http://www.balipost.co.id/balipostcetak/2005/9/8/o1.htm

Memang kita akui, kondisi real yang kita hadapi adalah, di mana tatanan 
pemerintahan negara yang baru belum menunjukkan perubahan yang signifikan dalam 
segala bidang, sehingga mengantarkan pada sebuah kondisi yang seolah-olah tanpa 
pemerintahan. 

----------------------------------------

Kabinet dengan "Conflict of Interest"
Oleh Gugun El-Guyanie 

DESAKAN reshuffle kabinet dari lembaga legislatif, tokoh intelektual dan publik 
secara umum makin gencar seiring dengan dihadapkannya bangsa ini dengan krisis 
politik dan ekonomi yang makin parah. Stabilitas politik makin terguncang 
pascapenandatanganan perjanjian damai RI-GAM  Agustus lalu yang sampai kini 
menyisakan diskursus teramat panjang. Begitu pula dengan kondisi ekonomi yang 
justru tak membuat rakyat terangkat dari jurang kemiskinan, tetapi makin 
tenggelam dalam kesengsaraan. 

------------------------------

Anjloknya nilai tukar rupiah hingga sempat melewati level 12.000 per dolar AS, 
nyaris tak pernah terbayangkan dalam era pemerintahan baru yang terpilih secara 
langsung dan demokratis. Semakin tak terjangkaunya harga BBM di tengah 
melonjaknya harga minyak dunia, dan lambannya penanganan pengangguran menjadi 
amunisi para oposan untuk berteriak lantang segera diadakannya reshuffle 
kabinet. Tanpa harus menunggu genap setahun, atau tepatnya 21 Oktober, hal ini 
menjadi sebuah agenda yang mendesak dan tak bisa ditawar-tawar lagi. 

"Suhu udara" istana makin terasa panas ketika beberapa media menyebutkan dengan 
jelas siapa saja mereka yang singgasananya akan terguncang, lantas siapa yang 
akan bertahan. Lebih-lebih departemen yang mempunyai peran dekat dengan 
kegiatan ekonomi. 

"Conflict of Interest"

Pembacaan terhadap reshuffle kabinet juga memungkinkan munculnya multitafsir 
dari berbagai kalangan. Dikarenakan agenda ini bukan melulu mengarah pada satu 
jalur yang mulus, tetapi belajar dari dinamika politik bangsa ini yang penuh 
intrik dan kepentingan kekuasaan. Memang kita akui, kondisi real yang kita 
hadapi adalah, di mana tatanan pemerintahan negara yang baru belum menunjukkan 
perubahan yang signifikan dalam segala bidang, sehingga mengantarkan pada 
sebuah kondisi yang seolah-olah tanpa pemerintahan.

Yang juga tak bisa lepas dari antisipasi publik adalah, mengemukanya benturan 
kepentingan politik yang hanya bersifat oportunis-pragmatis. Sampai detik ini 
kita sudah bisa melakukan analisis-kritis tentang bagaimana tanggapan dari 
berbgai fraksi di DPR yang cukup kompleks dan tak menunjukkan kesatuan arus 
berpikir yang sama. 

Usulan dari Fraksi Partai Golkar yang mendominasi kursi parlemen, menginginkan 
reshuffle dalam "skala besar" serta mengajukan penambahan orang-orangnya untuk 
duduk di kursi kabinet. Sebaliknya, Partai Demokrat sebagai pemenang yang 
minoritas, mengusulkan bahwa reshuffle tak harus dilaksanakan dengan buru-buru. 
Isyarat lain yang sesungguhnya pernah terjadi ketika Presiden dan Wakil 
Presiden melakukan perekrutan kabinet baru satu tahun yang lalu. 

Perbedaan pendapat antarkedua tokoh sentral ini sangat mungkin terjadi pada 
agenda reshuffle kabinet mendatang. Bisa saja usulan Presiden untuk mengganti 
menteri departemen tertentu tak disetujui oleh Wakil Presiden, yang secara 
kuantitatif memiliki konstituen yang lebih besar. 

Runtutan premis tersebut dapat kita tarik sebuah konklusi bahwa dominannya 
intrik-intrik politik, saling memberikan penilaian negatif-pesimistis terhadap 
rival politik serta menonjolkan figur-figur golongan, menandakan bahwa 
kepentingan kelompok menjadi komoditas yang lebih unggul daripada kepentingan 
rakyat kebanyakan. Rendahnya political will dari para pemimpin Nusantara ini 
untuk mengentaskan kondisi bangsa yang sedang mengalami kebangkrutan dan 
kegagalan.



Impian "Good Governance"

Good governance yang kita maknai sebagai sejumlah nilai, kebijakan dan 
institusi untuk menata ekonomi, politik dan sosial melalui kerja sama 
pemerintah, masyarakat sipil dan dunia usaha, kini seakan menjadi suatu yang 
utopis belaka. Pemerintah saat ini bukanlah sebagai pemecah masalah, tetapi 
justru bagian dari permasalahan. Lantas berharap kepada siapa lagi rakyat yang 
sedang dikerubungi oleh kesengsaraan, kemiskinan, kebodohan dan keterbelakangan 
ini? 

Mereka saja yang dulu kita nobatkan bersama untuk mengurus Bumi Pertiwi ini tak 
punya kepekaan dan kesadaran akan tanggung jawab kenegaraan. Apalagi wong cilik 
yang mencari sesuap nasi saja susah, kita tanyakan sense of belonging atau 
sense of responsive.

Kita mungkin kembali terkejut ketika dihadapkan pada kenyataan bahwa sekitar 
juta rakyat kita hidup pada garis kemiskinan. Kenaikan harga BBM dan merosotnya 
nilai tukar rupiah berdampak pada inflasi harga-harga kebutuhan pokok. Efek 
realnya adalah menurunnya daya beli masyarakat. Belum lagi problem yang endemik 
dan akut seperti korupsi, mahalnya pendidikan, akses kesehatan yang 
diskriminatif. Merebaknya pengangguran dan minimnya upah buruh semakin 
melengkapi derita bangsa yang nestapa ini.

Harapan kita akan reshuffle kabinet mendatang adalah benar-benar mengusung 
perbaikan dalam bidang ekonomi, politik dan sosial yang berpijak pada prinsip 
pengentasan kemiskinan rakyat. Gelombang perseteruan kepentingan politik dapat 
ditekan sampai pada batas yang paling bawah ketika prosesi reshuffle kabinet 
benar-benar menggunakan mekanisme yang transparan dan melibatkan semua lapisan 
masyarakat. 

Indeks prestasi para menteri departemen hendaknya diranking berdasarkan kinerja 
yang sesungguhnya di lapangan. 

Kemudian yang tak kalah penting adalah melakukan sosialisasi kepada publik 
bahwa argumen dan unsur-unsur yang dijadikan pertimbangan untuk mengganti dan 
memasang kabinet dapat diketahui oleh masyarakat. 

Menepis trik makelar politik adalah dengan ketulusan demi membangun kembali 
Indonesia yang bersatu, berdaulat, adil dan makmur. Esensi dari pembangunan itu 
sendiri adalah perhatian akan kelompok yang tertindas dan terhisap yang menjadi 
penghuni mayoritas negeri Zamrud Khatulistiwa ini.  

Penulis, peneliti pada LKKY (Lembaga Kajian Kutub Yogyakarta)




[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Help tsunami villages rebuild at GlobalGiving. The real work starts now.
http://us.click.yahoo.com/T8WM1C/KbOLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke