Harusnya menneg BUMN menyadari bahwa aset BUMN senilai
Rp 1.163,6 trilyun itu adalah akumulasi dari investasi
dan juga keuntungan yang ditanam kembali selama
puluhan tahun. Jadi tak bisa membandingkannya dengan
keuntungan hanya Rp 25,6 trilyun per tahun.

Kalau mau apple to apple, dibandingkan juga dengan
keuntungan selama puluhan tahun. Misalnya dikali 20
tahun, maka keuntungannya jadi sekitar Rp 500 trilyun.
Cukup lumayan bukan?

Apalagi keuntungan dari BUMN akhirnya masuk ke kas
negara yang dapat digunakan untuk memakmurkan rakyat.

Sebaliknya kalau diprivatisasi/dijual, paling2 cuma
dapat Rp 100 trilyun. Setelah itu, keuntungan tidak
bisa diberikan kepada rakyat. Tapi hanya masuk ke
kantong segelintir pemilik perusahaan tsb.

Menjual BUMN ibarat menjual angsa yang bertelur emas.
Seharusnya kita mendapat telur emas setiap tahun. Tapi
begitu dijual, dengan uang yang sedikit, kita tidak
akan mendapat telur emas lagi.

> Menneg BUMN Sugiharto menyatakan belum lama ini
> bahwa dari total aset BUMN 
> tahun 2003 senilai Rp1.163,6 triliun, perolehan laba
> sangat kecil, hanya 
> Rp25,6 triliun. Tidak efisiennya pengelolaan menjadi
> sumber utama kecilnya 
> keuntungan. Penyehatan dan peningkatan efisiensi
> BUMN menjadi solusinya, 
> termasuk lewat merger sejumlah BUMN dan privatisasi
> sejumlah lainnya.


--- Ambon <[EMAIL PROTECTED]> wrote:

> MEDIA INDONESIA
> Selasa, 28 Juni 2005
> 
> 
> Neoliberalisme dan Kemarahan Sosial
> Dita Indah Sari, Ketua Umum Partai Rakyat Demokratik
> 
> 
> SEBENARNYA krisis pokok ekonomi global --terutama di
> negeri-negeri miskin--  
> adalah melimpahnya produksi dan menurunnya daya beli
> masyarakat (over 
> supply). Krisis inilah yang mematikan sektor riil,
> dan bukan kematian sektor 
> riil yang menyebabkan krisis. Krisis tersebut
> merupakan hasil dari outlook 
> liberalism dari pasar dunia akibat rendahnya
> pendapatan masyarakat, 
> spekulasi pasar saham dan keuangan, menajamnya
> persaingan antarkelompok 
> kapitalis dalam negeri maupun antarnegeri-negeri
> kapitalis. Kelumpuhan 
> ekonomi semacam inilah yang diderita Indonesia sejak
> 1997.
> 
> Globalisasi neoliberal atau imperialisme sebagai
> istilah klasiknya, telah 
> digugat oleh hampir seluruh unsur masyarakat,
> kecuali dari pemerintah dan 
> tim ekonominya, serta sejumlah pengusaha besar yang
> berpartner dengan 
> MNC-MNC yang sangat diuntungkan sistem ini. Presiden
> SBY dan mantan Presiden 
> Megawati boleh saja berbeda tindakan dalam soal
> melawan korupsi. Namun, 
> dalam hal orientasi kebijakan ekonomi, keduanya
> setali tiga uang, yaitu 
> pendukung globalisasi neoliberal.
> 
> Menurut pemerintah SBY (dan juga Megawati), atau
> menurut doktrin neoliberal, 
> perusahaan swasta harus dibebaskan dari aneka
> batasan, hambatan, dan 
> pengawasan yang dibuat pemerintah. Tarif dibebaskan
> dan harga tak 
> ditentukan. Modal, barang, dan jasa leluasa bergerak
> keluar dan masuk 
> Indonesia. Salah satu konsekuensinya, areal
> perdagangan fiktif (saham dan 
> mata uang) meningkat di pasar dunia. Kapital
> kemudian lebih tersedot ke 
> pasar ini, dibanding ke sektor-sektor produktif atau
> ke pelayanan publik. 
> Ini dijalankan dengan teguh oleh
> pemerintah-pemerintah di seluruh dunia, 
> meski angin protes tak kalah kencangnya bertiup
> akibat parahnya konsekuensi 
> sosial yang harus dibayar oleh rakyat miskin.
> 
> Pemotongan subsidi pemerintah
> Pemberian subsidi, bagi pemerintah pro neoliberal
> merupakan bentuk 
> intervensi yang memboroskan anggaran dan mendistorsi
> pasar, hingga harus 
> dihapus.
> 
> Konsekuensi utamanya tentu kehancuran daya beli
> rakyat. Prof Dr Ascobat Gani 
> MPH, Kepala Pusat Kajian Ekonomi FKM UI, menyatakan
> pencabutan subsidi BBM 
> adalah salah satu pemicu kasus busung lapar dan gizi
> buruk, karena rakyat 
> tak mampu lagi membeli bahan-bahan pokok yang kian
> mahal. Kasus gizi buruk 
> sendiri menurut Bappenas telah muncul sejak 15 tahun
> terakhir, dan sejak 
> 2002 hingga kini telah memuncak menjadi 8% dari
> total jumlah balita di Tanah 
> Air, yang berakar pada kemiskinan.
> 
> Subsidi untuk listrik, telepon, BBM, dan gas juga
> tidak dianggap sebagai 
> basis bagi industrialisasi dan modernisasi.
> Akibatnya, sektor-sektor 
> menengah-kecil gulung tikar karena tak kuat bersaing
> di tengah melangitnya 
> biaya produksi. Sedikitnya 4 juta unit UKM telah
> menjadi tumbal krisis, 
> menurut data Kementerian UKM. Kehancuran perusahaan
> menengah dan kecil 
> inilah yang kemudian menyumbang tingkat pengangguran
> hingga 40 juta orang 
> sejak 1997. Produktivitas dan inisiatif rakyat untuk
> bertahan hidup dalam 
> alam neoliberal dilumpuhkan.
> 
> Liberalisasi perdagangan
> Dari negara eksportir gula terbesar dunia setelah
> Kuba di tahun 1930-an, 
> kini Indonesia adalah juara kedua importir gula
> terbesar setelah Rusia. 
> Jatuhnya harga gula lokal akibat industri gula yang
> rendah produktivitas 
> serta tarif masuk yang murah, telah membuat petani
> tebu menjerit karena rugi 
> jutaan rupiah per hektare tanahnya. Pemerintah
> berdalih, tarif diturunkan 
> agar mengurangi penyelundupan. Namun ini dua hal
> yang berbeda, karena 
> pemberantasan penyelundupan ialah pertarungan di
> wilayah hukum dan 
> birokrasi, yang tak bisa dibarter dan bukan harus
> dengan membangkrutkan 
> petani tebu dalam negeri.
> 
> Skala liberalisasi perdagangan terus meluas.
> Pemerintah SBY berencana 
> menandatangani kesepakatan penghapusan 8.000 item
> tarif produk China bulan 
> Juli nanti di Beijing, termasuk produk-produk
> agroindustri.
> 
> Privatisasi
> Menneg BUMN Sugiharto menyatakan belum lama ini
> bahwa dari total aset BUMN 
> tahun 2003 senilai Rp1.163,6 triliun, perolehan laba
> sangat kecil, hanya 
> Rp25,6 triliun. Tidak efisiennya pengelolaan menjadi
> sumber utama kecilnya 
> keuntungan. Penyehatan dan peningkatan efisiensi
> BUMN menjadi solusinya, 
> termasuk lewat merger sejumlah BUMN dan privatisasi
> sejumlah lainnya.
> 
> Namun privatisasi sebagai jalan keluar untuk
> menyehatkan BUMN lebih 
> merupakan sebuah argumen untuk membenarkan tindakan
> menjual aset negara. 
> Beberapa yang telah diprivatisasi ternyata BUMN
> sehat dengan laba yang 
> stabil, seperti Telkom dan Angkasa Pura. BUMN lain
> yang masih 'sempoyongan' 
> pun disehatkan dulu sebelum dijual, lewat
> penyuntikan puluhan triliun uang 
> rakyat melalui program BLBI dan obligasi
> rekapitalisasi senilai 650 triliun 
> rupiah. Privatisasi, revitalisasi, atau apa pun
> istilahnya, sesungguhnya 
> merupakan eufemisme dari penggadaian aset-aset
> negara yang menguasai hajat 
> hidup orang banyak. Rakyat kemudian dipaksa memikul
> dampaknya, dengan 
> membayar lebih mahal berbagai bentuk fasilitas dan
> pelayanan publik yang 
> telah dikomersialkan ini. Publik kehilangan jaminan
> untuk membeli komoditas 
> dan jasa vital dengan harga murah.
> 
> Eufemisme ini semakin absurd saat Sugiharto
> menambahkan bahwa prioritas 
> pemilikan saham BUMN yang diprivatisasi adalah pada
> para karyawan BUMN itu 
> sendiri. Meskipun dalam praktik bisa saja karyawan
> ikut membeli saham, namun 
> mereka tidak akan mungkin meraih posisi sebagai
> pemilik saham mayoritas yang 
> dapat mendrive kebijakan BUMN itu. Penghasilan
> mereka jelas tidak 
> memungkinkan para pekerja itu bertransformasi
> menjadi pemilik modal. Pihak 
> yang paling siap untuk membeli BUMN ialah pemodal
> internasional, seperti 
> ditunjukkan oleh George Soros saat membeli Bentoel
> dan Astra.
> 
> Jalan keluar
> Dampak dari kebijakan ekonomi neoliberal amat luas,
> mencakup seluruh aspek 
> kehidupan umat manusia di semua negara. Dengan
> menetapkan kebijakan ini 
> sebagai orientasi pembangunan ekonomi, pemerintah
> SBY menempatkan rakyat 
> pada posisi semakin sulit.
> 
> Kita menuntut keberanian pemerintah untuk mengoreksi
> keputusan-keputusan 
> ekonomi yang telah mereka buat. Proteksi terhadap
> industri dalam negeri 
> harus ada, berupa penentuan tarif, pemberian subsidi
> dan pembatasan impor. 
> Sikap ini sudah pasti akan menimbulkan reaksi dari
> negeri-negeri yang merasa 
> dirugikan. Tindakan Hugo Chavez yang menentang
> kesepakatan NAFTA yang 
> merugikan rakyat Venezuela patut menjadi contoh.
> Atau pemerintah Vietnam 
> yang bertindak sangat selektif terhadap
> sektor-sektor yang akan 
> diliberalisasi.
> 
> Rakyat berdiri di belakang Soekarno saat ia menolak
> kolonialisme 
=== message truncated ===


Bacalah artikel tentang Islam di:
http://www.nizami.org


                
__________________________________ 
Do you Yahoo!? 
Yahoo! Mail - Helps protect you from nasty viruses. 
http://promotions.yahoo.com/new_mail


***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Kirim email ke