Dear all; Menarik bicara tentang pandangan heidegger yang dipakai sebagai titik tolak oleh Bung Samsul Bachri ini. Meskipun menurut saya fikiran-fikiran Martin Heidegger ini sudah kedaluwarsa. Yang masih berjaya dari generasi filsufnya itu hanyalah Nietzche saja. Karenanya saya akan menggunakan genealogi saja dalam membahas hal ini.
Sistem nilai "Indonesia" yang ditawarkan oleh Samsul Bachri ini dengan jelas mengungkapkan ke-Indonesia-an yang berawal dari Hamzah Fansuri seorang penyair sufi kita. Tapi, bukankah kesufian Hamzah Fansuri itu impor dari Timur Tengah, kalau tidak mau disebut dari budaya Islam Arabiah? Dan dari nama Anda, Bung Samsul Bachri, saya kira tidak akan salah jika saya menduga Anda penganut agama islam, bukan? Tidak heranlah jika Anda menyangka ke-Indonesia-an yang ada itu hanyalah yang seperti Anda bayangkan itu. Cobalah mundur ke belakang lebih jauh kalau mau melacak genealogi ke- Indonesia-an kita, Bung Samsul Bachri! misalnya saja ke zaman Hindu kita yang melahirkan Mpu-mpu yang karya sastranya tinggi itu. Hal ini bisa dilihat pada candi-candi, atau datanglah ke Bali. Anda akan menemukan ke-Indones-an yang lain dari yang Anda bayangkan itu. Tentu, Anda akan berkata: Lha itu kan impor dari India! Yang di Menado bagaimana, kan di sana ada jelas impor dari Barat, sama seperti yang ada di Ambon, bukan? Jadi, ke-Indonesia-an kita ini memang gado-gado, apalagi kalau Anda banyak Kalimantan dengan Dayaknya yang beraneka rupa. Atau ke Toraja. Ke Papua. Ke Nias. Ke Batak. Ke Sumba. Ke Flores. Ke Ambon. dst. Dst. Bahkan kalau Anda mau datang ke Bali saja, ke tempat kelahiran saya itu, akan Anda temu ke-Hindu-an orang Bali itu tidaklah sama dengan yang di India lagi. Karena itulah mereka menyebutnya sebagai "Hindu Bali." Di luar ini, masih di Bali lho!, ada komunitas Bali Aga (=Bali Mula), yang sudah ada sebelum Hindu masuk ke Bali. Bahkan komunitas itu kemudian terbentuk karena menghindari Hinduisasi. Ditambah lagi ada gerakan agama yang lain yang mengaku aseli ajaran nenek moyang Bali: salah satu ritualnya adalah dilakukan di suatu lewat tengah malam tertentu dengan mengenakan topeng saja sebagai penutup bagian tubuh yang bernama wajah, sedangkan bagian-bagian lainnya dalam keadaan polos tanpa busana selembar benang pun. kenakan. Oleh karena itulah para pendiri bangsa kita ktika menyusun UUD 45 itu pada akhirnya sepakat bahwa Piagam Jakarta yang isinya tugas negara adalah menjalankan syariat Islam bagi para pemeluknya akhirnya ditiadakan, demi kesatuan dan persatuan bangsa. Jadi, negara kita bukanlah negara Islam, dan bahkan bukan negara agama, melainkan "Indonesia adalah Negara Kesatuan berbentuk Republik berdasarkan Pancasila." Jadi, kata NKRI itu ada di dalam undang- undang dasar kita. Dan Pancasila kita itu dalam makna budayanya adalah "Bhineka Tunggal Ika," bukan? Karena itu, ke-Indonesia-an yang ditawarkan oleh Bung Samsul Bachri itu hanyalah salah satu aspek realitas budaya kita, tetapi bukanlah satu-satunya, sebab aspek-aspek lainnya masih banyak dan harus mendapat tempat dalam mozaik ke-Indonesia-an kita. Dan kita sebagai pewaris bangsa ini, sebagai generasi penerus, berhak memilih salah satu dari tatanan nilai budaya yang ada untuk kita pakai, tanpa harus menafikan orang lain memilih yang lain. Malah, kita bisa membuat gado-gado yang sedap rasanya! Dan gado-gado inilah dasar dari proses penciptaan saya, tapi tentulah dengan target menghasilkan yang sebisa mungkin adalah ke-saya-annya lebih kental ketimbang gado-gadonya itu. Ikra.- ====== --- In ppiindia@yahoogroups.com, "Samsul Bachri" <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > Seni Tidak Bebas Nilai > > > > http://www.republika.co.id/kolom.asp?kat_id=16 > > > > Ismail F Alatas > > Mahasiswa Sejarah di University of Melbourne, Australia > > > > Indonesia tengah diguncang perdebatan publik seputar pornografi dan > pornoaksi. Perdebatan yang dipicu Rancangan Undang-undang (RUU) > Antipornografi dan Pornoaksi, telah mengundang berbagai pendapat, baik pro > maupun kontra. > > > > Di tengah maraknya antusias publik atas isu yang kontroversial ini, hadir > suara-suara --baik dari kalangan budayawan, artis maupun praktisi media-- > yang menyerukan kebebasan berekspresi serta mengingatkan bahwa kesenian akan > menderita akibat RUU tersebut. Menurut mereka, dalam ranah kesenian, karya > seni yang bersifat pornografi sah-sah saja. Oleh sebab itu, karya- karya seni > harus diselamatkan dari RUU Antipornografi dan Pornoaksi. Namun, satu hal > yang mereka telah lupa, bahwa seni tidak pernah dan tidak akan pernah bebas > nilai. > > > > Kesenian bukan sekadar seputar keindahan dan kenikmatan inderawi. Ia bukan > pula benda yang disuntikkan nilai-nilai estetika. Karya pornografis yang > diberikan nilai estetika melalui pencahayaan, permainan gaya, maupun > pelukisan tidak lantas menjadikannya sebuah karya seni. > > > > > > > > Kebenaran > > Seni, seperti kata filsuf Jerman, Martin Heidegger, adalah sesuatu yang > menyodorkan kita sebuah kebenaran tentang ''Ada''. Kebenaran yang tidak > bersifat teoretis maupun praktis. Sebuah kebenaran tentang konflik antara > alam (earth) dan dunia (world). > > > > Bagi Heidegger, alam adalah entitas-entitas azali yang ada di alam semesta > ini dalam arti sebenarnya, tanpa adanya pemaknaan-pemaknaan manusia. > Sedangkan dunia dapat diterjemahkan sebagai budaya, yaitu sistem makna yang > memungkinkan manusia memahami diri dan sekitarnya. > > > > Dengan demikian, seni adalah sebuah kreativitas manusia yang membuka dunia > dari alam. Dengan kata lain, memberikan pemaknaan-pemaknaan kepada alam yang > sebelumnya tidak bermakna. > > > > Tubuh manusia, misalnya, adalah sebuah bagian dari alam yang bebas dari > pemaknaan. Pada saat tubuh manusia dilukis oleh seorang seniman, terbukalah > dunia tubuh tersebut dengan munculnya pemaknaan-pemaknaan di seputarnya. > > > > Berbeda dengan Heidegger yang menekankan bahwa kemunculan dunia atas alam > dalam karya seni sebagai proses yang ambivalen. Saya lebih condong pada > sentralitas sang seniman dalam membubuhkan pemaknaan-pemaknaan pada karya > seninya. Akan tetapi, sang seniman tidak kemudian berfantasi secara bebas > dan mendapatkan ilham karya seni dari negeri antah-berantah. > > > > Sang seniman, yaitu seorang manusia, adalah produk dari ruang dan waktu di > mana ia berada. Ia merupakan objek dari sebuah super-sistem metafisika, > ontologi, psikologi, dan sejarah yang membentuknya. Baru kemudian ia menjadi > subjek dalam menciptakan karya seni yang pada hakekatnya juga merupakan > kepanjangan-tangan dari super-sistem yang berada di ruang dan waktu > spesifik. > > > > Dengan kata lain, karya seni adalah sentuhan artikulatif dari sebuah > pandangan-hidup yang telah terpatri dalam benak para seniman dan karenanya, > ia sarat akan nilai-nilai partikulir. > > > > Jika kita melihat kembali pada perjalanan sejarah kesenian Eropa, maka > akan tampak jelas bagaimana perubahan di tingkat super-sistem menghasilkan > perubahan pada bentuk, subjek, dan tampilan seni. Pada abad pertengahan, > karya-karya seni yang lahir di Eropa lebih menyodorkan cuplikan- cuplikan > biblikal. Trend ini menandakan mentalitas masyarakat relijius yang berpegang > pada nilai-nilai luhur berlandaskan doktrin gereja. > > > > Dari karya seni, seseorang dapat menerka mentalitas, cara berpikir, > pandangan-hidup, dan sistem nilai masyarakat kala itu. Seiring dengan proses > sekularisasi yang dimotori oleh roda kapitalisme yang mulai berputar, karya > seni Eropa mengalami perubahan dari berbagai sudut. Pada kurun abad > pencerahan mulai terlihat karya seni yang tidak lagi menyodorkan kisah > biblikal ataupun para dewa. Fokus kesenian lebih tertuju pada manusia dan > apa saja yang bersangkutan dengannya. > > > > Lukisan Monalisa karya Leonardo da Vinci yang mengangkat figur seorang > wanita sebagai lokus seni, menandakan timbulnya konsep humanisme dan > individualisme. Mozart lewat operanya Escape from Seraglio mengangkat kisah > profan tentang manusia dan kehidupannya. > > > > Musik dan opera tidak lagi dikomposisi guna menjadi saksi atas keagungan > Tuhan. Kesenian telah terfokus pada profanitas, seiring dengan perubahan > orientasi pandangan-hidup manusia dari teosentris menjadi antroposentris. > Pengkultusan terhadap objek-objek metafisika digantikan oleh objek- objek > fisikal. Mulai saat itu, pornografi dapat dijadikan karya seni. > > > > > > > > Jangan mengekor > > Berbeda dengan Eropa, Indonesia adalah sebuah bangsa dengan pengalaman > historis berbeda. Ia tidak mengenal abad kegelapan dan era pencerahan. > Proses historis berbeda telah membentuk varian pandangan-hidup partikular > dan kemudian menghasilkan sistem-nilai yang distinktif. > > > > Bangsa Indonesia adalah bangsa yang religius. Mitologi kita tidak mengenal > figur Prometheus: seorang pahlawan manusia yang memberontak kekuasaan > langit. Manusia Indonesia lebih memilih untuk menjadi khalifatullah fil ardl > (wakil Tuhan di bumi) atau imago dei (jembatan antara Tuhan dan bumi). > > > > Dikarenakan pandangan-hidup distinktif itulah, karya seni yang dihasilkan > dari zaman Hamzah Fansuri hingga Amir Hamzah menjadi artikulasi dari > sistem-nilai yang telah tertanam dalam psikologi dan epistemologi manusia > Indonesia. Para seniman besar Indonesia selama perkembangan sejarahnya telah > bersikap sebagai juru bicara sistem-nilai yang ada sehingga dapat memberikan > pemaknaan-pemaknaan pada alam. > > > > Oleh karenanya, sudah sepatutnya manusia-manusia Indonesia lebih memilih > untuk menjadi diri mereka sendiri. Seniman-seniman Indonesia mempunyai tugas > agung dalam mengemban super-sistem yang telah menjadi karakter dasar kita > untuk kemudian diartikulasikan kedalam karya seni. Kita harus lebih kritis > dalam melihat karya seni karena seni tidak pernah bebas dari nilai- nilai > partikulir. > > > > Dalam pandangan hidup dan budaya kita, pornografi dan pornoaksi adalah > fenomena di luar sistem-nilai. Karenanya, kesenian yang bersifat demikian > bukanlah karya seni yang patut diapresiasi. Bangsa kita sudah menjadi bangsa > 'pengekor' dalam politik, ekonomi, dan gaya hidup. Untuk itu janganlah > kesenian ditambah lagi menjadi objek 'ekoran'. > > > > Karena itu, sudah sepatutnya bagi mereka yang tetap berpegang teguh pada > pandangan-hidup dan sistem nilai Indonesia menolak segala bentuk pornografi > dan pornoaksi. Dan jika ada yang menyatakan pornografi sebagai seni, maka > jawaban kita adalah: ''seni tidak bebas nilai!'' > *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/