http://www.suarapembaruan.com/News/2005/07/25/index.html

SUARA PEMBARUAN DAILY 

Intervensi Negara terhadap Ketentuan Agama 
 



Sutarno 

DALAM tulisannya berjudul "Perkawinan, Agama, dan Negara" (Pembaruan, 15/7), 
Salahuddin Wahid menyinggung, salah satu masalah yang sangat penting dan 
prinsipil di dalam kehidupan kita sebagai bangsa dan negara yang berdasarkan 
Pancasila, yaitu masalah intervensi negara terhadap ketentuan agama, dalam hal 
ini Islam, melalui Undang-Undang (UU). 

Dengan menunjuk kepada usul Tim penyusun CLD-KHI (Counter Legal Kompilasi Hukum 
Islam), suatu Pokja Pengarusutamaan Gender Departemen Agama, agar poligami 
dilarang, Salahuddin menyatakan, "Kalau UU KHI mengandung ketentuan yang 
melarang poligami yang notabene tidak dilarang oleh agama Islam, hal itu 
berarti kita membawa negara untuk mengintervensi ketentuan agama Islam." 

Sejalan dengan itu ia juga dengan tegas menolak UU yang mengizinkan pernikahan 
lintas agama. "Tindakan membuat UU yang mengizinkan pernikahan lintas agama," 
katanya, "berarti intervensi oleh negara terhadap ketentuan agama yang diyakini 
oleh mayoritas umat Islam, yang menolak pernikahan semacam itu." 

Dari kedua pernyataan Salahuddin tersebut, sudah jelas bahwa intervensi negara 
melalui UU terhadap ketentuan agama, dengan tegas ditolaknya. 


Agama Tertentu? 

Saya sangat setuju dengan sikap Salahuddin yang tegas menolak intervensi negara 
melalui UU terhadap ketentuan agama. Sebab, kalau itu terjadi, berarti agama 
ditempatkan di bawah kekuasaan negara. Pelarangan negara melalui UU terhadap 
ketentuan-ketentuan agama dan keyakinan para pengikutnya untuk menjalankan dan 
menaati ketentuan-ketentuan agama yang dipeluknya, jelas merupakan pelanggaran 
terhadap salah satu hak-hak asasi manusia yang paling mendasar, yang 
berdasarkan UUD 1945 dijamin. 

Ketaatan terhadap ketentuan agama sebagai konsekuensi dari keyakinan yang 
dipegangi, harus dihormati dan tidak boleh dilarang oleh negara. Keyakinan 
keagamaan, bukan urusan dan tanggung jawab negara, dan negara tidak mempunyai 
wewenang untuk itu. 

Meskipun demikian, berdasarkan pernyataan Salahuddin yang saya kutipkan di 
atas, saya merasakan adanya kejanggalan dan inkonsistensi, bahkan kontradiksi 
dalam sikap dan pemikiran Salahuddin mengenai intervensi negara itu. 

Selain itu, menurut pemahaman saya, juga ketidakadilan. Sebab dalam menyikapi 
masalah tersebut ia rupanya hanya memikirkan kepentingan salah satu agama saja, 
yaitu Islam. Menurutnya, negara tidak boleh mengintervensi ketentuan agama 
Islam yang membolehkan poligami dan melarang pernikahan lintas agama, dengan 
menetapkan UU yang melarang poligami dan membolehkan pernikahan lintas agama. 

Masalahnya, ada agama, sebut saja agama X, yang menurut ketentuan agama itu 
poligami dilarang dan pernikahan lintas agama diizinkan. Jadi, kalau negara 
menetapkan UU yang membolehkan poligami dan melarang pernikahan lintas agama, 
apakah itu tidak berarti bahwa negara sudah mengintervensi ketentuan agama X 
tersebut, yang menurut Salahuddin seharusnya tidak boleh? 

Apakah penolakan terhadap intervensi negara itu hanya berlaku khusus untuk 
agama Islam saja, sedang intervensi negara terhadap ketentuan-ketentuan 
agama-agama yang lainnya, sah-sah saja? 

Apakah ini adil, dan dapat dibenarkan dalam negara kita yang berdasarkan 
Pancasila, di mana tidak hanya agama Islam yang diakui dan dihormati 
hak-haknya, melainkan juga agama-agama lain yang ada dan diakui keberadaannya? 
Jawabnya, menurut hemat saya, jelas tidak adil, dan oleh sebab itu juga tidak 
dapat dibenarkan. 


Konsisten 

Dalam menolak intervensi negara melalui UU terhadap ketentuan agama, 
pelaksanaannya harus konsisten, tidak diskriminatif dan adil. Dengan perkataan 
lain, hal itu harus diberlakukan bagi semua agama yang ada dan diakui di negara 
kita, bukan hanya bagi salah satu agama saja, meskipun agama itu dianut oleh 
bagian terbesar rakyat. 

Dalam hubungan ini hendaknya kita sadari bahwa pada hakikatnya, di dalam negara 
yang mengakui Pancasila dan UUD 1945, di mana keberadaan dan hak-hak berbagai 
agama yang ada itu diakui dan dihormati, negara seharusnya tidak menetapkan UU, 
yang meskipun untuk salah satu agama yang ada sesuai dengan ketentuan-ketentuan 
agama tersebut, namun yang bagi agama-agama lainnya ternyata bertentangan 
dengan ketentuan-ketentuan agama mereka. 

Bukankah ketentuan-ketentuan agama yang ada itu tidak sama dan serupa saja 
untuk semua agama, melainkan berbeda-beda, bahkan ada pula yang bertentangan 
Oleh sebab itu, dengan tidak ditetapkannya UU yang ternyata tidak sesuai atau 
bertentangan dengan ketentuan-ketentuan agama-agama atau salah satu agama, 
negara tidak melakukan intervensi apapun terhadap ketentuan-ketentuan agama 
yang manapun. Sebab, UU berarti pemaksaan, dengan menggunakan kekuasaan negara. 

Menyikapi masalah boleh-tidaknya muslimah nikah dengan laki-laki bukan Muslim, 
Salahuddin berkata, "Dari sudut pandang HAM, negara harus menghormati hak asasi 
Muslimah yang ingin menikah dengan lelaki non-Muslim itu. 

Soal penilaian boleh tidaknya dari sudut hukum agama, menjadi hak pribadi yang 
bersangkutan, akibat yang timbul (masalah keluarga, dosa, dll) adalah urusan 
pribadinya dan bukan urusan negara." 

Berdasarkan pemikiran yang demikian, ia mengajukan pemikiran atau saran, agar 
untuk menghormati hak asasi tersebut maka pernikahan semacam itu diizinkan 
untuk didaftarkan atau dicatatkan di kantor catatan sipil. 

Mengikuti jalan pemikiran Salahuddin dalam mencari solusi sebaik-baiknya dan 
seadil-adilnya mengenai sikap menolak terhadap intervensi negara, khususnya 
sehubungan dengan masalah hak asasi, saya berpendapat bahwa masalah-masalah 
yang bersangkutan dengan ketentuan agama, seperti misalnya boleh-tidaknya 
praktik poligami, atau boleh tidaknya pernikahan lintas agama, hal itu 
sebaiknya, bahkan seharusnya jangan dipaksakan oleh negara melalui UU, 
melainkan harus menjadi keputusan dan tanggung jawab masing-masing penganut 
agama sendiri di hadapan Tuhan, untuk melakukannya atau tidak melakukannya, 
sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama yang diyakininya. 


Penulis adalah mantan rektor Universitas Kristen Satya Wacana Salatiga 


Last modified: 25/7/05

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke