Surat Mawar Merah Café Bandar:

HALIM HD MASIH SEORANG PEMIMPI SETIA


2.


Ketika tahun ini , tepatnya akhir Agustus 2006 aku ke Indonesia, mengganti 
gagalnya aku menemuinya di Solo, ia mengirimku  sepucuk surat listrik ke Paris 
seperti berikut:


----- Original Message ----- 
From: "halim hd" 
To: <[EMAIL PROTECTED]>
Sent: Tuesday, September 19, 2006 1:12 PM
Subject: kabar kabur dari makassar.


bung,
sudah setahun terakhir ini saya keliling ke desa-desa  di sulsel dan sulbar. 
kondisi lembaga kesenian di kota  makin jelek. sementara itu pendukung khasanah 
tradisi  yang ada pada para keluarga posisinya makin marjinal,  dan hanya 
dijadikan lip service oleh para pejabat.  bersama beberapa teman muda saya 
berusaha untuk  membikin lingkaran pertemuan kecil dengan para  keluarga itu. 
mungkin tahun depan ada beberapa acara  di sulbar yang akan jalan. sementara 
itu, lontaran  saya untuk dan dengan tema silaturahmi tradisi secara  
kecil-kecilan yang dimulai pada  agustus yang lalu,  kini bergulir secara 
kecil-kecilan di kecamatan  tinambung, sulbar, dengan memanpaatkan teras-teras  
rumah keluarga, dan mengundang kaum muda untuk kembali merenungi posisi 
khasanah tradisi dalam perubahan  sosial dan kebudayaan.

gagasan silaturhami itu berkaitan dengan kondisi  politik pilkada yang nampak 
cenderung mengundang  konflik  sosialk-politik diantara kaum muda pendukung  
calon masing-masing. ketika saya diundang ke sulbar  untuk kesekian kalinya 
dalam setaon terakhir ini, saya  mengajak kaum muda untuk  melakukan 
silaturahmi. saya  sendiri agak pesimis. tapi, harus ada sesuatu yang 
dikerjakan. 

bagaimana dengan keadaan bung? salam hangat untuk anda  beserta keluarga.

halim hd. - di makassar.
 

Apa yang kubaca dari surat ini? 

Surat di atas,  bagiku melukiskan tiga hal utama. Pertama, langgam yang 
mengakar rumput dan menggarisbawahi arti penting akar rumput, membangun gerakan 
kebudayaan dari bawah, kedua, menggambarkan situasi kebudayaan lokal. Kemudian 
yang ketiga,  usaha-usaha Halim Hd dan teman-teman, dengan segala keterbatasan 
syarat material mengatasi kesulitan pengembangan kebudayaan lokal.

Situasi kebudayaan lokal, dalam hal ini Sulawesi Barat, lebih rinci dilukiskan 
oleh Halim HD dalam tulisan serialnya berikut:




Mandar dalam Strategi Budaya hingga Terorisme Ekologi (1)

MELACAK FORMAT STRATEGI KEBUDAYAAN MANDAR (a)
Oleh: Halim HD. Pekerja Budaya

Pada saat kita bicara dan mengupas tentang pertumbuhan dan perkembangan 
kebudayaan pada masakini, maka kita sekarang berhadapan dan berada pada posisi 
dalam suatu batas-batas imajiner suatu geografi kultural yang setiap saat 
bergerak, bergeser, berkembang dan berubah ke dalam dan melintasi berbagai 
batas-batas wilayah lainnya. Perubahan, pergerakan, pergeseran serta 
perkembangan itu bukan hanya bersifat meluas, tapi juga bisa menyempit.
Perkembangan kehidupan kebudayaan pada masakini yang terasa oleh kita 
dikendalikan oleh kekuatan media massa, elektronika maupun cetakan menciptakan 
kondisi yang saya sebutkan di atas. Kekuatan dan daya pengaruh dari derasnya 
media massa khususnya elektronika, seperti teve, hape dan berbagai bentuk atau 
kemasan lainnya yang kini memasuki berbagai ruang pribadi kehidupan rumah 
tangga, dari wilayah perkotaan sampai dengan wilayah pedesaan dan pegunungan 
yang semula tak pernah membayangkan bisa menyaksikan suatu peristiwa yang 
terjadi di belahan dunia lain, kini bisa secara langsung dihadapinya, 
seolah-olah peristiwa itu ada dan terjadi disekitarnya. Demikian derasnya 
lalulintas informasi dan hal itu tentunya juga mempunyai muatan nilai-nilai 
sosial, politik, ekonomi dan ideologis. 
Dan satu hal yang paling pasti, media elektronika adalah kekuatan 
politik-ekonomi yang ikut merubah dan membentuk suatu realitas dan bahkan 
citra, image, sebuah masyarakat. Kini diri kita, setelah masa galaksi Gutenberg 
seperti yang pernah diungkapkan oleh Marshall Mc Luhan sejak beberapa abad yang 
lampau dan mengalami intensitasnya pada abad ke-20 mengantarkan kita ke dalam 
bentuk budaya cetakan, kebudayaan buku yang menyebarkan informasi dan ilmu 
pengetahuan, termasuk di antaranya penyebaran kitab-kitab suci yang membuat 
orang merasa setara lantaran otoritas terhadap ilmu pengetahuan dan tafsir 
terhadap kitab suci bukan lagi hanya milik segelintir elite sosial, melainkan 
bisa dimiliki oleh siapa saja sejauh dirinya mampu menguasai, mengelola 
informasi beserta pesannya. \
Setelah galaksi Gutenberg yang membawa diri kita ke dalam suatu kehidupan 
dimana setiap orang bisa menikmati bahan bacaan, informasi dan ilmu pengetahuan 
dengan cara yang reflektif dan meditatif yang merupakan ciri terpenting dalam 
kebudayaan buku, sehingga mengantarkan dan membuat posisi diri kita senantiasa 
mempunyai jarak dan berpikiran kritis serta dialogis. Hal terakhir ini sangat 
penting, cara berpikir dan hidup dialogis dan tumbuh serta berkembangnya 
imajinasi lantaran dengan cara seperti itu kita menciptakan berbagai khasanah 
kebudayaan melalui proses pendidikan, seperti yang dinyatakan oleh filsuf 
pendidikan dari Brazilia, Paolo Freire dalam bukunya Pedagogy of the Oppressed: 
tanpa dialog tidak akan ada komunikasi, dan tanpa komunikasi tidak akan 
tercipta proses pendidikan yang benar. 
Dan pendidikan yang benar di sini, yang dimaksudkan adalah proses pendidikan 
yang meletakkan anak didik pada posisi sebagai subyek, bukan sebagai obyek 
dimana anak didik hanya dijadikan sebagai lobang tempolong yang menganga yang 
senantiasa dipenuhi oleh jejalan indoktrinasi, yang pada akhirnya menciptakan 
suatu kondisi tidak manusiawi: anak-anak sekedar dijadikan robot dengan 
angka-angka yang bisanya hanya menerima, dan tanpa mampu berpikir kritis, tidak 
mampu mengelola lingkungannya, dan hanya menerima segala jenis dan bentuk 
produk yang datang dari luar: menjadi warga masyarakat konsumtif yang selalu, 
meminjam ungkapan pemikir humanis Erich From dalam bukunya Beyond the Chain of 
Illusions, lapar berbagai komoditas. 
Pergeseran Batas-Batas

Perkembangan mutakhir dunia teknologi komunikasi, media elektronika beserta 
segenap sarana dan kemasannya nampaknya menjadi pedang bermata dua. Posisi diri 
kita sangat dilematis sekali. Pada satu sisi dengan teknologi itu kita bisa 
berhubungan dengan berbagai warga di berbagai penjuru dunia lainnya, dan di 
situ pula kita melalui berbagai agen kebudayaan yang bersifat personal maupun 
institusional mengenalkan bentuk dan jenis khasanah budaya dan juga kesenian 
kita. 
Bukankah perahu sandeq kini makin dikenal oleh warga dan bangsa di belahan 
dunia lainnya lantaran adanya hubungan komunikasi melalui kemasan informasi 
yang dihantarkan oleh media elektronika yang bersifat dokumenter. Bukankah kini 
perahu sandeq yang menjadi bagian penting masyarakat Mandar dianggap sebagai 
salah satu khasanah dari sistem perhubungan tradisional yang sampai kini masih 
bertahan dan makin diminati juga oleh warga dari wilayah geografi lainnya.
Dengan kata lain, melalui teknologi dan sarana komunikasi mutakhir itulah 
pengenalan tentang perahu sandeq sebagai citra dari masyarakat Mandar dikenal, 
yang sekaligus juga dengan perahu sandeq itu pula garis atau batas imajiner 
geografi kultural Mandar makin bergeser, melebar dan berkembang ke wilayah 
geografi kultural lainnya. 
Kita bisa mengambil contoh lainnya tentang suatu posisi dan fungsi dari suatu 
khasanah senibudaya di Mandar yang kini kian dikenal melalui agen kebudayaan 
yang bersifat personal: salah satu jenis dan bentuk seni pertunjukan yang 
berkaitan dengan kehidupan tradisi keagamaan yang menjadi milik masyarakat 
Mandar, parawanna towaine, yang dikuasai dengan kapasitas virtuoso seorang 
maestro seperti Mak Cammana, dari desa Limboro, kecamatan Tinambung, kini makin 
dikenal di berbagai belahan propinsi lainnya di Indonesia setelah ustadz 
sastera Emha Ainun Najib melibatkan beliau dalam kolaborasi bersama komunitas 
Kiyai Kanjeng dari Yogyakarta, tampil pada sebuah stasiun teve swasta beberapa 
tahun yang lampau, setelah tampil bersama Mak Coppong, maestro Pakarena dari 
desa Kampili, kecamatan Palangga, Gowa, pada malam penutupan rapat kerja dirjen 
pariwisata se-ASEAN di Jakarta pada bulan Oktober 1999, yang sebelumnya kedua 
maestro tersebut lebih dulu membuka suatu festival yang berskala internasional, 
Makassar Arts Forum (MAF-99), pada tanggal 3 September 1999 di Makassar. 
Tapi, seperti yang saya nyatakan dibagian awal, bahwa batas atau garis imajiner 
itu tidak menetap, tapi bisa juga berubah dalam pengertian sebaliknya, kian 
menyempit. Hal itu bisa kita uji melalui khasanah yang dahulu banyak dikenal 
bukan hanya oleh warga Mandar tapi juga oleh banyak siswa sekolah di luar 
wilayah Mandar melalui pelajaran geografi ekonomi dan kebudayaan: sejauh 
manakah citra kain sutra Mandar kini masih bertahan, dan khususnya bagi kaum 
muda? 
Saya punya estimasi yang mungkin bersifat spekulatif, tapi sangat mungkin 
mendekati realitas di dalam hidup keseharian: bahwa posisi dan fungsi kain 
sutra Mandar kini makin terdesak oleh berbagai produk pakaian dari luar yang 
menyangkut gaya hidup khususnya dikalangan kaum muda, dan tak jarang pula 
sangat dibanggakan oleh kaum tuanya. Dan gaya hidup, life style, kaum muda ini 
sangat dekat dengan berbagai kemasan atau disain yang diciptakan oleh teknologi 
serta media komunikasi elektronika. 
Produk-produk pakaian maupun media elektronika yang diciptakan, orisinil atau 
bajakan, kini bukan hanya beredar dan dipasarkan di kota-kota besar, tapi sudah 
masuk ke berbagai wilayah. Satu hal lagi yang perlu kita tambahkan di sini, 
yakni pengaruh perkembangan teknologi transportasi mengantarkan berbagai bentuk 
dan jenis produk industri ke dalam berbagai wilayah. Setiap warga yang secara 
sosial-ekonomis mampu akan membelinya, dan atau mereka memimpikan suatu ketika 
akan meraih yang lebih dari yang kini dimilikinya, sambil membayangkan suatu 
citra tentang posisi sosial mereka yang dikaitkan dengan perkembangan 
kebudayaan "baru" yang dibawa dari urban life style; gaya hidup yang dibentuk 
melalui berbagai produk massal hasil industri yang bisa dijangkau oleh berbagai 
tingkat sosial-ekonomis. 
Dengan kata lain, secara singkat, di sini saya ingin menyatakan bahwa bentuk 
dan jenis produksi khasanah tradisi kita kini mengalami posisi ekonomis yang 
kian ringkih akibat biaya produksi yang tinggi dikarenakan teknologi tradisi 
yang semata-mata mengandalkan pada ketrampilan tangan. Akibatnya, karena 
prosesnya yang panjang maka harganya mahal, akibatnya banyak khasanah tradisi 
kita yang berkaitan dengan kehidupan sehari-hari tak bisa dijangkau oleh warga 
kebanyakan. 
Sementara itu perlindungan, proteksi dari pihak pemerintah terhadap khasanah 
tradisi yang didasarkan pada home industry sangat lemah, kalau tidak ingin 
dikatakan tidak ada sama sekali. Maka ketika waktu kian deras melaju, kehidupan 
tradisi dalam berbagai bentuk dan jenisnya kian rapuh dimakan jaman, dan kian 
ditinggalkan lantaran kurangnya atau bahkan tiada dukungan dan proteksi dari 
pemerintah. Daya dukung dan daya produksi pada sebagian keluarga yang masih 
mempertahankan kehidupan tradisi kian terbatas. Kondisi seperti itu, bukan 
tidak mungkin akan semakin buruk pada masa-masa mendatang. 
Sementara itu, di berbagai wilayah geografi kultural lain, sebagai komparasi 
misalnya di Jepang atau berbagai negeri di Eropa kita menyaksikan betapa makin 
bangganya mereka terhadap berbagai jenis dan bentuk khasanah yang mereka anggap 
tradisi mereka, terutama khususnya yang berkaitan dengan ketrampilan dan 
kerajinan tangan, hand made, apakah itu jenis makanan, pakaian, instrumen musik 
atau kesenian. Hal itu bisa dibuktikan dengan tingginya harga setiap jenis dan 
bentuk yang berkaitan dengan tradisi dan dibuat oleh ketrampilan tangan, dan di 
situ pula mereka mengaitkannya dengan suatu strategi tradisi mereka yang secara 
operasional mereka terapkan dalam berbagai bentuk konservasi melalui 
laboratorium.
Di dalam laboratorium itu pulalah kita bisa menyaksikan bagaimana proses 
konservasi yang mempunyai makna sejarah, ekologis dan juga praktis 
ditumbuh-kembangkan secara terus-menerus dari generasi ke generasi berikutnya. 
Dan hal itu juga terjadi pada berbagai jenis-bentuk seni pertunjukan apakah itu 
yang bersifat sekuler maupun religius. Anda jangan membayangkan bahwa 
laboratorium-laboratorium senibudaya dan khasanah tradisi itu dalam bentuk 
sebuah gedung yang mewah. Yang nampak indah dan enak dipandang serta akustik 
yang bagus dibarengi dengan pelayanan yang baik adalah berbagai museum tempat 
dimana setiap orang bisa menyaksikan khasanah tradisi maupun karya senibudaya 
lainnya. 


Paris, Oktober 2006.
---------------------------
JJ. Kusni


[Bersambung......]

[Non-text portions of this message have been removed]



***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://dear.to/ppi 
4. Satu email perhari: [EMAIL PROTECTED]
5. No-email/web only: [EMAIL PROTECTED]
6. kembali menerima email: [EMAIL PROTECTED]
 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    mailto:[EMAIL PROTECTED] 
    mailto:[EMAIL PROTECTED]

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Reply via email to