PUASA; Sebuah Menejemen Peningkatan Kualitas diri 

Manusia mempersepsi benda dengan ukuran-ukuran kualitas, emas diukur 
dengan karat, makanan diukur dengan kandungan gizi dan rasa, pakaian 
diukur dengan jenis bahan dan mode, burung diukur dengan keindahan 
bulu dan kicauannya, sapi diukur dengan berat dagingnya, pokoknya 
semua benda ada ukuran kualitasnya, dan dari ukuran itu ditentukan 
nilai dan harganya. Lalu bagaimana dengan kualitas diri kita ?

Kualitas Manusia
Manusia adalah makhluk yang mempunyai dua dimensi,; lahir dan batin, 
fisik dan psikis, jasmani dan rohani, maka kualitas manusia juga 
diukur dari dua dimensi. Kualitas fisik manusia disebut dengan 
sebutan ayu, ganteng, kuat atau lemah. Sedangkan kualitas ruhani 
manusia disebut dengan sebutan-sebutan lembut, halus, baik, jahat, 
jujur, pemaaf, sombong, cerdas, dungu dan lain sebagainya.

Kulitas Manusia Menurut al Qur'an.
Al qur'an mengintrodusir banyak istilah merujuk kepada kualitas diri 
manusia, seperti muslim, mu`min, muttaqin, mukhlish, muhsin, shalih, 
shabur dan halim, disamping kafir, musyrik, fasiq, munafiq, zalim dan 
jahil. Al Qur'an mengisyaratkan bahwa pada dasarnya manusia memiliki 
potensi menjalankan kebaikan dengan mudah (laha ma kasabat) dan harus 
bersusah payah melawan dirinya untuk berbuat jahat (wa `alaiha ma 
iktasabat). Akan tetapi daya tarik keburukan lebih kuat dibanding 
daya tarik kebaikan. Nabi menggambarkan dengan permisalan; surga itu 
dikelilingi oleh hal-hal yang tidak menarik (mahfufat bi al makarih) 
sementara neraka dikelilingi oleh hal-hal yang menarik ( mahfufah bi 
as syahawat) Oleh karena itu untuk bisa membangun kualitas diri, 
manusia harus bisa meminij dengan baik agar antara potensi, godaan 
dan peluang bisa disinergikan kearah kesempurnaan diri. Manusia 
memiliki hak ikhtiar untuk mencapai kualitas dirinya. Manusia diberi 
kebebasan untuk menjadi mu`min atau menjadi kafir (faman sya`a fal 
yu'min waman sya'a fal yakfur)

Perangkat Diri
Manusia oleh Alloh SWT diberi perangkat diri yang memungkinkan 
meminij hidup hingga mencapai tingkat integritas yang tinggi, yaitu 
Akal, Hati, Hati Nurani, syahwat dan Hawa nafsu.

Akal (`aql) adalah problem solving capacity, yang dengan akal manusia 
bisa mengatasi masalah, bisa menemukan kebenaran tetapi bukan 
menentukan kebenaran. Kerja akal adalah berfikir.

Hati (qalb) adalah alat untuk memahami realita. Hal-hal yang tidak 
rationil bisa difahami oleh hati. Dengan bekerjasama dengan akal, 
hati bisa melakukan tafakkur. Hati bertindak sebagai "perdana 
menteri" dalam "cabinet" kejiwaan manusia, oleh karena itu hanya 
perbuatan yang disadari oleh hati yang berimplikasi kepada pahala dan 
dosa. Hanya saja, sesuai dengan namanya qalb, hati memiliki karakter 
tidak konsisten, bisa berubah-ubah.

Hati nurani (alqur'an menyebutnya bashirah) adalah cahaya (nur) Alloh 
SWT yang ditempatkan didalam hati (nurun yaqdzifuhulloh fi al qalb). 
Nurani memiliki hotline dengan Tuhan, oleh karena itu nurani 
konsisten jujur, tidak bisa diajak kompromi dengan kebohongan. Hanya 
saja cahaya nurani bisa tertutup oleh keserakahan dan kemaksiatan. 
Oleh karena itu orang serakah dan pendosa nuraninya mati. Hati Nurani 
bersinerji dengan akal dan hati, membuat manusia bukan saja 
bertafakkur, tapi bahkan bisa melakukan tadabbur.

Syahwat adalah dorongan kepada apa saja yang diinginkan (nuzu` annafs 
ila ma turiduhu) atau dalam psikologi disebut motiv atau penggerak 
tingkah laku. Syahwat bersifat netral dan manusiawi, oleh karena itu 
menunaikan syahwat dengan mengikuti tuntunan agama menjadi ibadah. 
Sebaliknya ngumbar syahwat bisa meluncur ke dorongan hawa nafsu dan 
perbuatan mksiat dan dosa.

Hawa nafsu merupakan syahwat rendah, yakni penunaian syahwat yang 
tidak memperdulikan nilai 2 moralitas dan akibat.

Lima Perangkat kejiwaan inilah yang bekerja merespon stimulus, 
mempersepsi, mempertimbangkan, dan memutuskan. Dengan perangkat itu 
manusia bisa berfikir, bertafakkur (merenung) dan bertadabbur. Jika 
manusia lebih mengikuti akalnya maka ia hidup rationil, jika lebih 
menggunakan hatinya maka ia perasa, jika mengikuti nuraninya maka 
pilihannya pasti tepat, jika ngumbar nafsu maka ia cenderung hedonis 
dan jika lebih mengikuti hawa nafsu maka ia pasti tersesat dan 
keputusannya keliru.

Puasa Sebagai Menejemen Spiritual
Puasa tidak sama dengan orang kelaparan. Orang kelaparan terpaksa 
tidak makan minum karena tidak ada yang bisa dimakan atau diminum, 
sedangkan orang berpuasa secara sadar meninggalkan makan minum 
sebagai bentuk pengendalian diri karena adanya perintah Alloh SWT. 
Orang kelaparan adalah wujud kelemahan, sedangkan orang berpuasa 
merupakan wujud kekuatan. Hanya orang kuat yang bisa mengendalikan 
dirinya untuk tidak makan minum padahal ia ingin dan makanan 
tersedia. 

Oleh karena itu puasa bukanlah aktifitas fisik, tetapi aktifitas 
spiritual, karena yang bekerja jiwanya. Oleh karena itu kualitas 
puasa juga diukur secara spiritual, bukan materialnya. Ada tiga 
ranking kualitas puasa; awam (tingkat dasar), khusus (tingkat 
menengah)dan super khusus (tingkat tinggi). Orang awam hanya mulutnya 
yang puasa yakni meninggalkan makan minum, sedangkan orang khusus 
mulutnya juga berpuasa dari kata-kata yang tidak perlu, matanya 
berpuasa dari melihat yang dilarang, telinganya berpuasa dari 
mendengar yang tidak berguna, dan seluruh anggauta badannya juga 
berpuasa dari melakukan hal yang dilarang dan yang tidak berguna. 

Jadi puasa merupakan pekerjaan menejemen kejiwaan, mensinergikan 
fungsi-fungsi akal, hati, hati nurani, syahwat dan hawa nafsu. Jika 
seseorang berhasil menjalankan puasa pada tingkat karakteristk puasa 
orang khusus maka puasanya akan berdampak pada pembentukan integritas 
diri. Sedangkan puasa super khusus, itu tidak relefan dengan kita. 
Puasa jenis ini adalah puasanya para Nabi dan para wali, karena yang 
puasa bukan hanya mulut dan anggauta badan, hatinyapun berpuasa dari 
ingatan selain Alloh SWT. Bayangkan Selama 14 jam, di dalam hati para 
nabi dan wali hanya ada Alloh SWT, tidak ada ingatan yang lain. Kita, 
jangankan 14 jam, selama salat yang hanya empat menitpun tidak bisa 
full mengingat Alloh SWT.

Banyak diantara kita yang malah selama empat rokaat salat, hatinya 
bukannya ke Alloh SWT  yang diucapkan dalam bacaan salat, tetapi 
malah berwisata hingga berhasil mengunjungi empat obyek pariwisata. 
Dari itu maka Nabi mengingatkan bahwa; banyak orang puasa tapi mereka 
tidak memperoleh apa-apa selain lapar dan haus (rubba sho'imin laisa 
hadzzuhu illa al ju` wa al `athos) seperti juga banyak orang salat 
malam tapi tak memperoleh apa-apa selain lelah dan kantuk (rubba 
qo'imin laisa hadzzyhu illa assahr waat ta`ab). Wallohu a`lam.

Wassalam,
agussyafii

===========================================================
Silahkan kirimkan komentar anda di http://mubarok-
institute.blogspot.com atau [EMAIL PROTECTED]
===========================================================


Kirim email ke