Pak Revrisond gak takut meninggal terkena serangan jantung seperti Alm. Riswanda Imawan, Alm. Baharuddin Lopa & Alm. Agus WK?
http://www.antara.co.id/seenws/?id=39429 http://www.google.co.id/search?hs=IT5&hl=id&client=firefox-a&rls=org.mozilla%3Aen-US%3Aofficial&q=riswanda+meninggal+dunia&btnG=Cari&meta= http://www.tempo.co.id/harian/fokus/70/2,1,11,id.html http://www.google.co.id/search?q=agus+wk+meninggal&start=0&ie=utf-8&oe=utf-8&client=firefox-a&rls=org.mozilla:en-US:official http://www.suaramerdeka.com/harian/0107/08/nas6.htm http://www.google.co.id/search?q=baharuddin+lopa+meninggal&start=0&ie=utf-8&oe=utf-8&client=firefox-a&rls=org.mozilla:en-US:official Atau bahkan diracun seperti Alm. Munir? Koq nyindir"/nyerang" terus ya? :-p CMIIW.. Wassalam, Irwan.K ~upps.. gw sendiri nyindir/nyerang juga gak ya? On 9/4/06, Ananto <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > Kata sebagian orang: "Berfantasi memang nikmat... " > > On 9/4/06, Ambon <[EMAIL PROTECTED]> wrote: > > > > REPUBLIKA > > Senin, 04 September 2006 > > > > > > Kemiskinan Fantasi > > > > Oleh : Revrisond Baswir > > > > > > Kontroversi angka kemiskinan dan pengangguran yang muncul belakangan ini > > tidak dapat disederhanakan sebagai persoalan ketidaktersediaan atau > > ketidakakuratan data. Secara mendasar, kontroversi tersebut berkaitan > dengan > > dua persoalan berikut. > > > > Pertama, sehubungan dengan naskah pidato kenegaraan Presiden, jika > > dicermati pilihan data yang ditampilkan, terjadinya rekayasa sistemik > dalam > > penulisan naskah pidato sulit dihindarkan. Secara kronologis, corak isi > > pidato ditetapkan terlebih dulu, setelah itu baru dipilih angka yang > sesuai. > > Indikasinya dapat ditelusuri dengan mencermati pilihan tahun angka > > kemiskinan dan pengangguran yang ditampilkan. > > > > Sehubungan dengan angka kemiskinan, misalnya, tahun yang dipilih untuk > > dibandingkan dengan kondisi Februari 2005 adalah 1999. Ini bukan tanpa > > alasan. Sebagaimana diketahui, tahun 1999 kemiskinan tercatat sebesar > 23,5 > > persen. Dua tahun berikutnya turun menjadi 19,1 persen dan 18,4 persen. > > Artinya, jatuhnya pilihan untuk menampilkan angka kemiskinan 1999 > > dimaksudkan untuk menampilkan efek dramatis dalam panurunan angka > kemiskinan > > di Indonesia. > > > > Hal sebaliknya terjadi dalam menampilkan angka pengangguran. Untuk > periode > > 1999 sampai dengan Februari 2005, jumlah pengangguran meningkat dari 6,4 > > persen menjadi 9,9 persen. Angka-angka ini jelas tidak sesuai dengan > corak > > isi pidato yang direncanakan. Agar sesuai dengan corak isi pidato, maka > > pilihan dijatuhkan pada angka pengangguran November 2005 dan Februari > 2006. > > Pada November 2005 pengangguran tercatat sebesar 11,2 persen. Sedang > pada > > Februari 2006 turun menjadi 10,4 persen. > > > > Sebagaimana digugat oleh Tim Indonesia Bangkit, keputusan untuk > > menampilkan angka kemiskinan 1999-Februari 2005 secara politis tidak > dapat > > dibenarkan. Kabinet Indonesia Bersatu secara resmi baru mulai bekerja > sejak > > Oktober 2004. Sebaliknya, jika angka pengangguran yang ditampilkan > meliputi > > periode Februari 2005-Februari 2006, pengangguran justru naik ari 9,9 > persen > > menjadi 10,4 persen. > > > > Kedua, sehubungan data kemiskinan dan pengangguran yang dilansir Badan > > Pusat Statistik (BPS), jika dicermati metodologinya, terjadinya rekayasa > > sistemik dalam melakukan pendataan sulit pula dihindarkan. Ini tidak > hanya > > berkaitan dengan proses pengumpulan dan cara pengolahannya yang sering > > berubah, tetapi juga sehubungan dengan definisinya. > > > > Sehubungan dengan angka kemiskinan, misalnya, BPS secara tegas membatasi > > diri dengan mendefinisikan kemiskinan sebagai ketidakmampuan dalam > memenuhi > > kebutuhan dasar minimal. Pada tingkat pengukuran, definisi itu > diterjemahkan > > menjadi dua indikator, yaitu nilai rupiah untuk memenuhi kebutuhan > enerji > > minimal sebesar 2.100 kalori/kapita/hari, dan nilai rata-rata (dalam > > rupiah) dari 47 hingga 51 komoditi dasar non makanan. > > > > Muaranya, berdasarkan hasil survei terhadap 10.000 rumah tangga miskin > > yang dilakukan pada Februari 2005, garis kemiskinan per Februari 2005 > hanya > > berjumlah sebesar rata-rata Rp 129.108/kapita/bulan. Sedangkan proyeksi > > untuk Maret 2006 hanya berjumlah sebesar rata-rata Rp 152.847 > /kapita/bulan. > > Dengan garis kemiskinan yang sangat minim tersebut, mudah dimengerti > bila > > jumlah penduduk miskin di Indonesia cenderung sangat rendah. Masalahnya, > > jika garis kemiskinan dinaikkan sedikit, jumlah penduduk miskin langsung > > membengkak. Sebagai perbandingan, jika diukur berdasarkan garis > kemiskinan > > sebesar Rp 18.000/kapita/hari atau setara Rp 540.000/kapita/bulan, > jumlah > > penduduk miskin langsung membengkak mendekati 60 persen. > > > > Hal serupa terjadi pula sehubungan dengan data pengangguran. Sebagaimana > > diketahui, angka pengangguran BPS didasarkan pada definisi bekerja yang > > dibatasi selama sekurang-kurangnya satu jam dalam seminggu yang lalu. > > Artinya, jika pada saat pencacahan seseorang mengaku melakukan pekerjaan > > sekurang-kurangnya satu jam dalam satu minggu sebelumnya, ia tidak akan > > dicatat sebagai penganggur. > > > > Akibatnya, jika definisi bekerja dinaikkan menjadi beberapa jam, angka > > pengangguran langsung membengkak. Tahun 2002, misalnya, jumlah > pengangguran > > terbuka hanya 9,1 persen. Namun, jika definisi menganggur digeser > menjadi > > bekerja kurang dari 15 jam dalam seminggu yang lalu, angka pengangguran > > bertambah sebesar 7,2 persen menjadi 16,3 persen. Bahkan, jika definisi > > menganggur dinaikkan menjadi bekerja kurang dari 25 jam, angka > pengangguran > > membengkak menjadi 27,5 persen. > > > > Sebab itu, dalam wacana pengangguran di Indonesia, dikenal dua kategori > > pengangguran, yaitu pengangguran terbuka bagi mereka yang bekerja kurang > > dari satu jam dalam seminggu yang lalu, dan pengangguran terselubung > atau > > setengah penganggur bagi mereka yang bekerja kurang dari 35 jam dalam > > seminggu yang lalu. Tahun 2002, secara keseluruhan pengangguran tercatat > > sebebsar 34,3 persen. > > > > Mencermati kedua persoalan tersebut, dapat disaksikan bahwa masalah > > mendasar yang dihadapi ketika berbicara mengenai data kemiskinan dan > > pengangguran di Indonesia tidak hanya terbatas pada soal ketersediaan, > > keakuratan, atau pada cara menampilkannya. Tetapi berkait erat dengan > > kuatnya kecenderungan untuk mengingkari realitas dan mengedepankan > fantasi > > dalam melakukan pengukuran. > > > > Dengan latar belakang seperti itu, munculnya kemiskinan dan pengangguran > > fantasi dalam Pidato Kenegaraan Presiden pada 16 Agustus lalu, harus > > dipahami sekedar sebagai babak lanjutan dari kecenderungan untuk > berfantasi > > ria tersebut. Selamat berfantasi. [Non-text portions of this message have been removed] *************************************************************************** Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. http://groups.yahoo.com/group/ppiindia *************************************************************************** __________________________________________________________________________ Mohon Perhatian: 1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik) 2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari. 3. Reading only, http://dear.to/ppi 4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED] 5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED] 6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED] Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/