JIL: Sesat atau Kebebasan Berpikir?  Kamis, 17 Jan 08 09:41 WIB
    Kirim teman
   
  Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 
   
  UST. H Ahmad Sarwat, Lc, yang saya hormati, saya ingin mengajukan pertanyaan 
tentang JIL. Bagaimana pandangan ust tentang JIL? Saya melihat JIL menyatakan 
Islam tapi koq mereka membenci MUI pada saat fatwa aliran sesat kpd Ahmadiyah 
dll.
   
  Bahkan ada wacana untuk membubarkan MUI. Apakah di dalam JIL banyak alumni 
dari IAIN (UIN)? Mereka menerjemahkan ayat-ayat Alquran sesuai dengan pemikiran 
mereka, apakah ini merupakan salah satu kebebasan berfikir dalam Islam?
   
  Dalam website-nya dia membuka salam dengan " Dengan nama Allah Tuhan Pengasih 
Tuhan Penyayang Tuhan segala agama" Lalu apakaha gama Budha, Hindu bertuhankan 
Allah? Padahal mereka menyembah patung, memberi sesajan kpd patung-patung. 
Apakah mereka tidak percaya bahwa sesungguhnya agama yang diterima Allah SWT 
adalah Islam?
  Demikian pertanyaan saya, bila ada kekeliruan dalam pertanyaan ini saya mohon 
maaf.
   
  Wassalam
  DS
  Jawaban  Assalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 
  Islam memang memberikan kebebasan berpikir serta berpendapat. Itu tidak perlu 
dipertanyakan lagi. Bahkan kebebasan berpikir yang ada di dalam agama Islam 
justru menjadi inspirasi orang Barat untuk kemudian membebaskan diri dari 
kungkungan raja dan hegemoni gereja. Lantas mereka bisa maju, terjadi Revolusi 
Industri di Inggris hingga sampai sekarang ini.
   
  Para pemuka kebebasan di Barat sangat diinspirasikan oleh kebebasan yang ada 
di negeri muslim. Mereka bebas menyapaikan pendapat, memberikan gagasan, 
menemukan begitu banyak karya di bidang ilmu pengetahuan. Padahal di Eropa, 
para raja dan kekuatan gereja saat itu sangat indoktrinatif.
  Kitab Injil mereka campur aduk dengan pemikiran mereka yang picik, lalu 
dipaksakan kepada masyarakat. Di antara pengekangan gereja di Eropa saat itu 
antara lain:
   
  Konsep Trinitas
   
  Trinitas adalah sebuah tema yang paling kontroversial. Sebab konsep trinitas 
itu sangat bertentang dengan ajaran asli Nabi Isa dan ditentang oleh begitu 
banyak Gereja di Timur.
   
  Tapi dengan kekuatan senjata dan kekuasaan, Gereja Eropa berhasil memaksakan 
paham kaum penyembah berhala untuk ditelan bulat-bulat, sehingga dijadikan 
dogma yang tidak boleh dibantah.
   
  Seorang raja Inggris, Hertog, bahkan tega membunuh ribuan orang dengan jalan 
dibakar hidup-hidup dalam rangka memaksakan dogma sesat itu di kalangan 
rakyatnya. Tapi siapa yang sempat bertaubat sebelum dibakar hidup-hidup, masih 
ada kesempatan diampuni dan hukumannya dikurangi menjadi pemenggalan kepala 
dengan pedang, sebagai ganti dari dibakar hidup-hidup.
   
  Pengekangan Ilmu Pengetahuan
   
  Gereja bukan hanya memaksakan masalah khilafiyah di bidang aqidah saja, 
tetapi juga merasuk ke wilayah lain yang tidak seharusnya mereka masuki, yaitu 
ranah ilmu pengetahuan dan teknologi. Tentunya dengan pendekatan dogmatis yang 
justru melecehkan kemajuan ilmu pengetahuan.
   
  Misalnya mereka paksakan doktrin bahwa bumi itu rata seperti meja. Padahal 
tidak ada ayat Injil yang menyebutkan demikian. Tentu saja indoktrinasi seperti 
ini ditentang oleh para ilmuwan yang saat itu telah berhasil membuktikan 
kebenaran teori heliosentris.
   
  Akibatnya masyarakat Eropa tertekan selama berabad-abad, mereka ditindas, 
disiksa, dipaksa dan dilecehkan akalnya.
   
  Betapa mereka mendambakan hidup di bawah alam kebebasan berpikir sebagaimana 
yang dialami oleh bangsa-bangsa muslim di dunia Islam. Ketika tekanan sudah 
mencapai puncaknya, meledaklah arus kebebasan di Barat sana, di mana salah satu 
pemicunya justru datang dari Islam.
   
  Kebebasan Berpikir Versi Islam
   
  Di bidang aqidah, agama Islam relatif punya konsep yang sederhana. Tidak 
berbelit-belit sebagaimana keruwetan para filsuf barat yang memang rancu cara 
berpikirnya.
   
  Maka di dunia Islam tidak pernah timbul jurang pemisah antar sekte aliran 
filsafat. Sehingga tidak pernah terjadi hegemoni ulama atau indoktrinasi 
aqidah. Apalagi dalil dan nash yang dimiliki umat Islam sudah sangat jelas dan 
mudah dipahami. Beda dengan dogma gereja yang sumbernya justru otak para 
pemikir linglung di Eropa.
   
  Di bidang ilmu pengetahuan, kebebasan berpikir versi Islam sangat bisa kita 
banggakan. Dengan kebebasan itu, sejarah Islam bertabur cahaya dengan para 
penemu di bidang ilmu pengetahuan. Ibnu Sina, Ibnu Rusydi, Al-Khawarizmi, 
Al-Kindi, Ibnu Bathuthah, Al-Idrisi, dan sederet nama ilmuwan besar yang sampai 
hari ini masih dianggap sebagai tokoh iptek dunia.
   
  Meski Al-Quran banyak bicara tentang fenomena alam, tetapi tidak ada satu pun 
ayat yang bicara terlalu detail tentang hal itu. Ini bedanya antara Injil hasil 
karangan manusia dengan Al-Quran kalamullah, yaitu hal-hal yang terkait dengan 
iptek lebih banyak diserahkan kepada otak manusia.
   
  Sehingga silahkan saja manusia menikmati kebebasan berpikirnya, silahkan 
lakukan penelitian, eksplorasi, bahkan manusia ditantang untuk menembus jagad 
raya. Sesuatu yang di dalam dogma Gereja Eropa saat itu merupakan kemustahilan.
   
  Kebebasan Pemikiran Versi JIL
   
  Tapi hari ini, yang diusung oleh Jaringan Islam Liberal dengan nama kebebasan 
berpikir sama sekali tidak ada kaitannya dengan ilmu pengatahuan.
  Kebebasan berpikir versi JIL tidak lain adalah agenda yahudi zionis dalam 
rangka menghancurkan eksistensi semua agama, termasuk Islam.
  Yang mereka usung bukanlah kebebasan berpikir Islam seperti yang dahulu 
dikembangkan.
   
  Dahulu kebebasan berpikir yang datang dari dunia Islam adalah di bidang ilmu 
pengetahuan dan teknologi. Bukan dalam masalah aqidah dan prinsip dasar agama. 
Kebebasan berpikir di masa Islam dahulu melahirkan banyak kemajuan buat bangsa 
dan negara, terutama di bidang ekonomi, teknologi, ilmu pengetahuan dan 
penemuan-penemuan besar.
   
  Sedangkan kebebasan versi JIL saat ini tidak menghasilkan apa-apa, kecuali 
kufur dan laknat dari Allah.
   
  Yang mereka usung adalah liberalisme yahudi yang intinya ingin merusak semua 
agama, mencampur aduknya, melecehkannya dan
  mencampur aduk aqidah.
   
  Liberalisme = Agenda Zionis
   
  Pluralisme dan Liberalisme Agama merupakan pintu masuk bagi penghancuran 
agama itu sendiri. Hal ini sudah menimpa agama Nasrani ratusan tahun lalu di 
Eropa dan Amerika, sehingga gereja di sana banyak yang kosong dan kemudian 
dijual.
   
  Banyak pula orang Eropa dan Amerika yang mengaku sebagai Kristiani kian lama 
kian sedikit dan berubah menjadi agnostik, kaum yang tidak mau tahu soal agama. 
Inilah buah dari Liberalisme yang melanda umat Kristiani Eropa dan AS.
   
  Setelah itu, kaum Liberalisme dan Pluralisme yang didalangi oleh apa yang 
disebut-sebut Henry Ford sebagai The International Jews ini mengarahkan 
sasarannya ke umat Islam dunia.
   
  Indonesia sebagai negeri kaum Muslimin terbesar dunia menjadi tujuan utama 
gerakan penghancur agama ini. Berkedok sebagai Islam Pluralis, Islam Liberalis, 
Islam Damai, Islam Kultural, dan kedok-kedok lainnya, mereka mencoba 
mendangkalkan agama Allah ini.
   
  Itulah JIL di Indonesia, mereka bukan mengusung kebebasan pemikiran 
sebagaimana layaknya dahulu umat Islam, tetapi pada hakikatnya mengusung misi 
zionisme international untuk menghancurkan Islam dari dalam. Waspada dan 
waspada.
   
  Wallahu a'lam bishshawab, wassalamu 'alaikum warahmatullahi wabarakatuh, 
  Ahmad Sarwat, Lc


 Send instant messages to your online friends http://uk.messenger.yahoo.com 

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke