----- Original Message ----- 
From: "BECKhoo" <[EMAIL PROTECTED]>

BK: 
Menurut saya, cara anda ikut2 manggil 'Ontohood' mirip anak kecil. 
Saya pilih ngga melayani dan hanya menjawab point yang perlu dijawab 
secara serius ketimbang terjerumus bales2an ala anak TK.

JG :
> > Kasus paling parah misalnya matinya 71 orang karena kelaparan dan 
> > penyakit di Semenyih detention centre setelah ditahan berminggu-
> > minggu. Setiap kali selalu saja ada TKI mati, diperkosa (jangan 
> kata lagi yang 'cuma' di-abuse, diperas atau diambil barang 
> berharganya) 
> di tengah2 operasi nasihat, tegas dan sejenisnya atau di 
> detention camp.
> 
> Sampai saat ini, bagaimana sikap/tindakan pemerintah Indonesia 
> (kedubes dan konsulat) dalam mendampingi para TKI itu?

BK:
Memang harus diakui bahwa tingkat penanganan pemerintah Indonesia 
terhadap TKI ilegal sangat kurang. Duta Besar cenderung lip-service 
dan underdog di Malaysia, salah satu yang paling chicken adalah 
Rusdihardjo yang mantan Kapolri kagak berprestasi itu, yang perlu2nya 
minta maaf dengan memburukkan negara sendiri.

Tapi semua itu ada penyebabnya. Pemerintah Indonesia tidak akan mampu 
mengontrol besarnya influx TKI ilegal ke wilayah Malaysia. 
Pengontrolan itu harus dilakukan dengan kerjasama oleh kedua belah 
pihak. Faktanya adalah selama hampir dua dekade terakhir Malaysia 
telah menciptakan problem sendiri dalam bentuk jutaan illegals akibat 
dari :

1. Kesengajaan membiarkan wilayah2 terbuka dan tidak terjaga yang 
mudah disusupi oleh TKI, tujuannya untuk mensupply industri dan 
perkebunan di Malaysia dengan tenaga kerja semurah2nya; meskipun 
secara formal ada ancaman hukuman untuk mempekerjakan illegals.

2. Ketidak-tegasan pemerintah Malaysia sampai saat ini untuk menindak 
majikan pemakai TKI illegal. TKI tidak akan masuk terus jika di 
ujungnya tidak ada majikan yang terus-menerus memberikan lapangan 
kerja.

Gampangnya masuk dan nyamannya TKI ini di Malaysia selama beberapa 
waktu bisa terlihat dari bagaimana mereka beranak-pinak di Malaysia; 
sehingga ketika pemerintah Malaysia mengusir mereka keluar secara 
massal, yang mati di penampungan 90% adalah orang tua dan bayi/balita 
yang bukan merupakan tenaga kerja aktif.

Fakta2 di lapangan sebenarnya mengindikasikan kuat bagaimana aparat 
Malaysia bekerja-sama dengan majikan2 TKI gelap untuk menskedulkan 
pengusiran, sehingga menjelang pengusiran, majikan2 berhenti 
membayarkan gaji. Menjelang operasi Tegas 2005 ini saja, Migrant Care 
mengestimasikan sejumlah RM 1.8 milyar gaji TKI belum dibayarkan. Ini 
adalah jumlah yang luar biasa besar dan kalau harus dibayarkan 
Treasury Board bisa menimbulkan defisit Belanja Negara.

Struktur Indonesia berbeda dengan Malaysia. Meskipun Malaysia juga 
luar biasa korup dan bobrok, tapi rasio natural resources percapita 
jauh lebih besar daripada Indonesia. Gamblangnya saja, Malaysia punya 
cadangan minyak 3.2 milyar barrel dan gas alam 55 milyar cubicmeter 
untuk 24 juta orang (alias 133 juta barrel percapita untuk minyak dan 
2300 juta cubicmeter percapita untuk gas). Sementara Indonesia punya 
5 milyar barrel cadangan minyak dan gas alam 75 milyar cubicmeter 
untuk 210 juta orang (alias 21 juta barrel percapita untuk minyak dan 
357 juta cubicmeter percapita untuk gas). Malaysia adalah Iraknya 
ASEAN. 

Saat ini Malaysia net exporter 400,000-600,000 bbl/d sementara 
Indonesia net importer 100,000-250,000 bbl/d. Coba kalikan dengan U$ 
60/bbl. Kalau kondisi dibalik, sori2 saja, dengan standard Malaysia 
seperti sekarang, yang akan mereka alami lebih dari sekedar beberapa 
puluh kasus busung lapar.

Pemerintah Indonesia punya masalah sendiri, tapi mereka takkan punya 
daya untuk menghalangi arus migrasi orang2 yang hendak mencari gaji 
besar dalam Ringgit, jika tidak bisa jadi warga tetangga nan kaya, 
setidaknya bisa balik kampung untuk retire young retire rich. Tidak 
akan bisa, selama di seberang menyambut dengan tangan terbuka, 
mengeksploitasi mereka, lalu kemudian mendeportasi secara massal 
dalam puluhan-ratusan ribu ke kota2 perbatasan yang tidak memiliki 
penampungan memadai. Hey, Seoul dan Sydney saja untuk menyambut 
belasan ribu atlit dan kontingen Olimpiade perlu membangun selama 5 
tahun. Apa kota kecil kayak Nunukan bisa disulap secara instan 
menjadi tempat penampungan yang memadai ?

Dengan jumlah TKI illegal asal Indonesia yang pernah mencapai hampir 
2 juta orang berkeliaran di seantero Malaysia, 1% saja kasus berarti 
sudah ada 20,000 kasus. Berapa jumlah pegawai KBRI untuk mengurus 
itu? Berapa jumlah staff Migrant Care ?

Pernah ngga hal2 begitu dipikirin sebelum mencela dan menghujat ? 
Kasus TKI illegal yang diexploit secara tidak semena2 begini oleh 
Malaysia adalah tragedi, dan oleh karena itu nahan dirilah cari 
solusi bukan menyalah2kan !

JG :
> > Berapa sebenarnya yang 'dicambuk dan masih ingin kembali ke 
> > Malaysia' ? Rata2 yang diinterview itu adalah yang belum 
dicambuk, 
> > cuma yang digebah keluar lantas masuk lagi setelah kondisi reda. 
> 
> Artinya ada yg diusir pulang baik sempat dicambuk ataupun tidak, 
> walaupun demikian masih tetap berusaha utk masuk kembali ke 
> Malaysia. Benarkah demikian?

BK :
Untuk kasus yang diusir, memang ada yang kembali. TKI2 itu rata2 
pernah pegang ribuan Ringgit (dirupiahkan bisa jadi jutaan sampai 
belasan bahkan puluhan juta Rp), sebelum akhirnya disita petugas dan 
diporot sana-sini. Tapi di Indonesia, mereka takkan pernah pegang 
duit sebanyak itu yang bisa mewujudkan macam2 impian secara instan. 
Akibatnya mereka tidak kapok untuk kembali, dengan anggapan, lain 
kali saya pasti lebih beruntung.

Tapi kebanyakan jika pernah mengalami abuse, ditelanjangi, dipukuli, 
diperkosa, mereka kapok dan memilih tidak kembali.

Saya tidak pernah menemui kasus setelah dicambuk, masih kembali ke 
Malaysia. Terutama untuk laki2, cambukan bersifat violation terhadap 
tubuh dan umumnya sangat memalukan untuk muslim. Biasanya sakit-hati 
sangat mendalam, disamping keluhan2 medis seperti impoten dll yang 
asalnya sebenarnya dari dalam jiwa.

Karena itu saya minta, kalau memang ada kasusnya, mana BUKTInya dan 
apakah memang significant ? Jangan gampang sekali anda ambil 
kesimpulan dengan memutar lidah saja.

JG :
> Kata2 busung lapar yg dipakai adalah sebuah istilah utk 
> menggambarkan kemiskinan. Dan memang itulah yg terjadi, seperti yg 
> sudah saya kemukakan sebelumnya, terjadi perbedaan tingkat 
> pendapatan yg significant antara Indonesia dan Malaysia. Di 
> Indonesia menganggur tidak bekerja, ataupun kalau bekerja hasilnya 
> terlalu minim; hal ini menimbul keberanian mengambil resiko sebagai 
> pekerja ilegal karena adanya opportunity utk better living.

BK :
Oh ya, sekarang anda bilang 'busung lapar' hanya konotasi kemiskinan ?

Kalau berdebat sebaiknya pakai kejujuran, bukan permainan semantik. 
Kasus busung lapar ini yang katanya sedang marak, sebenarnya 
kasuistik dan jumlahnya tidak materiil secara % terhadap populasi. 
Ini lebih sebagai mismanagement, melihat kasus justru terjadi di 
wilayah yang surplus produksi pangan.

Sekarang anda mengatakan mereka mencari 'opportunity better living', 
setelah kemarin menulis 'pilihannya antara jadi TKI ilegal dan busung 
lapar'.

JG :
> Hal ini akan sangat sukar sekali diatasi dengan kondisi ekonomi yg 
> sampai sekarang masih terpuruk yg masih tidak memungkinkan 
> terciptanya cukup banyak lowongan kerja, apalagi dengan pendapatan 
> yg memadai. Mungkin akan lebih mudah bila para TKI ilegal itu 
diberi 
> latihan/training secukupnya sesuai dengan kebutuhan pekerjaan yg 
ada 
> di Malaysia sehingga dapat ke Malaysia sebagai TKI legal.

BK :
Sudah saya jelaskan di atas.

Jika kebutuhan Malaysia adalah ratusan ribu pekerja, dengan banyaknya 
wilayah terbuka dan majikan TKI gelap yang dibiarkan terus menadah; 
menjadi TKI ilegal adalah jawaban TERCEPAT untuk orang2 tsb.

Buat apa mereka ikut training jika itu berarti harus menunggu 
berbulan2 sementara mereka bisa menyelinap ke seberang, langsung 
digaji ratusan sampai seribuan Ringgit sebulan; kecuali mereka sial 
karena ketangkap atau tidak dibayar majikan.

Anda harus tahu bahwa rakyat negara ini ratusan juta, garis 
perbatasan antara Indonesia-Malaysia mencapai 1,800 kilometer. Mau 
dijaga bagaimana ? Kalau Indonesia mau tertib, bisa ngga Malaysia 
menertibkan pengusaha2nya sendiri untuk tidak terus-menerus 
menyediakan expressway ? 
  
JG :
> > Dan kamu, Jonathan, tidak ada niatan untuk mencoba memahami itu 
> > semua. Asalkan ada celah menghina Indonesia, maka kamu manfaatkan 
> > saja tulisan2 kacangan yang sumir dan baseless begini.
> 
> In khan pandangan ontohood yg subjektif toh!

BK :
Mendingan begini deh. Soal TKI ini anda ngga usahlah berdebat dengan 
saya, ngga levellah. Bukan saya nyombong. Saya hidup di Malaysia 
hampir 5 tahun, saya pernah 2 tahun aktif di WAO yang sering 
berurusan dengan NGO seperti Tenaganita. 

Sedangkan anda, kita semua sudah tahu, tahunya ngeGoggle doang. 
Upayamu untuk memakai artikel keledai itu untuk memuaskan hobby 
trippingmu gagal total. Akui saja, knape.

BK





***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, www.ppi-india.da.ru; 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke