MEDIA INDONESIA
Rabu, 29 Juni 2005


Cegah Muntaber Cukup dengan Lingkungan Sehat


SETIAP tahun penyakit muntaber agaknya menjadi kejadian tak terelakkan di 
Indonesia. Juni ini wabah muntaber menyerang Kabupaten Tangerang. Puluhan nyawa 
melayang dan ratusan penderita dirawat di puskesmas dan RS. Menko Kesra Alwi 
Shihab pun menyatakan wabah itu sebagai kejadian luar biasa (KLB). Dan 
Pemerintah Kabupaten Tangerang menetapkan wilayah Pantai Utara Tangerang 
endemik muntaber.

Menurut Direktur Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P3L) 
Departemen Kesehatan I Nyoman Kandun, wabah muntaber sangat erat kaitannya 
dengan belum membudayanya gaya hidup sehat dan bersih di masyarakat.

''Hal itulah yang menyebabkan kejadian wabah muntaber selalu berulang,'' kata 
Nyoman.

Menurut dia, faktor 5F terkait erat dengan munculnya muntaber. Yang dimaksud 
Nyoman dengan 5F yakni feses (tinja manusia mengandung kuman penyebab 
muntaber), finger (jari-jari tangan tidak dicuci bersih saat makan), flies 
(lalat penyebar kuman dari feses ke banyak tempat, fluid (air tercemar kuman), 
dan field (tanah/lingkungan yang tercemar kuman).

Buang air besar (BAB) di sungai, lanjut Nyoman, bisa menyebarkan kuman penyebab 
muntaber. Apalagi jika sungai digunakan untuk mencuci bahan serta alat makan, 
dengan mudah kuman masuk ke sistem pencernaan. Saat banjir, air sungai bisa 
mencemari sumur yang tidak memiliki bibir sumur atau dasarnya tidak dilapisi 
semen.

''Semua pengetahuan tersebut harus disebarluaskan dan dimengerti masyarakat 
luas, agar mereka sadar bisa melakukan tindakan pencegahan.''

Selain kesadaran, lanjutnya, diperlukan juga ketersediaan sarana dan prasarana 
yang mendukung upaya pencegahan tersebut. Misalnya, jamban dan sumur sesuai 
standar kesehatan. Dalam hal ini, menurut Nyoman, Depkes sudah melakukan 
usaha-usaha semaksimal mungkin, sesuai dengan kapasitasnya yakni membuat 
panduan (guidelines) standar hidup bersih dan sehat.

Namun untuk penerapan di lapangan, Depkes tidak bisa bekerja sendirian. 
Pasalnya, usaha pencegahan tersebut berkaitan dengan usaha mengubah gaya hidup 
suatu masyarakat. ''Orang bilang, memindahkan gunung itu sulit, namun mengubah 
perilaku hidup orang akan lebih sulit lagi,'' ungkap Nyoman.

Untuk itu, lanjutnya, diperlukan kerja sama lintas sektoral dari seluruh pihak 
dan di seluruh tingkatan, mulai tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, 
kelurahan, hingga RT/RW. ''Dalam hal ini, boleh dikatakan, semua departemen 
harus terlibat sesuai dengan kapasitasnya masing-masing. Jadi harus dimengerti, 
masalah ini tanggung jawab bersama semua pihak. Jangan setiap kali ada orang 
sakit semua menyalahkan Depkes,'' ujar Nyoman.

Nyoman mencontohkan perlunya keterlibatan Departemen Pendidikan bisa 
meningkatkan pengetahuan tentang budaya hidup bersih dan sehat melalui sekolah, 
Departemen Agama dengan upaya implementasi hadis 'kebersihan sebagian dari 
iman', Dinas Pekerjaan Umum bisa mengadakan proyek pembangunan jamban dan sumur 
sehat, Departemen Dalam Negeri bisa mengusahakan kegiatan swadaya masyarakat, 
seperti PKK dan posyandu bisa berjalan.

''Kami dari Depkes menyiapkan guidelines standar hidup bersih dan sehat, 
membangun proyek percontohan yang dimanfaatkan dan dikembangkan masyarakat,'' 
imbuh Nyoman.

Banyak minum
Sementara itu, spesialis gizi dr Ekky M Rahardja mengatakan ada beberapa jenis 
makanan yang tidak boleh dikonsumsi penderita muntaber sehubungan dengan 
kondisi dinding ususnya (epitel) yang mengalami kerusakan. Makanan tersebut, 
antara lain yang bertekstur kasar (keras), berbumbu kuat (misalnya pedas), 
serta berserat tinggi.

''Makanan bertekstur kasar harus dihindari karena bisa memperparah kerusakan 
dinding usus penderita muntaber. Sedangkan makanan berbumbu kuat bisa 
merangsang gerak peristaltik usus yang selanjutnya merangsang penderita untuk 
BAB.''

Demikian juga makanan berserat tinggi, kata Ekky, bisa merangsang refleks 
defekasi (perasaan ingin BAB). Pemberian cairan sebanyak-banyaknya harus 
dilakukan untuk mengganti cairan tubuh dan elektrolit yang hilang bersamaan 
dengan keluarnya cairan saat penderita muntaber. Jika masih memungkinkan, 
katanya, cairan diberikan melalui mulut (minuman). ''Minuman apa saja, terutama 
oralit atau larutan gula garam untuk menormalkan keseimbangan elektrolitnya,'' 
ungkap staf pengajar bagian Gizi Medik Fakultas Kedokteran, Universitas 
Tarumanagara, Jakarta.

Jika pemberian cairan melalui mulut tidak memungkinkan, lanjut Ekky, cairan 
diberikan melalui infus, biasanya berupa dextrose dan NaCl. Jika kondisi kritis 
sudah terlampaui, barulah pemberian makanan bisa dilakukan secara bertahap 
mulai dari makanan cair, lunak dan lumat. Dosis pemberian disesuaikan dengan 
kebutuhan gizi dan toleransi penderita. (Nik/H-1)
++++


Bubur Tempe, Oralit, Teh Pahit untuk Cegah Muntaber


SEBETULNYA mencegah terjadinya muntaber sangatlah mudah. Selain menjaga 
kebersihan diri, biasakan pula cuci tangan dengan sabun sebelum makan. Dan yang 
penting setiap rumah memiliki sarana sanitasi memenuhi persyaratan.

Namun adakalanya penanganan muntaber terlambat sehingga banyak anak meninggal 
saat dibawa ke puskesmas untuk mendapatkan pertolongan. Nuri Andarwulan, ahli 
gizi dari Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology Center 
(Seafast Center) Institut Pertanian Bogor (IPB) menuturkan ada beberapa nutrisi 
yang bisa menyembuhkan muntaber, di antaranya oralit, teh, ekstrak daun jambu, 
dan bubur tempe.

Oralit

Oralit bertujuan menyeimbangkan cairan di dalam tubuh. ''Sebab bila tubuh 
kekurangan cairan akibat dari dehidrasi ini, maka sel-sel tubuh secara 
keseluruhan akan rusak. Sel-sel yang rusak tidak hanya di pencernaan, tetapi 
sampai ke jantung, otak, kulit, dan semuanya. Karena itu, bila tidak diatasi 
segera pasien muntaber bisa tidak sadarkan diri dan meninggal dunia.''

Menurut Nuri, susu bisa juga dijadikan pengganti cairan. Namun tidak semua 
orang cocok. Sebab, ada sebagian orang yang mengalami lactosa intolerance dan 
ada pula enzim di dalam tubuh yang tidak sanggup memecah lemak tinggi dari 
susu. ''Apabila ada orang alergi susu, maka ketika mengalami diare jelas hal 
itu tidak ada manfaatnya. Akibatnya, diare semakin parah.''

Itulah sebabnya, lanjutnya, banyak kejadian para balita justru mengalami diare 
semakin parah ketika diberi susu. Sebab, pada balita, produksi enzim lipase 
yang berfungsi memecah lemak tinggi di dalam susu belum mencukupi. Karena itu 
diarenya makin parah apabila anak diberi susu full cream.

Teh pahit dan ekstrak daun jambu

Lebih lanjut, Nuri mengatakan untuk memampatkan tinja bisa dengan minum teh 
pahit atau ekstrak daun jambu. ''Ini pengalaman nenek moyang yang sudah 
dibuktikan secara empiris maupun klinis. Sebab teh dan ekstrak daun jambu 
mengandung tanin.''

Di dalam tanin, jelas Nuri, terdapat kandungan antibakteri dan antitoksin. Oleh 
sebab itu, orang yang telah mengetahui ada gejala diare, biasanya langsung 
minum teh pahit. Ini mudah didapatkan dalam kehidupan sehari-hari.''

Sedangkan pembuatan ekstrak daun jambu juga cukup mudah, yakni cuci daun jambu 
biji yang masih muda kemudian direbus dan minum hangat-hangat.

Bubur tempe

Pada pascadiare, pasien memerlukan nutrisi yang cukup agar tubuh kembali sehat 
dan bugar. Nutrisi terbaik untuk memulihkan kesehatan pasien muntaber dengan 
pemberian bubur tempe. ''Memang orang yang baru sembuh dari sakit diare tidak 
bisa diberi makanan kasar, karena dinding usus masih dalam tahap pemulihan. 
Maka makanan yang lembut sangat bermanfaat untuk memulihkan kondisi tubuh.''

Tempe berdasarkan hasil penelitian Puslitbang Gizi dan Pangan IPB, kata Nuri, 
sangat berfaedah bagi penderita muntaber yang membutuhkan nutrisi mudah 
diserap. Caranya, tempe diolah menjadi bubur, seperti halnya bubur bayi. 
''Bubur tempe ini sebetulnya telah diproduksi oleh Puslitbang Gizi dan Pangan 
IPB namun belum begitu memasyarakat.''

Mengapa tempe? Menurut Nuri, tempe merupakan produk fermentasi kedelai yang 
disebut kapang. Mayoritas kapang ini merupakan golongan rhisopus oligosphorus.

''Kapang berfungsi memecah protein, karbohidrat, dan lemak di dalam kedelai 
menjadi senyawa yang lebih sederhana dan menghasilkan protein lebih tinggi.''

Selain itu, lanjut Nuri, kedelai juga menghasilkan vitamin B12 dan mineral 
tinggi sehingga mudah diserap usus. Dan tempe telah terbukti mampu mereduksi 
bakteri jahat di dalam diare. ''Jadi, tempe telah mengandung gizi lengkap, 
yakni protein, lemak, karbohidrat, vitamin, dan mineral.''

Nuri mengatakan Puslitbang Gizi dan Pangan IPB sebetulnya telah memproduksi 
bubur instan tempe. Namun masyarakat bisa membuatnya sendiri dengan cara 
mengukus tempe kemudian diulek sampai lembut. Untuk membuat bubur sama dengan 
membuat bubur nasi. Tempe dicampur dengan air atau air kaldu dan diberi garam 
secukupnya agar rasa bubur tempe enak. (Nda/H-1)

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke