TEMPO Edisi. 30/XXXIV/19 - 25 September 2005

Pesta untuk Sang Kaisar Liem Sioe Liong menggelar pesta ulang tahunnya
yang ke-90 di Singapura. Wartawan Tempo Metta Darmasaputra menyusup
dalam resepsi berbiaya Rp 20 miliar itu.

TENGGELAM di antara kerumunan perempuan harum dan lelaki bertuksedo,
saya terpaksa melakukan pekerjaan menyebalkan itu. Beberapa orang datang
dan bertanya di mana toilet. Please, over there, Sir, kata saya
berulang-ulang. Posisi saya di ruangan yang megah itu memang tak
menguntungkan: di pojok dan berdiri kaku empat jam penuh tanpa sedikit
pun ada kesempatan duduk. Saya merasa bagai Santa Klaus di toko mainan
anak-anak pada sebuah malam Natal tersenyum, berusaha gembira meski
sesungguhnya dipaksakan.

Malam itu, Sabtu dua pekan lalu, saya memang tidak berada di toko mainan
anak-anak. Saya tercagak di The Island Ballroom Hotel Shangri-La
Singapura. Bagian depan ballroom disulap menjadi taman istana yang
dipenuhi lukisan dekoratif bergambar deretan pohon bambu. Panggung
berarsitektur istana Kaisar Cina dinasti Ming dan Ching di Kota
Terlarang (Forbidden City) dihadirkan di satu sisi dalam ruangan. Malam
itu terasa istimewa: Liem Sioe Liong, mantan taipan nomor wahid
Indonesia kelahiran Fujian, Cina, berulang tahun yang ke-90. Buat orang
Cina, sembilan merupakan simbol peruntungan, karena merupakan angka
terbesar dalam deret desimal. Penghitungan hari ulang tahun Liem
didasarkan pada penanggalan kalender Cina. Dalam tarikh Masehi, umur Om
Liem sebetulnya baru 89 tahun. Ia lahir pada 16 Juli 1916.

Di pintu masuk hotel, puluhan wanita cantik berpakaian cheong sam merah
menyala berjejer rapi menyambut lebih dari seribu tamu yang datang.
Sebagian besar konglomerat papan atas Indonesia hadir. Di sana tampak
antara lain Prajogo Pangestu (Grup Barito), Sofjan Wanandi (Gemala),
Mochtar Riady (Lippo), Ciputra, Murdaya Poo beserta istrinya Siti
Hartati Murdaya (Berca), Budi Hartono (Djarum), dan Sukanto Tanoto (Raja
Garuda Mas). Juga datang tiga putri mantan Presiden Soeharto: Siti
Hardijanti Rukmana, Siti Hediati Harijadi, dan Siti Hutami Endang
Adiningsih. Sejumlah mantan pejabat Orde Baru pun tak ketinggalan.
Moerdiono, Harmoko, Fuad Bawazier, dan Akbar Tandjung termasuk di
antaranya. Pesta yang berlangsung dua malam itu?Sabtu dan
Minggu?diperkirakan dihadiri 2.500 undangan dari Indonesia, Singapura,
dan Cina.

Semua tamu diterbangkan dari daerah asal dengan Singapore Airlines. Di
Singapura mereka menginap di Shangri-La dan di Hotel Meritus Meridien.
Semua biaya terbang dan menginap ditanggung Om Liem. Servis serupa juga
pernah diberikan Liem ketika ia merayakan pesta ulang tahun perkawinan
ke-60, April tahun lalu. Pesta kawin emas Liem dan istri di hotel yang
sama pada 1994 ditaksir menghabiskan dana US$ 650 ribu (Rp 6,5 miliar).
Pesta ulang tahun Om Liem ke-90 diperkirakan koran berbahasa Cina,
Lianhe Wanbao, menelan biaya US$ 2 juta (Rp 20 miliar).

* * * 

BERJUBELNYA tamu penting membuat panitia pesta jauh-jauh hari sudah
mendata ketat nama para tamu. Kartu undangan yang disebar dilengkapi bar
code dan wajib dibawa saat datang untuk dicocokkan dengan data di
komputer panitia. Setelah dipastikan bukan penyusup, para tamu mendapat
cendera mata berupa huruf kanji kuno berlapis emas murni lima gram. Oleh
panitia mereka diantar menuju meja makan sesuai dengan nomor yang telah
ditentukan. Tak kurang dari 120 meja bundar masing-masing berkapasitas
10 orang disiapkan untuk menjamu para tamu.

Saya tak membawa undangan dan karenanya tak begitu yakin bisa masuk ke
pesta itu. Tapi selalu saja ada jalan di saat-saat genting. Dalam
antrean, menjelang pos pemeriksaan, saya terpikir untuk mencari toilet
yang terletak di bagian dalam ballroom. Beruntung, petugas malam itu
sangat ramah: mereka mempersilakan saya ke kamar kecil meski dengan
demikian melewati pos sekuriti.

Jadilah saya tamu tak diundang yang menyaksikan pesta megah itu dari
ruang sempit di sekitar pintu keluar ruang utama. Sesekali saya mendekat
panggung utama untuk menyaksikan beberapa detail untuk kemudian
menyingkir kembali ke pojok itu. Di sana bergerombol pelayan hotel dan
tujuh juru foto dari Moreno Studio yang khusus diterbangkan dari
Jakarta.

* * * 

LIMA belas menit menjelang pukul delapan malam, perhelatan dimulai.
Suara tambur menderu. Pintu utama ballroom dibuka. Liem Sioe Liong masuk
dipapah oleh beberapa kerabatnya. Lagu "Nan Erl Dang Zi Qiang", sound
track film Kung Fu Master, segera menggema. Dimainkan oleh aktor Jet Li,
Kung Fu Master bercerita tentang pahlawan legendaris rakyat Cina, Wong
Fei Hung. Lebih dari seribu tamu yang hadir malam itu sontak berdiri
memberikan hormat kepada Liem Sang Kaisar bershio naga. Tepuk tangan
membahana.

Ditemani istrinya, Lie Shu Zen, Liem beringsut naik ke panggung dengan
bantuan sebilah papan hidrolik. Keempat anaknya Albert, Andree, Anthoni,
dan Mira berdiri di sampingnya. Dengan jas hitam berdasi kupu-kupu warna
merah marun, ia tampak sehat meski matanya kerap menatap kosong. Alunan
musik dari Keat Hong Chinese Orchestra membahana. Bait-bait lagu Nan Erl
bercerita tentang kesejatian seorang laki-laki.

Hanya sedikit kata yang disampaikan Liem dalam bahasa Mandarin saat
memberikan sambutan. Sebentar kemudian, ia mengajak para tamu bersulang.
Gaaan beei..., terdengar aba-aba panjang. Gan bei adalah bahasa Cina
untuk bersulang. Para tamu pun menyambut hangat ajakan itu. Acara
kemudian dilanjutkan dengan santap malam.

Artis serba bisa asal Singapura, Kit Chan, khusus didatangkan dari
Amerika Serikat negeri tempatnya kini tinggal untuk menghibur para tamu.
Para undangan bernostalgia dengan beberapa lagu lama yang pernah
dipopulerkan Teresa Teng, penyanyi top yang tak asing bagi warga
keturunan Cina di seluruh dunia.

Selain makanan dan musik, para tamu juga disuguhi film dokumenter
tentang kehidupan Liem melalui enam layar lebar yang terpampang di dua
sisi ruangan.

Dalam film itu dikisahkan bagaimana Liem muda, saat itu 21 tahun,
memulai kariernya sebagai pembuat krupuk dan tahu di Kudus, Jawa Tengah,
setibanya ia dari tanah leluhurnya, Tiongkok.

Di kota itulah, Liem bertemu dengan gadis asal Lasem, Jawa Tengah, Lie
Shu Zen, yang kini jadi istrinya. Menurut Mira Salim, putri Liem, ibunya
sempat tak diizinkan orang tuanya untuk dinikahi Liem. Mereka khawatir,
anaknya dibawa ke Tiongkok, katanya. Tapi Liem berhasil meyakinkan calon
mertuanya. Pesta perkawinan selama 12 hari pun dilangsungkan.

Liem kemudian hijrah ke Jakarta dan bisnisnya dari tahun ke tahun
menggurita. Tak hanya di Indonesia, sayap bisnisnya melebar hingga Arab
Saudi dan Nigeria. Ia pernah masuk dalam jajaran 100 orang terkaya versi
majalah Fortune. Liem pernah menerima penghargaan dari pemerintah
Spanyol. Ia juga pernah dinobatkan oleh Wharton School, University of
Pennsylvania, AS, sebagai legenda dari Asia Tenggara.

Tapi terpaan badai krisis ekonomi 1997 membuat bisnisnya ringsek. Ia
berutang kepada negara hingga Rp 52 triliun. Akibatnya, sejumlah aset
emasnya, termasuk Bank Central Asia, harus lepas dari genggaman. Meski
begitu, kerajaan bisnis Liem sepertinya tak pernah benar-benar pudar. Ia
tetap menjadi pusat magnet di jagat bisnis Indonesia. Indofood dan
Bogasari, dua dari sekian perusahaan Liem yang tersisa, tetap merajai
bisnis makanan di Indonesia. Bisik-bisik menyebutkan, Liem sebenarnya
masih punya banyak bisnis di Indonesia meski namanya secara formal tak
tercatat sebagai pemilik.

Buat masyarakat keturunan Tionghoa di Indonesia, menurut Sofjan Wanandi,
jasa Om Liem tak bisa dibilang kecil. Dia pernah membiayai 500 ribu
warga Tionghoa mendapatkan kewarganegaraan Indonesia semasa Soeharto
dulu, ujarnya.

Wibawa Liem sebagai pebisnis memang belum tertandingi. Itu sebabnya para
taipan dan tamu undangan lainnya rela antre satu jam untuk bisa
bersalaman dengan Om Liem sebelum meninggalkan pesta yang berakhir pukul
11 malam itu. Liem menjabat erat satu per satu tamunya dengan ramah.
Sesekali Liem tertegun jika lupa siapa orang yang ia hadapi. Anthoni
Salim, anaknya, lalu membisikkan nama tamu yang tak diingat ayahnya.

Liem tampak menikmati pesta itu. Meski kini bermukim di Singapura
rumahnya di Jakarta dibakar massa pada 1998 ia tak pernah kehilangan
pengaruh. Tamu membludak. Orang-orang penting tak melupakannya. Tiga
putri Soeharto, menjelang pesta usai, mendatangi Liem dengan khidmat.
Mereka menatap, menjabat tangan lelaki tua itu, lalu tersenyum mesra.
Liem membalas jabatan itu. Ia tersenyum, memandang ketiganya satu per
satu seperti mengingat sebuah masa keemasan yang baru beberapa tahun
silam ia tinggalkan. 


     


[Non-text portions of this message have been removed]





------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
DonorsChoose.org helps at-risk students succeed. Fund a student project today!
http://us.click.yahoo.com/O4u7KD/FpQLAA/E2hLAA/BRUplB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://www.ppi-india.org
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to