Dalam tradisi dan literatur kemiliteran dikenal "the rules of engagement" (ROE).
ROE mengatur dan menentukan kapan, di mana dan bagaimana kekuatan letal (senjata mematikan) boleh dipakai, baik dalam masa perang (melawan musuh) maupun dalam darurat militer internal (melawan pemberontakan internal). Aturan seperti ini diajarkan di sekolah-sekolah militer manapun. Di berbagai negara ROE bahkan dipublikasikan agar warga sipil pun tahu bagaimana militer bekerja. Ada satu fakta yang sudah tidak diperdebatkan dalam Kasus Alas Telogo, Pasuruan, bahwa peluru yang mematikan dan melukai korban adalah peluru yang ditembakkan Marinir. Ini jelas sudah merupakan pelanggaran dari ROE yang paling dasar: bagaimana senjata mematikan (baik langsung maupun pantulan, jika benar) dipakai untuk menghadapi warga sipil, mengingat Pasuruan bukanlah medan perang ataupun daerah darurat militer. Dalam situasi bukan-perang, tindakan tentara meladeni konflik dengan warga sipil (seberapa pun beringasnya, bahkan jika itu benar) sudah merupakan kesalahan. Tentara sudah seharusnya menghindari konflik seperti ini sejak dari awalnya. Sengketa tanah adalah sengketa sipil (bahkan jika instansi militer terlibat dalam sengketa). Itu bukan sengketa militer yang mengancam kedaulatan negara. salam, Farid Gaban