**** Banyak orang di Tanah Air, yang hakkul yakin, bahwa membangun bangsa yang amburadul ini, adalah hanya melalui satu jalan: mengubah negara ini menjadi negara agama (nanti, bluggg, rakhmat jatuh dari langit!)
Taiwan, sebuah negara Timur yang sadar budaya, tak pernah mengekor atau menjilat bangsa adidaya dalam membangun dirinya, namun memilih kerja keras dan pengerahan daya inovasi dan kekuatan nalar. Azas sekularisme telah memungkinkan bangsa ini melompat kemuka.. Selamat membaca. Salam Danardono SUARA PEMBARUAN DAILY --------------------------------- Industrialisasi, Tulang Punggung Ekonomi Taiwan "Nano Technology Research Center", yang berada di kawasan Hsinchu Science-based Industrial Park, menjadi pusat penelitian teknologi nano yang menjadi kebanggaan masyarakat Taiwan. (Pembaruan/Elly Burhaini Faizal) Dari sebuah negara agrikultural, Taiwan berkembang menjadi negara maju yang ditopang kekuatan ekonomi industrialnya. Wajah industrial Taiwan bisa terlihat dari banyaknya produk unggulan negara itu yang membanjiri pasar global. D-Link, salah satu merek terkemuka untuk produk-produk internet networking seperti WLAN (Wireless Local Area Network), broadband, VOIP, digital home, LAN Switch, hingga IP Camera, misalnya, jadi salah satu produk Taiwan yang dapat bersaing secara sehat dipasar global. Setelah dibangun selama lebih dari dua dekade, industri semikonduktor Taiwan berhasil pula menguasai pasar global. Hingga 2003, nilai produksi industri semikonduktor Taiwan mencapai US$ 23,79 miliar atau berkisar 70,8 persen output total dunia. Dua perusahaan semikonduktor, yakni Taiwan Semiconductor Manufacturing Company Ltd (TSMC) dan United Microelectronics Corporation (UMC), kini menjadi perusahaan semikonduktor terbesar nomor satu dan dua di dunia. Kedahsyatan potensi industri Taiwan memang sangat menakjubkan. Padahal, secara geografis, Taiwan menduduki area hanya seluas 36.006 kilometer persegi, atau kira-kira sama luasnya dengan Belanda. Tiga perempat lahannya pun hanya berupa pegunungan yang berselimutkan hutan lebat dan terbentang dari utara Taipei dan Keelung di ujung teratas pulau, hingga ke Pingtung di wilayah selatan. Hutan itu pun jarang dieksploitasi, akibat akses yang terbatas serta dibayangi kekhawatiran rusaknya lingkungan. Jadi, bisa dibayangkan betapa sempitnya lahan produktif di Taiwan. Tetapi, alam industrial Taiwan bisa seketika dirasakan begitu kita menapakkan kaki di republik yang didirikan pada tahun 1912 oleh Dr Sun Yat Sen tersebut. Pabrik dan kawasan industri tersebar di mana-mana. Kecanggihan teknologi sudah jadi bagian pula kehidupan sehari-hari warga Taiwan. "Masyarakat Taiwan tidak bisa dipisahkan dari kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi," ungkap Thomas M F Yeh, Wakil Ketua Council for Economic Planning & Development (CEPD) Taiwan, saat ditemui Pembaruan di Taipei baru-baru ini. Diungkapkan, akibat keterbatasan dari sisi luas wilayah maupun ketersediaan sumber daya alam dan manusia, suka atau tidak suka hal ini menyebabkan Taiwan harus bergerak dari negara agrikultural ke arah negara industri yang ditopang kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Jika awalnya pekerjaan agrikultural pada 1970 meraup porsi sebesar 36,7 persen dari total pekerjaan, maka pada 2005 jumlahnya menjadi hanya sekitar 6 persen saja. Sedangkan pekerjaan di sektor industri yang semula hanya 28 persen, pernah mencapai puncaknya yakni 42,8 persen pada tahun 1987, sebelum akhirnya merosot ke titik 35,8 persen pada 2005. Bangkitnya industri padat karya pada awal era 1960-an di Taiwan yang semula adalah negara agrikultural, ditandai dengan berdirinya berbagai kawasan industri dan pusat penelitian teknologi industri. Pada 1961- 1980, untuk mendukung industri padat karya di Taiwan yang tengah berkembang pesat, didirikan beberapa pusat penelitian industrial, antara lain Industrial Technology Research Institute (1973), Institute for Information Industry (1979), serta Development Center for Biotechnology (1984). Beberapa zona ekspor secara berturut-turut juga dibangun di beberapa wilayah, seperti di Kaohsiung (1966), Nan- tzu (1971) dan Taichung (1971) dengan tujuan menggenjot laju ekspor. Setelah sukses melampaui tahapan industri padat karya, industri "high-tech" secara bertahap mengokohkan diri jadi industri unggulan Taiwan sejak kebangkitannya pada satu dekade pertama, yakni 1981-1990. Pada kurun waktu tersebut, Hsinchu Science- based Industrial Park didirikan (1981). Sejumlah kebijakan liberalisasi ekonomi juga ditempuh oleh pemerintah Taiwan, seperti dilakukannya pencabutan kontrol foreign- exchange, serta diizinkan beroperasinya bank-bank swasta, perusahaan asuransi dan perusahaan sekuritas. Ekspansi ekspor industri "high-tech" Taiwan pun terus berkembang pada satu dekade berikutnya. Seiring diluncurkannya Rencana Pembangunan Ekonomi Berbasiskan Ilmu Pengetahuan (2000), sejumlah taman sains dibangun oleh pemerintah Taiwan, seperti Southern Taiwan Science Park yang mencakupi pula Tainan TFT-LCD Park (2001) dan Kaohsiung Biotechnology Park (2004). Untuk mendukung pengembangan biomedis, Hsinchu Biomedical Science Park dibangun pada 2003. Sedangkan untuk memenuhi permintaan dari industri permesinan dan TFT-LCD, dibangun Central Taiwan Science Park. Kiblat TI Industrialisasi yang terjadi secara pesat di Taiwan itu sendiri terjadi bersamaan ketika perdagangan internasional tengah booming. Dunia ketika itu tengah bergerak secara cepat ke arah perdagangan bebas.Harga energi dan bahan-bahan baku lainnya yang rendah, ikut membantu menjaga biaya produksi agar tetap rendah. Tidak heran apabila harga produk-produk ekspor Taiwan terbilang sangat kompetitif. Dengan kondisi semacam itu, terobosan bisa dilakukan Taiwan untuk mendobrak pasar di dalam negerinya yang memang sangat terbatas, sekaligus secara substansial mendongkrak ekspor Taiwan ke negara lain. Dari berbagai industri yang ada, industri teknologi informasi (TI) adalah yang terbilang paling menonjol. Selama lebih dari 20 tahun, TI Taiwan telah berperan penting di pasar TI seluruh dunia. Taiwan, misalnya, telah menjadi pemasok terbesar di dunia selama bertahun-tahun untuk beberapa produk TI, seperti komputer notebook, motherboard, dan Liquid Crystal Display (LCD). Tren ini tampaknya tidak akan berubah dalam waktu dekat ini. Mengacu Taiwan Yearbook 2005, pada 2003 saja manufaktur TI Taiwan telah mengirimkan produk hardware senilai US$ 54,48 miliar ke seluruh dunia. Pada 2004, jumlah tersebut meningkat menjadi US$ 67,24 miliar. Dengan demikian, terjadi peningkatan sebesar 23 persen dalam satu tahun berjalan. Sembilan produk hardware TI utama, yakni notebook, desktop PC, motherboard, server, kamera digital, optical disk drive, Color Display Tube (CDT), monitor LCD, dan proyektor, menguasai nyaris 90 persen total nilai pengiriman hardware TI Taiwan pada tahun 2003. Sedangkan pasar soft-ware Taiwan mencapai US$ 4,36 miliar pada 2003, meningkat 5 persen dibandingkan tahun 2002. Angka ini terus berkembang pada 2004 menjadi US$ 4,58 miliar, atau meningkat 5,1 persen. Kendati canggih secara teknologi, produk TI Taiwan secara umum dirancang agar "gampang digunakan" (very-easy-to-use). Pasalnya, produk TI tersebut dibuat untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di era globalisasi agar dapat berkomunikasi secara lebih mudah di dunia yang kian tanpa batas (borderless world). Prinsip itu salah satunya tercermin pada misi perusahaan D-Link, merek unggulan dunia untuk SMB dan home networking, untuk membangun jaringan bagi masyarakat. "Kami menciptakan segala sesuatu yang terkait dengan internet, baik untuk masyarakat yang berada di rumah, kantor, jalanan, dan di mana saja," ungkap Lilian Tseng, Direktur Senior Divisi Bisnis Internasional D-Link, saat ditemui di Kantor D-Link Corporation, Taipei, beberapa waktu lalu. Secanggih dan seinovatif apa pun teknologi yang dirancang D-Link, produk-produk TI buatannya dibikin sedemikian rupa agar terjangkau, berkualitas bagus, trendi, dan sangat gampang digunakan. "Kebutuhan pelanggan sangat kami junjung tinggi," kata Lilian. Distribusi Kesejahteraan Di tengah ketegangan politik China-Taiwan, kerja sama ekonomi, investasi dan perdagangan dua negara itu tampaknya tidak terlampau terpengaruh. Taiwan punya investasi sangat besar di China, yang sedikitnya berjumlah US$100 miliar dan tidak tertutup kemungkinan jumlah riilnya di lapangan lebih besar daripada itu. Produk-produk TI dari Taiwan pun pada praktiknya banyak yang dibuat di pabrik-pabriknya yang berada di China, contohnya produk chip buatan Sunplus. "Mayoritas produk chip kami diproduksi di China, dan ada juga yang di India. Di sini, kami hanya mengembangkan teknologinya," ungkap Wayne Shen, Asisten Khusus sekaligus Jurubicara Kantor CEO Sunplus yang punya misi untuk jadi perusahaan Multimedia SoC Provider terkemuka di dunia. Sunplus kini menempati posisi ke-4 deretan Fabless IC Company terkemuka di Taiwan setelah Media Tek, Novatek, dan VIA, serta posisi ke-13 di seluruh dunia. Di sini ada sedikit gambaran, bahwa kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang berhasil dikembangkan Taiwan disadari pula oleh pemerintahnya untuk dapat semaksimal mungkin dimanfaatkan bagi kemajuan bersama, khususnya di negara-negara berkembang. Hal itu diakui oleh Thomas Yeh, yang mengatakan, "Dalam 50 tahun terakhir, upaya kerja sama secara terkombinasi antara pemerintah dan masyarakat Taiwan telah berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang pesat, terciptanya stabilitas serta terdistribusikannya kesejahteraan secara merata dan terus-menerus ke luar wilayah Taiwan," Thomas menandaskan. Menurutnya, pengalaman pembangunan ekonomi secara pesat Taiwan yang dikenal dengan istilah "Taiwan Experience" tidak seharusnya dinikmati sendiri oleh masyarakat Taiwan, tetapi dimanfaatkan pula sebagai panduan bermanfaat untuk membantu negara-negara berkembang untuk mencapai kesejahteraan yang serupa. Alasan ini pula yang mendorong Taiwan untuk menggiatkan investasinya ke luar, termasuk Indonesia dan beberapa negara lain di Asia Tenggara yang memang menjadi tujuan investasi terbesar Taiwan saat ini. Pembaruan/Elly Burhaini Faizal --------------------------------- Last modified: 23/11/06