Ini suatu pembuktian lagi bahwa kita tidak bisa menelan mentah-mentah berita 
media-pers, apalagi yang berasal dari media asing.
Selain sering salah tangkap atau salah persepsi, berita media asing juga 
banyak digunakan untuk melancarkan mis-informasi/dis-informasi dalam rangka 
untuk memanipulasi opini publik.


Sebuah posting dimilis tetangga, mengutip artikel dari Business Times Asia, 
dengan judul menyeramkan: "It's safe now to insult Indon president".
Berita tentang pembatalan pasal penghinaan presiden (Pasal 134, Pasal 136 
dan Pasal 137 KUHP), memberi kesan kepada publik bahwa seakan-akan para 
pejabat Lembaga Lembaga Mahkamah Kostitusi RI orang goblok semua, karena 
sekarang orang bisa seenak perutnya mencaci-maki Presiden dan Wakil Presiden 
RI.

Karena penasaran, saya mencari tahu mengenai pemberitaan diatas melalui 
beberapa sumber di internet, alhasil .......


http://hukumonline.com/detail.asp?id=15854&cl=Berita

Pasal Penghinaan Presiden dalam KUHP Dicabut
[6/12/06]

Quote:
"Apakah dengan putusan ini, berarti boleh menghina Presiden? Tidak juga.
Sebab dalam KUHP masih ada pasal 310-321 dalam hal penghinaan ditujukan 
kepada kualitas pribadi Presiden, dan pasal 207 dalam hal penghinaan 
ditujukan kepada Presiden/Wakil Presiden sebagai pejabat. Jadi, jangan 
berpikir masih bisa seenaknya mencaci maki Presiden ketika berdemonstrasi. 
Polisi masih bisa menggunakan jaring lain."  ------End quote.



Dalam berinteraksi dan menerima berita di internet, diperlukan sikap kritis; 
selalu melakukan cross- dan re-checking berbagai sumber lainnya, sebaiknya 
dari sumber yang bisa dipertanggung jawabkan keabsahannya.

Mari kita memanfaatkan pemberitaan internet dengan cerdas, agar jangan 
menjadi korban pembodohan, manipulasi dan anarkhi informasi.


Wassalam, yhg.
------------------------
http://business-times.asiaone.com/sub/news/story/0,4574,217626,00.html?


Published December 7, 2006
"It's safe now to insult Indon president"

(JAKARTA) Insulting the Indonesian president is no longer a crime after the
Constitutional Court said yesterday that it had revoked a colonial law used
by ex-president Suharto to silence critics, and more recently against
student protesters.


Court chairman Jimly Assiddiqie said the three articles of the penal code
regarding insults against the head of state and vice-president 'now have no
binding legal power'.

Intentionally insulting the president or vice-president, including through
the public display of writings or pictures, had carried a maximum of six
years in jail.

The demand for a review of the law was filed by lawyers Eggy Sujana, who is
being tried for libelling presidential aides, and Firman Jaya.

The law, inherited from Dutch colonial legislation, was frequently used by
dictator Suharto to silence critics during his 30 years in power. It was
also used recently against students who insulted President Susilo Bambang
Yudho yono and Vice-President Yusuf Kalla during street protests. - AFP 


Reply via email to