Sebenarnya sudah lama saya bermaksud menulis tentang kekeliruan
fatal dalam IPTEK yang ditempuh oleh Indonesia selama ini. Tetapi
berulang-kali saya batalkan, sebab saya tidak ingin memberi nasihat
yang baik dan berguna untuk suatu rezim yang sebenarnya ingin saya
tumbangkan. Rencana saya semula, kritik dibawah ini baru akan saya
umumkan jika rezim yang sekarang ini, yang tidak lain adalah penerus
dan pewaris rezim Orbanya Soeharto, sudah berhasil diruntuhkan dan
digantikan dengan yang baru, yang memiliki bakat dan harapan untuk
bisa maju. Tetapi setelah saya pikir2, sebuah maksud yang baik
tidak perlu menunggu kesempatan untuk dilancarkan, apalagi situasi
di Indonesia tambah lama tambah gawat, seperti yang akan saya
ungkapkan dibawah ini.

Dengan kekeliruan2 berat dan fatal dalam IPTEK yang dilakukan sejak
rezimnya Soeharto, adalah tidak mungkin bagi Indonesia untuk
mengejar ketinggalannya. Bahkan observasi saya selama belakangan
ini telah menunjukkan, bahwa seluruh generasi cendekiawan Indonesia
telah semakin jauh keliru mengerti makna dan hakekat Iptek, dan
akibatnya telah lebih jauh lagi menempuh jalan buntu, yang tidak
akan menghasilkan buah apapun yang berguna bagi masyarakat,
melainkan hanya berguna sebagai objek KKN.

Kesalahan pertama (yang sesungguhnya jelas dengan sedirinya) adalah
mengacau-balaukan Sains dengan Teknologi (engineering). Seperti
yang dimengerti oleh manusia Indonesia sekarang ini, maka antara
keduanya tidak ada bedanya. Contoh yang paling gamblang dari jaman
rezim Orba, Habibie disebut seorang scientist, padahal baik dari
pendidikan maupun hasil kerjanya (jika ada), semuanya bersifat
engineering se-mata2, dan tidak ada bau2nya dengan sains barang
sedikitpun. Saya heran, apakah tidak ada orang Indonesia yang mulai
curiga, kenapa mesti menggunakan dua kata, science dan engineering?
Beberapa waktu yang lalu saya juga pernah berdebat dengan seorang
engineer di apakabar ini (saya lupa siapa namanya), yang juga
mengacau-balaukan science dengan engineering, padahal dia studi di
Amerika. Jadi kesimpulan saya, studi di Amerika maupun Eropa tidak
banyak gunanya, tetap saja orang Indonesia tidak sanggup membedakan
science (sains) dengan engineering (teknologi), hingga akibatnya
seumur hidup tergantung kepada BELAJAR menurut petunjuk orang lain,
tetapi tidak sanggup memperkembangkan atas dasar kreativitas dan
tenaga diri sendiri. Saya kira, sikap salah-kaprah yang demikian
ini adalah salah satu penyebab yang membikin suatu bangsa menjadi
bangsa kuli, seperti yang dulu amat ditakutkan oleh presiden
Soekarno. Jika cendekiawan2 dalam bidang iptek saja sudah salah-
kaprah begini, apa yang bisa diharapkan dari cendekiawan2 bidang
humanisme dan sosial-politik?

Kesalahan fatal ini sumbernya adalah salah mengerti akan apa yang
disebut science, atau di-Indonesiakan saja, SAINS, serta bedanya
dengan teknologi. Kesalahan yang sama dilakukan oleh bayak negara2
yang sedang berkembang, karena mereka tidak mengalami dan tidak
pernah ikut serta dalam perkembangan sains itu sendiri (yang dimulai
oleh Isaac Newton diakhir abad ke-17 dan mencetuskan apa yang
dikenal sebagai gerakan Pencerahan (Aufklaerung), yang kemudian
menjadi landasan buat SEGALA perkembangan sains yang kita kenal
dewasa ini). Gejala yang sama bahkan bisa ditemui sejak belakangan
ini di Amerika, terutama sebab banyak sarjana2 belakangan ini
diimpor dari negara2 yang sedang/belumberkembang. Dalam generasi
saintis yang lalu, gejala ini belum nampak, sebab saintis2 generasi
lampau datangnya dari Eropa, yang dengan sendirinya pasti tercerah
(aufgeklaert). Gejala ini saya ketemui dalam profesi saya sekarang,
dimana tugas saya antara lain adalah membenahi dunia IPTEK di
Amerika dari polusi2 semacam ini, tepatnya dari apa yang disebut
PSEUDO-SCIENCE. Saya tidak meng-ada2, apalagi beritikad rasis, jika
saya tandaskan disini bahwa pseudo-science demikian ini kebanyakan
digagaskan oleh sarjana2 gadungan yang datang/berimigrasi dari
negara2 yang belum berkembang. Pseudo-sains ini sangat merugikan,
sebab PSEUDO-SCIENCE ini tidak (akan) menghasilkan apa2 yang
berguna, melainkan hanya memproduksi sampah2 yang tidak ada buahnya
maupun manfaatnya. Bahaya ini bahkan juga mengancam negara2 yang
sudah lanjut berkembang, seperti Amerika dan Eropa, sebab mem-buang2
dana dan tenaga yang semakin lama akan semakin parah, jika tidak
cepat2 ditanggulangi. Akibatnya, negara2 yang sekarang ini berdiri
dibarisan terdepan ini lambat laun bisa kehilangan kepemimpinannya
dalam bidang sains dan teknologi. Dipihak lain, bahayanya buat
negara2 yang sedang berkembang jauh lebih besar lagi: mereka tidak
akan sanggup mengejar ketinggalannya.

Pertama saya bahas disini pengertian SAINS yang benar, yaitu sains
yang benar2 telah membawa kemajuan bagi umat manusia, yang hasil2nya
sama2 kita nikmati sejak dirintis oleh Newton dan Leibniz diakhir
abad ke-18. Definisi dari SAINS saya ambil disini dari dua website:

(1) http://en.wikipedia.org/wiki/Science
>From Wikipedia, the free encyclopedia.
Science refers to either:
• the scientific method – a process for evaluating empirical
knowledge; or
• the organized body of knowledge gained by this process.
Science is knowledge or a system of knowledge covering general
truths or the operation of general laws especially as obtained and
tested through the scientific method. Scientific knowledge relies
heavily upon forms of logic.

(1.a) Jelas disini, dalam dunia (barat) yang telah memperkembangkan
sains itu sendiri, sains itu HARUS berdasarkan EMPIRI (yaitu
persepsi pancaindera). **General laws** (hukum2) yang dimaksud
disini adalah hukum2 alam, yang eksistensinya diluar (artinya: tidak
tergantung) dari kesadaran sang subjek sendiri (secara umum boleh
disebut **ciptaan Tuhan**). Hukum2 macam apapun yang eksistensinya
di-BIKIN atau diakibatkan oleh ciptaan manusia, TIDAK TERMASUK dalam
kategori sains.

(1.a.1) Misalnya, **computer science** itu BUKAN science, sebab
computer itu bikinan manusia, hingga segala hal-ihwalnya utak-utek
berada dalam ciptaan manusia itu sendiri. Hal ini bisa dibaca antara
lain di
<http://www.geocities.com/tablizer/science.htm> dimana seorang ahli
computer sendiri mengatakan/mengakui bahwa **Computer Science** is
Not Science and **Software Engineering** is Not Engineering!

(1.a.2) Satu lagi website lain:
http://jamesthornton.com/wp/display/350/351.wimpy> James Thornton -
Internet Business Consultant <hornton cs.baylor.edu>: **Computer
Science is NOT Science**. Computer science is not a science; its
significance has little to do with computers.
Sekalipun sains sangat tergantung kepada logika dan/atau matematika
(**relies heavily upon logic**) logika dan matematika itu sendiri
BUKAN science, hal mana bisa dibaca di website:

(1.a.3)
<http://www.ed.gov/rschstat/research/progs/mathscience/marburger04.ht
ml>
U.S. Department of Education - Dr. John Marburger, Director Office
of Science and Technology Policy
Papers and Presentations, Mathematics and Science Initiative:
**Science is not nature, math, or nomenclature
Mathematics – the language of nature – is not science, nor is
nature
herself science. Science is something else.**
Jadi, jangan di-salah-kaprah-kan: Memang benar **Scientific
knowledge relies heavily upon forms of logic**, tetapi logic itu
sendiri BUKAN science (matematika adalah betuk tetinggi dari
logika). Sebab logika atau matematika itu eksistensinya berada di
DALAM pikiran manusia, BUKAN bagian dari alam yang ditangkap melalui
pancaindera. Menyelidiki seluk-beluk, hal-ihwal, dan/atau hukum2
berpikir yang BENAR (=definisi logika) tidak bisa disebut sains, se-
mata2 sebab penghayatan matematika atau logika itu tidak melalui
persepsi pancaindera. Sains itu adalah pengetahuan yang berdasarkan
EMPIRI, artinya pengamatan pancaindera.

(2) Website diatas (Dr. Marburger, US Dept. Education)) selanjutnya
mendefinisikan apa itu sains, yang pada hakekatnya SAMA dengan
definisi yang diambil dari Wikipedia diatas: ** Science is not
nature, math, or nomenclature. Science is a way of improving
understanding about nature. "Science" has become a word loaded down
with meanings. At its core, however, science is a way of continually
improving our understanding about nature. It is a method, a
practice, even for some a way of life. And it is based on examining
nature to test our ideas.** Disini artinya, *nature* itu BUKAN *our
idea*, melainkan nature/alam itu menjadi ujian/test bagi kita punya
*idea*. *Idea* yang sudah, dan terus-menerus diuji/ditest secara
demikian inilah yang didefinisikan sebagai SAINS. Sedangkan
alam/nature itu persepsinya tidak bisa lain adalah se-mata2 melalui
pancaindera (empiri). Sekali lagi, segala persepsi yang tidak
melalui pancaindera TIDAK termasuk apa yang disebut alam atau
*nature*, sebab isi daripada persepsinya bisa di-ubah2 menurut
kemauan kita sendiri. Apa yang benar buat anda bisa saja tidak
benar buat saya atau orang lain. Sebaliknya, apa yang ditangkap
oleh pancaindera adalah sama bagi setiap manusia. Jadi objektivitas
disini terjamin.

(3) Definisi lain lagi dari sains, yang juga SAMA dengan kedua
definisi diatas, bisa diambil dari NOAA
(NOAA=National Oceanic and Atmospheric Admniminstration, badan resmi
pemerintah USA).
<http://www8.nos.noaa.gov/coris_glossary/index.aspx?letter=s>
*** science - a method of learning about the physical universe by
applying the principles of the scientific method, which includes
making EMPIRICAL OBSERVATIONS, proposing hypotheses to explain those
OBSERVATIONS, and testing those hypotheses in valid and reliable
ways; also refers to the organized body of knowledge that results
from scientific study**.

Sekali lagi jelas disini, definisi sains TIDAK LEPAS dari EMPIRICAL
OBSERVATION, yaitu persepsi pancaindera Definisi ini asalnya dari
filsafat Positivisme, landasan dari sains didunia barat, yaitu
masyarakat yang menciptakan sains itu sendiri (filsafat ini
diprakarsai diawal abad ke-20 oleh saintis2 terkemuka, seperti
antara lain, Albert Einstein, Niels Bohr, Heisenberg, dll.). Jadi
terbukti disini, pengertian orang Indonesia umumnya akan apa itu
yang dinamakan sains ternyata SALAH KAPRAH dan menyeleweng dari
pengertian sains yang sesungguhnya, seperti yang dimaklumi dalam
dunia yang telah menciptakan sains itu sendiri. Jika ada orang yang
ingin mendifinisikan sains secara lain lagi, yah boleh saja (sah2
saja). Tapi jangan harap (a) bisa mendapat pengakuan dari dunia
sains, dan (b) bisa mencapai hasil2 seperti apa yang telah dicapai
oleh dunia sains yang sesungguhnya, yaitu hasil2 gilang-gemilang
yang dicapai oleh science & technology yang kita nikmati dewasa ini.
Kebanyakan orang (Indonesia) mengira, aktivitas saintis tidak lain
adalah mengajar. Ini salah-kaprah. Baik dalam sejarahnya sejak
dari Eropa, maupun situasi dewasa ini, para saitis adalah tulang
punggung industri canggih (hi-tech) termasuk industri pertahanan
(defense). Misalnya, bom nuklir dulu juga hasil gagasan dan karya
para saintis kelas wahid yang kebanyakan datang dari Eropa
(sekalipun kepalanya, Oppenheimer, adalah kelahiran Amerika).
Sampai dewasa ini, yang melakukan riset memperkembangkan senjata2
canggih buat pertahanan negara Amerika tidak lain adalah para
saintis. Jadi saintis itu tidak hanya mengajar, tetapi terutama
RISET. Riset inilah ynag merupakan INTI dari Sains dan juga profesi
utama dari seorang Saintis. Aktivitas mengajar adalah cuma salah
satu kewajiban sambilan, yang umumnya justru kurang disukai oleh
para saintis.

Pengertian bahwa sains harus didasarkan atas observasi empiris ini
mempunyai dampak (konsekwensi) yang sangat jauh. Ini disebabkan
terutama oleh karena pengalaman (empiri) seseorang itu terbatas
sekali oleh ruang maupun waktu. Demi memperluas bidang empiri ini,
para saintis HARUS bisa belajar dari para koleganya, yaitu melalui
PUBLIKASI. Dari sini lahirnya tuntutan bahwa publikasi saintifik
itu HARUS bisa dipercaya, tidak berisi angan2 atau pemikiran2 yang
subjektif belaka, yang dampaknya justru akan MENYESATKAN para
kolega, bukannya memperluas bidang observasinya. Bukan saja data2
(hasil observasi) harus objektif dan tidak boleh dipalsukan, tetapi
jika diambil dari data orang lain, maka sumbernya (referensi) harus
jelas dan bisa ditelusuri. Pada akhirnya, semua sumber harus bisa
ditelusuri sampai kepada observasi empiris yang mula2.
Maka itu publikasi hasil2 karya samasekali bukan untuk **pamer**,
apalagi jika yang dipublikasi adalah hasil2 *pemikiran*. Itu
barangkali bisa benar dalam dunia filsafat, tetapi samasekali keliru
dalam dunia Sains. Mempublikasi *pemikiran* tidak ada manfaatnya,
selama itu tidak ada hubungan atau tidak dihubungkan dengan dunia
nyata, yaitu yang bisa dipersepsi secara empiris. Saintis tidak
mempublikasi hasil pemikirannya, melainkan hasil RISET nya, baik
riset metodologi (teoretis) maupun eksperimental, agar hasil2nya
bisa di-MANFAAT-kan oleh para koleganya.

Jika seseorang mengaku *saintis* tetapi takut idenya di*bantai*
oleh orang lain, maka baik orang yang mengaku saintis maupun yang
membantai SAMA2 tidak bisa disebut saitis, sebab itikad kedua belah
pihak salah-kaprah dan menyeleweng dari inti dan tujuan publikasi
itu sendiri. Saintis yang tulen justru INGIN hasil2 risetnya
mendapat sorotan dari para koleganya, sebab inti dan/atau landasan
dari kemajuan sains adalah VERIFIKASI dan FALSIFIKASI, yang hanya
bisa dijalankan oleh orang lain.

Salam,
Indoshepherd

(bersambung kebagian ke-2)








------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Give at-risk students the materials they need to succeed at DonorsChoose.org!
http://us.click.yahoo.com/Ryu7JD/LpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke