Syiar dari Garasi

Aliran Kristen Unitarian mulai berkembang. Bisa menggelar kegiatan di 
tengah permukiman warga.

**-
Garasi di sebuah rumah di Jalan Jeruk, Sompok, kawasan padat di Semarang 
itu berubah menjadi gereja setiap Sabtu. Tidak ada tanda-tanda laiknya 
sebuah gereja seperti papan nama atau salib, kecuali jemaah yang sedang 
beribadah, organ, dan sebuah podium. Tapi jangan salah, gereja Jemaat Allah 
Global Indonesia (JAGI) ini bukan tempat ibadah darurat.

Begitulah wajah gereja Kristen Unitarian ini. Jemaah yang mengikuti 
kebaktian pada Sabtu dua pekan lalu juga tidak sampai 50 orang. Padahal ini 
merupakan gereja terbesar kelompok yang menolak ajaran Trinitas itu di 
Indonesia.

Kelompok ini memang berbeda dengan arus besar agama Kristen, yang mengakui 
Tuhan terdiri dari tiga sifat: Allah Bapa, Allah Putra (Yesus), dan Ruh 
Kudus. "Bagi kami, Allah hanya satu, yakni yang disebut Yahweh atau Bapa 
yang di surga. Bukan satu yang terdiri dari tiga atau tiga yang menyatu ke 
dalam satu," kata Aryanto Nugroho, pendeta yang juga direktur publikasi 
gereja JAGI Semarang.

Bagi penganut Unitarian, yang biasa menyebut kelompok mereka sebagai 
Kristen Tauhid, Yesus bukan Tuhan dalam pengertian God, tapi Tuhan dalam 
pengertian lord. "Yesus juga kami anggap sebagai Anak Allah, bukan Allah 
Anak. Dinamakan Anak Allah karena Allah berkuasa atas Yesus," katanya.

Ciri lain dari pengikut aliran ini adalah adanya doktrin Laillahailallah 
Isarukhallah. "Ini sahadat Kristiani, artinya tiada Tuhan selain Allah, Isa 
adalah roh Allah," kata Stefanus Maulana Budi, seorang penganut Unitarian 
asal Solo.

Seperti penganut aliran Kristen Advent, kelompok Unitarian hanya menggelar 
kebaktian pada hari Sabtu. "Karena Alkitab mengajarkan ibadah pada hari 
Sabat (Sabtu)," kata Aryanto. Kegiatan di gereja JAGI Semarang, misalnya, 
digelar dalam dua sesi selama empat jam. Bagian pertama berupa diskusi 
tentang Alkitab, dan sesi kedua adalah kebaktian seperti di gereja pada 
umumnya: nyanyian pujian, doa, dan kotbah pendeta. Setelah itu, acara 
ditutup dengan makan siang bersama.

Aliran Unitarian sebenarnya sudah ada sejak awal penyebaran agama Kristen. 
Melalui pertentangan sengit, akhirnya kelompok Trinitas yang lebih 
berkembang. Tapi Unitarian tidak mati, meski hanya memiliki sejumlah kecil 
pengikut di beberapa negara Eropa seperti Inggris dan Irlandia sampai di 
Burundi, Afrika.

Di Indonesia, kelompok ini berkembang dari diskusi kecil pada 1996. Dua 
tahun kemudian, muncul komunitas yang mulai menggelar ibadah sendiri, 
keluar dari gereja arus besar. Menurut Aryanto Nugroho, baru pada 2000 
keberadaan Kristen Tauhid disahkan oleh Bimas Kristen Departemen Agama.

Meski sudah mendapat pengakuan pemerintah, penambahan jumlah penganut 
Unitarian tidak terlalu signifikan. Menurut sekretaris gereja JAGI 
Semarang, Ellen Kristi, penganut Unitarian di Indonesia hanya ratusan. 
Mereka tersebar di berbagai daerah, mulai dari Solo, Pasuruan, sampai 
Jember, dan yang terbesar di Semarang.

Di Solo, kegiatan penganut aliran ini dipusatkan di rumah Kristanto di 
kawasan Mojosongo. Pada Sabtu dua pekan lalu, terlihat 14 jemaah sedang 
melakukan kebaktian. Menurut Kristanto, meski berada di tengah permukiman, 
kehadiran "gereja"-nya tidak pernah dipermasalahkan warga. "Hubungan kami 
baik-baik saja dengan lingkungan," ujarnya.

Yang jadi masalah biasanya ketika penganut Unitarian akan menikah dengan 
pengikut Kristen lain, seperti dialami Oktino, seorang jemaah asal Solo. Ia 
sempat terancam tidak bisa menikah lantaran calon mertuanya menentang 
ajaran yang dianutnya. Tapi, menurut Aryanto, cukup banyak penganut 
Unitarian yang berasal dari keluarga Trinitas. "Tidak masalah, kita bisa 
berdampingan rukun," katanya.

Aliran lain yang juga menganggap Yesus hanya sebagai utusan Tuhan adalah 
Saksi-Saksi Yehuwa. Berbeda dengan Unitarian, aliran ini pernah dilarang 
oleh pemerintah sebelum diizinkan lagi pada masa pemerintahan Presiden 
Abdurrahman Wahid. Aliran ini mempunyai pengikut lebih banyak daripada 
Kristen Tauhid. Menurut Rudi Hartanto, tokoh Saksi-Saksi Yehuwa di Solo, di 
kotanya saja ada 500 pengikut yang sudah dibaptis.

Meski banyak jadi bahan diskusi di milis dan blog, munculnya berbagai 
aliran itu tidak membuat Persatuan Gereja Indonesia (PGI) mengambil sikap 
kuda-kuda. Sekretaris umumnya, Richard Daulay, menyatakan bahwa wadah 
gereja Kristen Protestan terbesar di Indonesia ini tidak akan mengambil 
tindakan apa pun. "PGI tidak mau dan tidak bisa menghakimi. Kami juga bukan 
badan fatwa, jadi tidak bisa mengatakan itu sesat," katanya. "Yang bisa 
kami lakukan adalah memperkuat iman seluruh jemaah, sehingga tidak ikut 
aliran mereka."

Yudono Yanuar, Ign. Widi Nugroho, Sohirin (Semarang), Imron Rosyid (Solo)

Majalah Tempo, 18 Februari 2008


[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to