Pernikahan dan Pelacuran
   
  Hati saya benar-benar hancur melihat kenyataan bahwa Siti Nurhaliza akhirnya 
menikah dengan Datuk K. Dalam hati saya berkata, teganya Siti menjual dirinya 
kepada lelaki kaya hidung belang.
   
  Pernikahan tsb membuktikan kebenaran sinyalemen saya beberapa waktu lalu, 
bahwa wanita, sekaya apa pun dia, akan tetap memilih lelaki yang lebih kaya 
darinya sebagai suami. Dalam kasus ini, kurang apa lagi “mbak” Siti, dari segi 
materi? Kenapa dia lebih suka memilih lelaki, yang konon, sebetulnya adalah 
suami orang?
   
  Seperti banyak dirumorkan media Malaysia dan media jirannya, bahwa CT (Siti) 
lebih suka nemplok di pelukan suami orang, daripada di pelukan lelaki yang 
masih membujang. Karena kehadiran Siti di hati sang Datuk lah, maka istri Datuk 
memilih cerai daripada dimadu. 
   
  Kalau cuma suka pada lelaki beristri, kenapa sih, bukan memilih saya atau 
anda saja? Ah, tentu saja kehadiran saya tidak akan ada artinya bagi 
berlangsungnya jaminan sosial sang diva. Financial security, itulah alasan 
kebanyakan wanita menikah. Sedangkan lelaki lebih suka menikah karena bakat 
bawaan instink primitifnya yaitu, tertarik "barang" bagus.
   
  Lelaki berduit mana yang tak menginginkan wanita yang mirip boneka barbie 
itu? Jangankan lelaki berduit, lelaki yang tak berduit pun pasti berkhayal, 
malu-malu atau tidak malu-malu, untuk menikah dengan penyanyi bersuara emas 
itu. Apalagi karakternya yang anggun dalam penampilan, sopan dalam bertutur 
kata, dan tidak suka pamer aurat itu, pasti menambah hasrat setiap pria untuk 
mendapatkan sorga dunia.
   
  Walaupun saya tidak suka mendengar musik, tapi sepintas saya dapat menilai 
bahwa si Siti Nurjazila ini mempunyai bakat besar dalam menyanyi (betul apa tak 
betul?). Dan yang saya kagumi juga, dia tak pernah berpakaian ala barat di 
setiap kali penampilannya. Dia tidak terpengaruh untuk ikut-ikutan menggunakan 
pakaian yang seksi, minim atau ketat.
   
  Berbeda jauh dengan para penyanyi wanita kita, yang lebih suka memamerkan 
lekuk-lekuk tubuhnya dengan berpakaian ketat atau minim, dalam rangka 
mendongkrak pendapatan belanja rumah tangga. Malah bukan rahasia lagi kalau 
para penyanyi wanita yang sudah beristri pun, rela meninggalkan suami dan 
anaknya berhari-hari karena dibooking "manggung" oleh organisasi ini, 
organisasi itu.
   
  Di sini terlihat dengan jelas, bahwa berdasarkan salah satu fenomena tsb, 
sebetulnya batas antara penyanyi wanita (artis) dan pelacur sangatlah tipis. 
Boleh dibilang tak ada batasnya, sebab keduanya sama-sama menjajakan sex appeal 
yang mereka miliki, baik melalui suara atau tubuh mereka.
   
  Dengan sex appeal (daya tarik seksual) yang menjadi andalan mereka berbisnis 
inilah, yang kemudian mendasari mereka untuk memasang harga, baik ketika show 
yang sebenarnya, atau show yang pakai tanda kutip, "show". Lebih jauh lagi, 
dalam segala aspek, harga tinggi tersebut kemudian berdampak pada tingginya 
gengsi, sehingga segala sesuatunya, disebut pantas atau tidak pantas, dengan 
nominal uang. 
   
  Contohnya dalam perkawinan yang dialami banyak kaum selebritis, tak ada satu 
pun yang rela menikah dengan orang miskin, atau katakanlah, dengan orang yang 
standar ekonomi menengah. Dan penyakit masyarakat tersebut ternyata juga bukan 
menjangkiti para selebritis yang sering nongol di TV, orang-orang kampung yang 
tidak pernah masuk berita pun, mematok harga tinggi bagi anak gadisnya. Apalagi 
kalau sang anak bertampang cantik atau mirip-mirip artis, maka harga jualnya 
pun tentu lebih tinggi lagi.
   
  Anda boleh saja protes, tapi hal ini benar adanya. Banyak orangtua yang 
bertingkah seperti germo atau bromocorah yang memasang tarif tinggi bagi siapa 
yang hendak meminang anak gadisnya. Terkadang sang anak gadis pun merasa 
dirinya cantik dan memang merasa pantas dihargai dengan harga tinggi.      
   
  Jadilah di sini batas pelacuran dan pernikahan jadi kabur. Dalam kedua event 
tsb, sang lelaki sebagai konsumen, sama-sama harus mempunyai budjet yang banyak 
untuk mendapatkan seorang wanita. (Berdasarkan kenyataan ini, barangkali nanti, 
para “ulama” jaringan islamliberal akan mengeluarkan fatwa bahwa melacur itu 
halal karena, sama-sama mengeluarkan uang, seperti laiknya pernikahan). 
   
  Kalau jiwa pelacur dan germo sudah menguasai, maka segalanya harus serba wah, 
termasuk memilih calon suami, seperti yang menimpa Siti Nurhalija. Sopan santun 
dalam bertutur kata, elok dalam berpakaian, hanyalah kamuflase untuk 
mendapatkan uang yang lebih banyak dari lelaki hidung belang. Pengetahuan 
agamanya hanya dijadikan umpan untuk menjaring konsumen yang lebih banyak.
   
  Menyinggung tipisnya batas pernikahan dan pelacuran, berarti menyinggung 
sebuah kosa kata lain, yaitu kebaikan yang diwakili polisi,lawan kejahatan yang 
diwakili penjahat. Batas antara kebaikan dan kejahatan hanyalah sebuah benang 
yang transparan.
   
  Seorang polisi dan seorang penjahat sama saja statusnya, sama-sama merugikan 
masyarakat. Penjahat merugikan orang lain tanpa menggunakan institusi resmi, 
sedangkan polisi, pejabat pemerintah, anggota DPR/DPRD, hakekatnya adalah 
penjahat juga, sebab mereka suka memakan uang rakyat dengan menjual hukum.  
   
  Bahkan ketika seorang terpidana harus masuk penjara untuk bertobat, segala 
infra strukturnya tidak mendukung sama sekali untuk bertobat. Seorang 
terpidana, yang seharusnya segala nafsu kriminalnya dibelenggu oleh aparat, 
masih bisa melakukan segala bentuk criminal, baik sebagai bandar narkoba, atau 
yang kecil-kecilan, jualan rokok.
   
  Lebih edan lagi, dosa dan kejahatan itu juga menjadi kewajiban bagi penjaga 
penjara, karena mereka mewajibkan para pengunjung membayar sekian rupiah untuk 
sekali bezuk. Jadi sebetulnya semua mata rantai dalam penjara itu, baik polisi, 
hakim, yang terpidana, sipirnya, ketua lapasnya, dan pengunjungnya sama-sama 
tukang criminal.
   
  Jadi seseorang masuk penjara bukanlah sebuah jaminan akan terbebas dari 
menebus sebuah dosa, sebab dosa yang lain sedang menanti.  
   
  Well, bagaimana pun juga kehidupan terus berjalan. Pelacuran dan perkawinan 
tak akan pupus dari dunia, selama para wanita cantik dan tidak cantik masih 
merasa sebagai barang yang mahal. Polisi, pejabat, anggota dewan dan penjahat 
tetap saja masih satu derajat, selama mereka tidak menyadari betapa berharganya 
secuil nasi tetangga yang tercecer di atas meja.
   
  Kembali ke soal perkawinan Siti Nurhaliza vs |Datuk K. Sebagai seorang muslim 
yang baik, mustinya Datuk K tidak hanya sekedar melegitimasi perkawinan untuk 
melampiaskan nafsunya. Sebagai anggota dari umatan wasatan, mustinya Datuk K, 
dan juga kita, dalam hal perkawinan mempunyai sebuah misi, baik itu misi 
sosial, ekonomi maupun pendidikan.
   
  Bukan hanya sharing, maaf, alat kelamin, dengan bayaran yang mahal, tapi juga 
musti sharing harta-benda dan intelektual. Dengan kata lain, mustinya seorang 
yang kaya menikah dengan seorang yang miskin. Orang pandai menikah dengan orang 
yang kurang pandai. Seorang ahli agama mustinya kawin dengan seorang yang buta 
agama. Dengan demikian terjadi sharing ekonomi, sosial dan intelektual. 
   
  Kalau seorang kaya kawin dengan orang kaya, orang miskin musti kawin dengan 
orang miskin, ustadz kawin dengan ustadzah, menurut saya mereka bukan termasuk 
orang-orang yang beruntung, dan tidak mengerti makna visi dan misi beragama.
   
  Dalam hal ini saya salut dengan orang-orang Singapura yang mau menikahi para 
janda miskin dari bangsa Indonesia. Padahal para janda itu rata-rata bertampang 
jauh memprihatinkan dari Siti Nurhaliza (dan tak bisa menyanyi). Dan dari segi 
ekonominya pun tergolong pas-pasan, karena mereka kebanyakan tadinya berprofesi 
sebagai pembantu rumah tangga, baby sitter, tukang masak, dll. 
   
  Kalau seorang Siti Nurhaliza dan yang senasib dengannya masih juga mencari 
lelaki yang lebih kaya, menurut saya, mereka tak ada beda dengan pelacur. Walau 
mereka nampak terhormat, tapi mental mereka mental pelacur. Begitu juga Datuk 
Khalid, walaupun kedudukannya terpuji di mata Malaysia, tapi mentalnya tetap 
mental hidung belang.
   
  Sebagai Penutup, walaupun saya kurang setuju dengan keputusan yang diambil 
oleh “dik” Siti dan datuknya, saya tetap berlaku sportif. Saya ucapkan semoga 
pasangan Datuk K dan Siti boleh berkekalan selama-lamanya Siti mampu bertahan. 
Dan sebagai seorang lelaki, saya selalu berkeyakinan bahwa, kesempatan kedua 
itu selalu ada, jadi… saya menunggu jandanya sajalah! 
   
  wassalam
   

                
---------------------------------
Do you Yahoo!?
 Everyone is raving about the  all-new Yahoo! Mail.

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke