bismi-lLah wa-lhamdu li-lLah wa-shshalatu wa-ssalamu 'ala rasuli-lLah
wa 'ala alihi wa ashhabihi wa ma-wwalah, amma ba'd, assalamu 'alaikum
wa rahmatu-lLahi wa barakatuH,

tak banyak mo ngomong nech, mo syering ini yang di bawah azza nech.
buagus koq!.....silah!



Kita dan Hawa Nafsu
 
Artikel Buletin An-Nur :
 
Hawa nafsu senantiasa menyuruh manusia untuk melakukan keburukan. Dia
pandai menghiasi dosa dan kemaksiatan, sehingga tampak indah dan
menarik di mata manusia. Kita dapat merasakan pengaruh hawa nafsu
melalui minimnya kita melakukan ketaatan, condong pada kemaksiatan dan
terpesona kepada dunia. Untuk itu mari kita merenung sejenak, dengarkan
apa kata hawa nafsu dan perhatikan pula jawaban untuknya. Semoga
bermanfaat. 
 
Hawa nafsuberkata, "Mengapa aku selalu disalahkan dan tidak boleh
melakukan apa saja yang kuinginkan? Mengapa tidak ada kelonggaran?
Sungguh aku tidak menyuruh, kecuali apa-apa yang baik dan enak." 
 
Jawab: Ini merupakan salah satu tipu dayamu. Andaikan kami memberi
keleluasaan kepadamu, maka kamu tidak akan berhenti memerintahkan
keburukan kepada kami. Menghiasi kemaksiatan seakan-akan baik dan
indah. Menganjurkan agar melakukan dan membiasakannya. Allah Subhannahu
wa Ta'ala telah berfirman, artinya, Karena sesungguhnya nafsu itu
selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh
Rabbku.” (Yusuf: 53) 
 
Memang demikian adanya engkau wahai hawa nafsu. Kamu tidak akan mampu
berubah dengan sendirinya tanpa adanya pertolongan Allah, perjuangan
serta usaha yang sungguh-sungguh dari manusia. 
 
Hawa nafsu berkilah, "Jika keberadaanku untuk mengajak kepada
keburukan, maka bagaimana mungkin engkau dapat mengubahku?" 
 
Jawab: Dapat dan pasti dapat. Faktor pendorong terbesar dari gejolakmu
adalah kebodohan (al-jahl) dan kezhaliman (al- zhulm). Dari dua faktor
ini muncul perilaku dan perkataan yang buruk. Dengan pertolongan Allah
kamu pasti dapat berubah. Caranya adalah dengan ilmu yang bermanfaat
dan amal shalih. Ilmu yang bermanfaat adalah segala yang bersumber dari
Kitabullah dan Sunnah Nabi Shalallaahu alaihi wasalam. Sedangkan amal
shaleh adalah amal yang memenuhi dua syarat yaitu ikhlash dan mutaba'ah
atau mengikitu apa saja yang telah diajarkan Rasul Shalallaahu alaihi
wasalam. Sedangkan yang tidak mencontoh Nabi Shalallaahu alaihi wasalam
namanya bid’ah. 
 
Berkata nafsu, "Hawa nafsu itu ada beberapa macam, ada yang
memerintahkan keburukan (amaratun bissuu'), ada nafsu pencela
(lawwamah) dan nafsu yang baik/tenang (muth-mainnah) . Namun mengapa
nafsu selalu dianggap buruk? 
Jawab: Nafsu dari sisi dzatnya adalah satu, sedangkan yang tiga macam
itu sifatnya. Apabila memerintahkan keburukan dan maksiat, maka itu
amaratun bissuu'. Jika memerintahkan kebaikan dan ketaatan, maka itu
muthmainnah, dan jika memerintahkan sesuatu lalu mencelanya, maka itu
lawwamah. Jika yang dicela adalah perbuatan buruk, maka ia terpuji dan
jika yang dicela perbuatan baik, maka ia tercela. 
 
Sedangkan secara umum nafsu memerintahkan kepada keburukan dan maksiat,
maka bagaimana mungkin disebut baik, jika keadaanya selalu demikian? 
Adapun nafsu muthmainnah adalah nafsu yang telah ditundukkan oleh
pemiliknya, sehingga sifat ammaratun bissuu' (memerintah keburukan)
telah mati dan tunduk di jalan Allah. Maka jadilah nafsu itu penyuruh
dan pembisik kebaikan, maukah kamu demikian? 
 
Hawa nafsu beralasan, "Jangan memperbesar masalah. Iman itu adanya di
hati, selagi hati masih muthmainnah (beriman), maka mengapa musti
khawatir secara berlebihan.? " 
Jawab: Ini model iman orang murji'ah yang mengatakan, bahwa iman itu
sekedar pengakuan hati, sedangkan amal tidak termasuk dalam iman. Ahlul
haq berkeyakinan, bahwa iman adalah keyakinan hati, ucapan lisan dan
perbuatan anggota badan. Iman dapat bertambah dan berkurang. Bertambah
dengan ketaatan dan berkurang dengan kemaksiatan. Allah Subhannahu wa
Ta'ala dan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam telah memberitahukan,
bahwa kemaksiatan akan menjerumuskan manusia ke dalam neraka. Firman
Allah Subhannahu wa Ta'ala, 
 
“Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang
menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka kelak
mereka akan menemui kesesatan.” (Maryam: 59) 
“Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah-Nya takut
akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih. (An-Nur: 63) 
 
Hawa nafsu masih belum puas dan berkata, "Apakah engkau lupa, bahwa
Allah adalah Maha Pengampun lagi Penyayang dan rahmat-Nya meliputi
segala sesuatu?" 
Jawab: Sungguh kami tidak lupa itu, namun kita tidak boleh mengambil
satu nash dengan mengabaikan nash-nash yang lain. Memang benar Allah
Maha Pengampun lagi Penyayang, namun dia juga Maha keras siksa-Nya
sebagai-mana firman Nya, artinya, 
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya dan
bahwa sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
(Al-Maidah: 98) 
Maka bagaimana kita akan melupakan, bahwa Dia juga keras siksa-Nya? Dia
juga telah berfirman, artinya, 
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia
mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang
dikehendaki- Nya” (An-Nisaa: 48) 
Siapakah yang tahu kehendak Allah. Tak seorang pun mengetahui, maka
bagaimana kami mengetahui, bahwa kami termasuk salah seorang yang
dikehendaki Allah untuk diampuni? Bahkan dia berfirman, artinya, 
“Barangsiapa yang mengerjakan kejahatan, niscaya akan diberi
pembalasan dengan kejahatan itu” (An-Nisa:123) 
Allah juga menjelaskan, bahwa rahmat-Nya dekat kepada orang-orang
muhsin (yang berlaku baik). Artinya orang yang buruk berada jauh dari
rahmat-Nya. 
 
Hawa nafsu beralasan lagi, "Ini namanya su'udzan terhadap Tuhan. Allah
Subhannahu wa Ta'ala telah berfirman di dalam hadits qudsi, "Saya
tergantung persangkaan baik hamba Ku terhadap Ku" (Muttafaq
‘alaih). Kalau kamu mau husnudzan terhadap Allah, maka kamu akan
yakin bahwa Dia pasti akan mengampunimu. 
 
Jawab: Kami bertanya, "Apa yang kau ketahui tentang husnudzan terhadap
Allah? Apakah sengaja melakukan dosa dan maksiat lalu berharap
memperoleh rahmat dan ampunan Nya? Sesungguh- nya husnudzan terhadap
Allah adalah dengan beramal sholeh karena seorang yang beramal sholeh,
berarti berprasangka baik kepada Allah. Karena dia yakin, bahwa Allah
akan memberikan balasan pahala kebaikannya, tidak mengingkari janji dan
akan menerima taubat. 
Sedangkan berbuat maksiat berarti telah su'udzan kepada Allah karena
tidak yakin, bahwa kalau dia berbuat baik akan mendapat pahala.
Bagaimana seorang yang melakukan sesuatu yang membuat Allah marah dan
murka, menyepelekan hak-hak Nya, menerjang larangan-Nya dan terus
demikian disebut sebagai berprasangka baik terhadap Allah?Maka yang
dimaksud husnudzan adalah memperbagus amal, semakin baik amal
seseorang, maka dia semakin berprasangka baik kepada Allah. 
 
Hawa nafsu berkata, "Apa manfaatnya Allah menyiksa kita, apakah Dia
butuh itu? Sedangkan ampunan-Nya tidak akan mengurangi kekuasaan Nya
sedikit pun dan adzab-Nya tidak menambah kekuasaan-Nya sama sekali? 
 
Jawab: Ini merupakan bisikan yang menyesatkan dan kebatilan yang nyata.
Karena dengan demikian ayat-ayat ancaman dianggap hanya sekedar
gertakan semata yang tak ada buktinya. Orang kafir juga akan berkata
demikian, mereka berharap mendapatkan rahmat Allah dengan kekafiranya.
Alasannya Allah tidak butuh untuk mengadzab manusia dan siksaan tidak
akan menambah kekuasaan-Nya sedikit pun. Padahal Dia telah berfirman, 
“Maka apakah patut Kami menjadikan orang-orang Islam itu sama
dengan orang-orang yang berdosa (orang kafir) (Al-Qalam: 35) 
“Segolongan masuk surga dan segolong-an masuk neraka.” (Asy
Syuura: 7) 
Allah Subhannahu wa Ta'ala adalah Hakim segala hakim dan Dzat paling
Adil di antara yang adil. Dan termasuk keadilan-Nya adalah menyiksa
orang zhalim, fasiq, kufur dan terus menerus berbuat kerusakan di muka
bumi. 
 
Berbisik lagi hawa nafsu, "Yang dincaman itu hanya dosa-dosa besar
seperti zina, mencuri, liwath,sihir, minum khamer, membunuh dan
sebagainya. Adapun dosa-dosa kecil, maka masalahnya amatlah ringan dan
tidak perlu dikhawatirkan. " 
Jawab: Telah berkata Ibnu Abbas Radhiallaahu anhu, "Tidak ada dosa
kecil kalau dilakukan terus menerus dan tidak ada dosa besar kalau
dibarengi istighfar. Berkata pula seorang salaf, "Jangan engkau
memandang kepada kecilnya dosa, namun lihatlah kepada siapa engkau
bermaksiat." 
 
Dan jauh sebelumnya Nabi Shalallaahu alaihi wasalam telah
memperingatkan, "Waspadalah kalian terhadap dosa-dosa kecil, karena
kalau dosa itu berkumpul pada seseorang akan membinasakannya. "(HR.
Al-Bukhari) 
Imam Ibnul Qayyim juga telah mengingatkan, bahwa bisa saja dosa-dosa
kecil dapat berakibat lebih fatal daripada dosa-dosa besar. Karena
pelaku dosa besar biasanya merasa malu dan menyesal atas dosanya.
Sedangkan pelaku dosa kecil terkadang tidak merasa takut dan malu
dengan dosa itu. 
 
Setelah kehabisan alasan nafsu berkata untuk terakhir kali, "Seluruh
dosa adalah sudah takdir dan kehendak Allah, kita hanya sekedar
menjalankan saja, tak mampu mengelak terhadap takdir itu. Kalau Allah
berkehendak tentu kita tidak melakukan dosa dan tentu banyak melakukan
ketaatan." 
Jawab: Nah semakin jelas sekarang kebobrokanmu, dan terbukalah kedokmu.
Kini engkau berhujjah dengan hujahnya orang-orang musyrik karena
kehabisan alasan. Hujjahmu adalah dusta semata, sekarang kuberi tahu
mengapa alasanmu sangat lemah."
 
Berhujjah dengan takdir berarti mengklaim tahu perkara ghaib, darimana
tahu, bahwa Allah menakdir kan seseorang ahli maksiat, mengapa tidak
mengatakan, "Allah menakdirkan aku menjadi orang yang taat? 
 
Mengapa ketika melakukan ketaatan tidak beralasan dengan takdir Allah
(sehingga tak perlu mengharap balasan dan surga, red). Karena Allah
yang berkehendak itu, mengapa tidak membiarkan dirinya lapar dan haus,
mengapa ketika sakit berobat, mengapa berusaha? Namun anehnya untuk
perbuatan baik mengapa tidak berusaha? 
 
Kalau beralasan dengan takdir ketika berbuat maksiat diterima, tentu
umat-umat terdahulu yang ingkar dan durhaka dibiarkan tidak disiksa,
artinya tidak ada gunanya ayat-ayat yang berisi ancaman Allah. 
 
Kalau ada orang menzhalimi kamu, harta, kehormatan dan darahmu, apakah
kamu menerima jika dia beralasan dengan takdir Allah? 
 
Jika demikian maka tidak ada bedanya orang kafir dengan mukmin, ahli
maksiat dan orang baik karena semuanya dipaksa tanpa dapat memilih, ini
merupakan kebatilan yang nyata.
Ah sudah lah! Tidak ada gunanya terus menerus menuruti kamu, sampai
kapan pun kamu tidak bisa menipu orang-orang yang ikhlas dan taat
terhadap Allah dan Rasul-Nya. 
 
Sumber: Kutaib Darul Wathan “Lahazhat Shadiqah,” Khalid Abu
Shalih. (Khalif)

wa bi-lLahi-ttaufiq wa-lhidayah, subhanaka-lLahumma wa bihamdiKa
asyhadu alla Ilaha illa Anta, astaghfiruKa wa atubu ilaiK. 
wassalamu 'alaikum

"Fa maadza ba'da-lhaqq, illa-dl_dlalaal"

Leo Imanov
Abdu-lLah
AllahsSlave
http://sudjanamihardja.multiply.com
http://imanov.jeeran.com
phone: +49 241 1 89 93 69
mobile: +49 1 76 63 01 56 79


        
        
                
___________________________________________________________ 
Yahoo! Messenger - NEW crystal clear PC to PC calling worldwide with voicemail 
http://uk.messenger.yahoo.com

Kirim email ke