Seminnggu ini berita-berita banyak diisi dengan masalah poligami Aa
Gym sampai SBY dan para menteri kerepotan dengan masalah ini. Banyak
intelektual dengan berbagai disiplin ilmunya menganalisa dengan tajam
hingga jidat berkerut media cetak media elektronik saling memberikan
informasi yang terbaru dengan banyak nara sumber dari orang miskin,
menegah dan kaum punya semua berbicara tentang poligami. Sesama
agamapun saling perang pendapat dengan penafsiran masing-masing
mengenai penolakan atau pembenaran tentang poligami dengan berbagai
contoh negara islam atau negara yang warganya mayoritas beragama
islam. Tetapi mengapa suara perempuan tidak mengangkat masalah
poligami ini khususnya yang telah menjadi isteri pertama atau kedua
atau ketiga atau yang kesekian. Perempuan perlu mengeluarkan
pendapat tentang poligami atau suka dukanya dipoligami oleh seorang
laki-laki yang masih mempunyai ide-logi paternalistik bahwa laki-laki
itu yang berkuasa dan perempuan itu yang dikuasai oleh laki-laki.
Perempuan yang dimadu apakah semanis kata dimadu. Pengalaman saya
waktu pendidikan di pesantren bila mendengar ceramah KH bila belum
punya isteri lebih satu belum bisa disebut KH ini salah satu foklor
dilingkungan pesantren dan Kyai saya dulu punya isteri lebih satu
itu saya lihat memang ternyata sulit adil saya lihat. contoh apabila
Kyai saya itu pulang dari isteri kedua dan membawa makanan untuk
dibawa pulang kepesantren isteri pertamanya tidak mau makan. ini
salah satu contoh kecil saja.