Kok ujuk-ujuk Asvi W Adam muji-muji Gus Dur di KOMPAS hari ini. Ada apa dengan 
Pendekar Si Buta dari Ciganjur ini? Setelah masuk rumah sakit apa ada apa-apa 
dengan beliau? Mohon pada yang tahu, kasi khabar.
Matur Nuwun.
Bobby Budiarto 
 
Gus Dur, Pahlawan HAM 

Oleh: Asvi Warman Adam

Banyak cara untuk melihat dan menilai mantan Presiden Abdurrahman Wahid yang 
akrab disapa Gus Dur. Salah satunya dari perspektif hak asasi manusia. Gus Dur 
boleh dikatakan adalah pahlawan HAM.

Gus Dur membuka paradigma baru dengan menerobos tembok- tembok pemikiran lama. 
Ia ingin setiap orang diperlakukan setara dalam hukum, tanpa membeda- bedakan 
warna kulit, etnis, agama/ideologinya. Gus Dur menghargai mereka sebagai sesama 
manusia dan warga negara.

Membuka cakrawala

Ia membubarkan Bakorstranas—lembaga ekstrayudisial penerus Kopkamtib—yang 
memiliki kewenangan luas untuk menindas. Ia juga menghapuskan penelitian khusus 
(litsus) yang selama ini digunakan untuk ”menakuti” pegawai negeri agar tidak 
bersikap kritis. Gus Dur membuka cakrawala masyarakat agar lebih toleran 
terhadap ajaran atau paham politik mana pun. Ini ditunjukkannya dengan usulan 
mencabut Tap MPRS No XXV/ 1966 soal pembubaran Partai Komunis Indonesia dan 
pelarangan penyebaran ajaran marxisme, komunisme, dan leninisme.

Selama Orde Baru, Tap MPRS telah menjadi sandaran berbagai peraturan 
perundangan yang diskriminatif. Penduduk usia di atas 60 tahun di DKI mendapat 
KTP seumur hidup. Kebijakan itu diambil agar tidak merepotkan warga lanjut 
usia. Namun, bagi mereka yang tersangkut G30S, ketentuan itu tidak berlaku.

Untuk pemilihan anggota legislatif (berlaku mulai tahun 2009), pasal 
diskriminatif yang melarang mereka yang tersangkut G30S untuk dicalonkan 
dicabut Mahkamah Konstitusi. Namun, di tempat lain masih berlaku seperti dalam 
Undang-Undang Pemilihan Presiden, bahkan dalam pemilihan badan perwakilan desa.

Gus Dur ingin membangun Indonesia baru yang damai tanpa prasangka, bebas dari 
kebencian. Untuk itu, masa lalu yang kejam, kelam, dan tidak toleran harus 
diputus. Partisipasi masyarakat harus dibangun. Dengan kesetiakawanan yang luas 
dan menyeluruh, kita baru bisa membangun Indonesia yang kuat. Untuk itu Gus Dur 
tidak keberatan meminta maaf kepada korban 1965 yang diserang Banser NU.

Meski Gus Dur mengatakan bahwa ia juga memiliki kerabat yang terbunuh dalam 
peristiwa Madiun 1948, tetapi balas dendam tidak ada gunanya. Kita tidak akan 
mampu mewujudkan rekonsiliasi tanpa menghilangkan stigma atau kecurigaan 
terhadap suatu kelompok. Masih ada yang percaya, suara bekas tapol adalah upaya 
cuci tangan atau kebangkitan kembali komunisme.

Langkah pertama dalam mereparasi masa lalu adalah mendengarkan suara korban. 
Untuk itu, Gus Dur mengutus Menteri Kehakiman Yusril Ihza Mahendra ke Eropa, 
mendengarkan keluhan ratusan eksil, yang setelah peristiwa 1965 dicabut 
paspornya oleh KBRI di berbagai negara. Padahal, sebagian besar mereka adalah 
mahasiswa ”duta Ampera” yang dikirim pemerintah untuk belajar di negara-negara 
sosialis. Sayang, tindak lanjut pertemuan itu tidak terwujud hingga kini.

Hilangkan diskriminasi

Gus Dur menghilangkan diskriminasi terhadap etnis Tionghoa dengan Inpres No 
6/2000 tanggal 17 Januari 2000, mencabut Inpres 14/1967 tentang agama, 
kepercayaan, dan adat istiadat China. Pada masa Orde Baru, orang takut 
bersembahyang di klenteng atau melakukan acara budaya Tionghoa lain. Namun, 
sejak pemerintahan Gus Dur, tahun baru Imlek diperingati disertai pertunjukan 
barongsai.

Saya teringat malam kesenian yang diadakan Perhimpunan Inti 
(Indonesia-Tionghoa), 17 Agustus 2004 di Graha Sarbini, Jakarta. Ketika acara 
dimulai, muncul Salahuddin Wahid yang saat itu calon wakil presiden (pasangan 
Wiranto), disusul Hasyim Muzadi yang juga calon wakil presiden (bersama 
Megawati). Pertunjukan berlangsung terus. Ketika Gus Dur masuk ruangan bersama 
istrinya, tanpa komando seluruh hadirin berdiri, memberi rasa hormat. 
Sebelumnya, 10 Maret 2004, Gus Dur diberi gelar ”Bapak Tionghoa” di Klenteng 
Tay Kak Sie, Semarang.

Sebagai manusia, ia tak luput dari kekurangan. Namun, untuk mewujudkan 
kesetaraan antarsesama warga negara, ia memiliki komitmen amat tinggi. Mantan 
presiden yang duduk di kursi roda ini adalah pahlawan HAM.

Asvi Warman Adam Ahli Peneliti Utama LIPI

http://www.kompas.com/kompas%2Dcetak/0507/18/opini/1888210.htm

__________________________________________________
Do You Yahoo!?
Tired of spam?  Yahoo! Mail has the best spam protection around 
http://mail.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Lihat arsip sebelumnya, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



  • [ppiindia] Porno Robertus Budiarto
    • [ppiindia] Gus Dur, Pahlawan HAM Robertus Budiarto

Reply via email to