditetapkan-Nya, dan bila seseorang tidak menghindar ia
akan menerima akibatnya. Akibat  yang  menimpanya  itu  juga
adalah  takdir,  tetapi  bila  ia  menghindar dan luput dari
marabahaya  maka  itu  pun  takdir.  Bukankah  Tuhan   telah
menganugerahkan   manusia  kemampuan  memilah  dan  memilih?
Kemampuan ini  pun  antara  lain  merupakan  ketetapan  atau
takdir  yang  dianugerahkan-Nya Jika demikian, manusia tidak
dapat luput dari  takdir,  yang  baik  maupun  buruk.  Tidak
bijaksana  jika  hanya  yang  merugikan  saja  yang  disebut
takdir,  karena  yang  positif  pun  takdir.  Yang  demikian
merupakan  sikap 'tidak menyucikan Allah, serta bertentangan
dengan petunjuk Nabi Saw.,'  "...  dan  kamu  harus  percaya
kepada  takdir-Nya  yang  baik  maupun  yang  buruk." Dengan
demikian, menjadi jelaslah kiranya bahwa adanya takdir tidak
menghalangi  manusia untuk berusaha menentukan masa depannya
sendiri, sambil memohon bantuan Ilahi

Penulis: Eyang Quraish Shihab.

wassalam,
 


--- In ppiindia@yahoogroups.com, "RM Danardono HADINOTO" 
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
> Bagaimanakah menerangkan bahwa seseorang lahir dipinggir rel 
kereta 
> api, yang lain dalam keadaan berlebihan di Kuningan atau Pondok 
Indah?
> 
> bagaimanakah menerangkan seseorang yang mati karena diterjang 
peluru 
> polisi, atau dibacok dalam pertarungan antar agama di Poso?
> 
> Tuhan sudah menentukannya?
> 
> 
> DH




***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke