http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/7/15/p1.htm


Kongkalikong Legislatif-Eksekutif.....
Aturan Gamang, Peluang ''Selingkuh'' Terbuka 
EKSEKUTIF dan legislatif adalah dua lembaga yang dalam konsep trias politika 
ditakdirkan bekerja sama. Kebijakan eksekutif haruslah mendapat restu dari para 
legislator yang mewakili jutaan rakyat sebagai pendukungnya. Demikian juga 
sebaliknya, rancangan hukum yang merupakan inisiatif Dewan tetap harus 
melibatkan eksekutif sebagai pihak pelaksana. Inilah kemitraan kesejajaran 
dalam birokrasi. Sayangnya, konsep kemitraan ini berkembang menjadi 
perselingkuhan kepentingan akibat longgarnya rambu-rambu hukum. Celah yang 
relatif kecil tetap bisa dikelola dua lembaga ini untuk kepentingan 
mengatasnamakan rakyat. Bahkan, dalam pengelolaan keuangan sering kali terjadi 
barter kepentingan agar sama-sama untung. Mengapa ini mesti terjadi dan 
bagaimana penyiapan perangkat hukum sebagai solusinya?

Perselingkuhan kepentingan yang sering dikonotasikan dengan penganggaran 
keuangan negara untuk kepentingan pribadi, bisa menjadi legal karena lemahnya 
hukum. Ini terjadi, ketika legislatif diberikan hak pengelolaan keuangan secara 
otonomi. Akibatnya, ancaman pidana pun membayangi perilaku semacam ini. Kasus 
ini tercermin dalam bidikan kejaksaan atas kasus dugaan korupsi dana APBD 
sampai milyaran. 

Kini, ketika masa transisi terjadi, pihak DPR-RI berencana membangun kembali 
ruang jelas atas hubungan eksekutif-legislatif. Ketua Tim Legislasi DPR-RI Dr. 
Muhammad AS Hikam mengaku kalau lembaganya kini sedang menggodok aturan hukum 
soal pengelolaan keuangan. Menurut mantan Menristek ini, UU pengelolaan 
keuangan kedua negara ini nantinya akan dirancang otonom. Ke depan para wakil 
rakyat akan memiliki hak yang lebih jelas dalam pengelolaan keuangan. ''Dewan 
selama ini terkesan 'disusui' eksekutif karena nafkahnya ada di tangan 
eksekutif. Tak jarang kondisi ini memunculkan nilai tawar, mengingat para wakil 
rakyat juga punya hak mengkritisi pemerintah,'' paparnya ketika berdialog 
dengan komponen masyarakat Bali baru-baru ini di Wiswa Sabha Kantor Gubernur 
Bali.

Bagi AS Hikam, pengelolaan keuangan negara yang otonom akan menjadi salah satu 
solusi menekan terjadinya kolusi kepentingan. Ia tak sependapat jika kolusi 
legislatif-eksekutif menggurita akibat tak adanya lembaga independen yang 
mengawasi hubungan kerja mereka. 

Aturan Gamang

Menyikapi rencana pemisahan anggaran ini direspons pesimis oleh mantan Wakil 
Ketua DPRD Kota Denpasar I Nyoman Gede Subrata Lempung, S.H. Ia menilai sistem 
kerja semacam ini sudah diberlakukan lima tahun lalu. Sayangnya, lambatnya 
pusat dalam membuat aturan yang tegas dan jelas, otonomi keuangan ini akhirnya 
berbuah sangkaan korupsi. ''Aturan hukum dengan pasal-pasal karet sangat rawan 
dalam pengelolaan keuangan. Ke depan aturan hukum otonomi pengelolaan keuangan 
inilah yang harus dirancang simpel agar tak bisa ditafsirkan ganda,'' sarannya.

Subrata Lempung mengaku sangat sulit menilai bahwa hubungan 
legislatif-eksekutif adalah hubungan kongkalikong. Masalahnya, hubungan kerja 
eksekutif-legislatif tetap memiliki rujukan hukum yang jelas. ''Pengelolaan 
keuangan dalam konteks perumusan APBD sangat jelas. Tak ada istilah 
pengalokasian dana-dana tak sesuai aturan hukum,'' tegasnya.

Jika pemerintah ke depan ini memberdayakan semua komponen dalam trias politika, 
maka aturan hukumnyalah yang harus tegas. ''Hindari pasal karet yang bisa 
menjadikan wakil rakyat menjadi korban kepentingan politik,'' desaknya.

Tokoh tua di PDI-P ini mengaku nyaris semua kebijakan yang keluar aroma 
politiknya amat kental. Pemindahan pengalokasian keuangan Dewan ke pos 
eksekutif dinilai sebagai upaya memutus hubungan wakil rakyat dengan massa yang 
diwakilinya. ''Aturan hukum yang dirancang untuk penyelamatan kekuasaan dan 
kepentingan partai penguasa harus dihindari. Jika ini terjadi, kebijakan yang 
mengatasnamakan hukum administrasi pengelolaan negara, tetap saja tak sehat 
bagi kehidupan berbangsa,'' kritiknya.

Salah Kaprah

Selebihnya, Ketua DPD Partai Golkar Denpasar I Ketut Suwandhi, S.Sos. menilai 
tudingan kongkalikong eksekutif-legislatif merupakan bentuk-bentuk salah 
kaprah. Kesan ini bisa muncul karena pengamat melihatnya dari satu sisi. 
''Pengelolaan pemerintahan mutlak didasari hubungan selaras antara 
eksekutif-legislaif dan yudikatif. Selama ini, legislatif dan eksekutif saja 
yang disoroti miring,'' ujarnya.

Suwandhi melihat konsep hubungan dua lembaga ini haruslah diterjemahkan secara 
lebih jelas lewat rambu hukum. Sayangnya, aturan yang ada menggunakan 
bahasa-bahasa yang sangat bias sehingga memunculkan penafsiran. ''Penguasa 
haruslah merancang hukum yang simpel dan dipertegas dengan PP. Selama ini yang 
terjadi undang-undang turun namun peraturan pendukungnya berupa PP sering 
ngaret,'' kritiknya.

Ia berharap pemerintah pusat bisa melihat karakteristik pemerintahan daerah. 
Sebagai pihak yang bersentuhan langsung dengan pengalokasian keuangan rakyat, 
legislatif-eksekutif sangat rentan disalahkan. ''Ketika yudikatif melihat atau 
menafsirkan bahasa hukum berbeda dengan pandangan legislatif-eksekutif, maka 
tudingan korupsi akan muncul. Padahal, kebijakan itu dalam konteks otonomi 
keuangan legislatif-eksekutif didasari undang-undang,'' jelasnya.

Suwandhi yang kini menjabat Wakil Ketua DPRD Kota Denpasar berharap agar payung 
hukum yang menjadi dasar legislatif melaksanakan hak dan kewajibannya bahasanya 
simpel dan memiliki rentang angka yang jelas. Dalam kasus terakhir, ia 
mengatakan tak adanya rentang angka-angka pengalokasian hak Dewan, membuat 
pembahasan APBD molor. Kewenangan eksekutif dalam menyortir hasil kerja 
legislatif haruslah dipertegas baik dari batas waktu dan item yang layak 
dikaji. Ini penting, agar kesan bahwa legislatif-eksekutif berselingkuh untuk 
kepentingan pribadi bisa ditekan.

* dira arsana 


[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke