Jurnal Shangrila:
   
   
  "APA?"
   
   
  Secara kebetulan, jam 02:00 pagi subuh hari ini 19 Februari 2007,  begitu 
masuk ke ruang apartemenku yang kecil di Montmartre, aku langsung membuka tivi 
terusan 2: l'Antenne 2/France 2.  Pekerjaanku yang lain aku tangguhkan untuk 
menyaksikan acara wawancara dengan Madame Daniele Mitterrand, istri mantan 
Presiden Mitterrand, ketua LSM France Liberté. Ketertarikanku pada acara 
wawancara ini disebabkan sebagai warga Keluarga Besar Koperasi Restoran 
Indonesia Paris, kami mengenalnya secara pribadi melalui kehadiran 
berkali-kalinya di Resto. Melalui pengenalan langsung, ditambah dengan membaca 
buku-bukunya, mengetahui kegiatan-kegiatannya, termasuk di Indonesia,  maka 
perhatianku pada tokoh perempuan yang pernah menjadi First-Lady Perancis ini 
makin membuatku tak beranjak dari layar FR2. Apalagi pertanyaan-pertanyaan 
wartawan perempuan dari FR2 yang mewawancarainya, mencoba menggali hal-hal yang 
belum pernah ditanyakan baik dari segi kehidupan pribadi mau pun  sikap 
politiknya
 terhadap hal-hal tertentu. Terhadap hal terakhir ini dan baru kudengar adalah 
sikap Madame Daniele Mitterrand terhadap Presiden Castro dari Kuba.
   
  "Bagaimana sikap Daniele terhadap Castro,  sang diktatur Kuba?" tanya 
wartawan FR2. Mendengar pertanyaan ini langsung kulihat sepasang mata Madame 
Daniele seperti mau meloncat dan balik bertanya:
   
  "Apa? Anda mengatakan bahwa Castro itu seorang diktatur? Itukah pendapat 
Anda?"
   
  Melihat reaksi Madame Daniele Mitterrand yang demikian, nampak sangat 
wartawati sedikit surut dan menciut. 
   
  "Tapi bukankah Anda anti kediktaturian?" 
   
  "Benar! Saya memang anti diktatur. Tapi siapa itu diktatur. Apakah 
takarannya? Apakah wartawan seperti Anda yang menentukannya?" Oleh reaksi ini, 
nampak jelas si wartawati kembali menciut nyali tanya dan agresivitasnya. 
   
  "Bagiku", ujar Daniele Mitterrand, "Castro bukan seorang diktatur. Ia 
senantiasa berusaha menjawab masalah-masalah rakyatnya di tengah-tengah segala 
kepungan agresif imperialisme Amerika Serikat". 
   
   
  "Anda sedang menggunakan kata-kata demagogi", sela si wartawati.
   
   
  "Apakah Anda bisa membedakan antara kenyataan dan demagogi? " tanya mantan 
First Lady Perancis dengan tenang menatap langsung ke mata si penanya. "Sebagai 
wartawan, Anda selayaknya bisa membedakannya".
   
   
  "Saya memang anti diktatur dan kediktaturan. Diktatur tidaknya seorang 
penguasa bagi saya ditentukan oleh rakyat negeri itu sendiri dan bukan oleh 
wartawan seperti Anda. Castro tidak ditentang oleh rakyat Kuba sehingga ia 
bertahan sampai hari ini.  Sedangkan Anda hanya mencaci Castro tanpa menjawab 
langsung kepentingan rakyat Kuba yang dikepung". 
   
   
  Saya tidak tahu, apakah sikap Daniele Mitterrand ini merupakan sikap 
mayoritas Partai Sosialis di mana Daniele tergabung. Hanya yang jelas pada saat 
Gorbachev dengan Perestroika-nya menghentikan pengiriman minyak ke Kuba, 
Perancis yang pada saat itu di bawah pemerintahan Partai Sosialis, pernah 
mengirimkan kapal-kapal memuat bantuan ke Kuba. Sementara Republik Rakyat 
Tiongkok menyuplai negeri Karibia ini dengan sepeda. 
   
   
  Sejalan dengan sikap Madame Daniele Mitterrand ini pulalah, maka Perancis 
semasa kekuasaan Partai Sosialis dan partai-partai kiri, nama Indonesia 
Soeharto sangat tidak populer di Perancis. Berlatarbelakangkan ketidaksukaan 
pemerintah Perancis pada Orba Soeharto, Pramoedya A Toer yang oleh Perancis 
dipandang sebagai "jiwa Indonesia" diberikan bintang jasa "Legion d'Honneur", 
pada saat Pram berkunjung ke Perancis. Ketika berkunjung ke Paris, seusai 
pertemuan KTT Non Blok di Nairobi, di bandara Orly,  mantan Presiden Soeharto,  
hanya disambut oleh menteri luar yang secara protokoler jauh sangat tidak 
seimbang. Sebelum berkuasa, tokoh-tokoh Partai  Sosialis pulalah yang secara 
masif membuat petisi kepada Orba agar Pram dibebaskan dari pulau pembuangan 
Buru.
   
   
  Madame Daniele Mitterrand, jauh sebelum menjadi the France First Lady, sudah 
lama aktif dalam komite-komite setiakawan dengan negeri-negeri Amerika Latin. 
Kegiatan begini hanyalah kelanjutan dari militantisme sejak gadis berusia 17 
tahun melawan pendudukan nazi-isme Hitler di Perancis semasa Perang Dunia II. 
Melalui kegiatan-kegiatan ini, Madame Daniele mengenal baik Amerika Latin, 
termasuk Kuba.  Ia juga merupakan sahabat dekat Komandan Marcos dari Chiapas, 
Meksiko. Sehingga jika ia mengatakan sesuatu tentang kawasan dunia tersebut, 
mestinya ia punya dasar alasan yang bisa ia pertanggungjawabkan karena itu ia 
berani dengan tegas menantang bahkan memojokkan sang wartawati yang 
mewawancarainya. Patut dicatat bahwa wartawan-wartawan Perancis saat 
mewawancarai para petinggi negerinya dikenal sangat tajam dan garang.  
   
   
  Apa yang dikemukakan oleh Madame Daniele Mitterrand malam ini merupakan 
pendapat kontroversial dibandingkan pendapat umum yang dibentuk oleh pers 
negeri ini. Pendapat tentang Castro yang diucapkan oleh mantan The First Lady 
Perancis  ini sekaligus merupakan tantangan serta sanggahan terbuka di depan 
publik. Hal jamak di negeri ini.
   
   
  Hal menarik lain yang ingin kucatat di sini adalah jawaban Daniele Mitterrand 
atas pertanyaan wartawati. 
   
   
  "Prenom saya: Daniele. Nama [nom] saya: Mitterrand. Dan saya bangga menjadi 
Daniele Mittterrand, diri saya sendiri". 
   
   
  Apakah jawaban ini merupakan penolakan Daniele Mitterrand pada keditakturian 
lelaki, menolak jadi bayang-bayang suami? Madame Daniele di Perancis memang 
dikenal sebagai sorang pemberontak atau "macan betina" jika menggunakan istilah 
seorang wartawan perempuan Perancis yang baru menerbitkan bukunya tentang "The 
First Lady" negeri anggur ini.*** 
   
   
  Paris, Februari 2007
  ---------------------------
  JJ. Kusni

                
---------------------------------
 
 Real people. Real questions. Real answers. Share what you know.

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke