Terimakasih buat mas Irwan K yang sudah mengirim
salin artikel dari kolom Resonansi harian 
Republika (terbitan 18 Februari 2008), berjudul:
"Perlawanan Siti Fadilah Supari"

<http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/message/77993>

dan dari mas Satrio tentang berita mengenai
kelanjutan 'cerita' tentang kiprah beliau/
mengenai buku yang ditulis Ibu S.F.Supari.

<http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/message/78155>


                     ***

di bawah ini saya tambahkan lagi artikel dengan
tajuk serupa dari harian Sinar Harapan, 16 Nopember
2007 di bawah ini.

--> dari tulisan yg di harian Republika, butir-butir
yang menarik a.l. adalah disebutkannya keterlibatan
lab. Los Alamos di dalam urusan penyimpanan data
yang berkaitan dengan sampel darah penderita
H5N1 dari Indonesia -> Sehingga membuka spekulasi
bahwa nararti yang diturunkan dari data tsb.
mungkin saja dimanfaatkan untuk keperluan Hankam
Amerika (untuk bio-weapons ato anti bio-weapons).

--> dari tulisan yang di harian Sinar Harapan di bawah
a.l. disebutkanya perusahaan Vaksin Australia yang
secara "mak bedjundhul"/tiba-tiba bisa mendapatkan
sampel virus H5N1 strain Indonesia dari WHO ( utk.
bisa mendapat "bocoran" dari "WHO" itu emang mereka
berani membayar berapa ya? )

***

Rasanya kasus di atas pantas untuk di angkat ke dalam
wacana debat publik di masyarakat Indonesia, dalam
rangka pencerdasan bangsa. Harusnya diselenggarakan
paling tidak 1 talk show khusus di TV di Indonesia,
mengundang Ibu MenKes S. F. Sapari serta berbagai
pakar (farmakologi, bioteknologi, hukum, etc.) untuk
membuka mata masyarakat, untuk membuat masyarakat
merasa 'terlibat' dalam isu-isu canggih seperti ini.

(publik Indonesia sdh. terlalu banyak dicekok-i
dengan tontonan sinetron berbau hedonisme, sinetron
berbau klenik dan lomba idol-idolan yang kurang
mengarah pada pencerdasan bangsa ).

Juga, apa yang dipaparkan pada kedua artikel tersebut
rasanya cukup sebagai ilham bagi para Novelis Indonesia
untuk merancang kisah novel yang canggih yang bisa
digolongkan jenis novel "Medical Thriller", misalnya
novel-novel tulisan Robin Cook:

<http://tinyurl.com/2nga35>

( salah satu karya Robin Cook yang terkenal adalah
"Coma" yang juga sudah difilmkan ).

Robin Cook adalah seorang dokter yang kemudian
berubah profesi menjadi penulis novel dengan
genre Medical Thriller. Kasus-kasus yang diceritakan
biasanya menyangkut 'konspirasi' yang dilakukan
dokter/rumah-sakit/lembaga kesehatan amerika
yang "mengakali" pasien-pasien umumnya demi
keuntungan komersial.

Judul medical thriller yang lain yang "tiru-tiru"
gayanya Robin Cook :-)

<http://tinyurl.com/2gve9j>

Di Indonesia sebenarnya juga ada novelis yang
berlatar belakang dunia Kedokteran: Mira W.
yang juga dikenal sebagai penulis cerita
bersambung di majalah-majalah wanita.

<http://tinyurl.com/28bsax>

***************************************************
***
*** about Mira W. ...
*** ------------------
***
*** She can write stories about teenage love, 
*** problems in the family, even problems of 
*** sexual relations - a topic that could cause 
*** difficulties between societies in my country. 

*** Because of her background education in the 
*** faculty of medicine, she often inserts medical 
*** words in her novels
***
****************************************************

hanya, bedanya mungkin Mira W. kisahnya
lebih ke romantika percintaan dan tragedi,
dan bukan ke medical thriller nya :)

----( ihsan hm )----------------------

<http://www.sinarharapan.co.id/berita/0711/16/sh04.html>

---------------------------------------------
Menguji Kedaulatan Bangsa Lewat Flu Burung
---------------------------------------------


Oleh
Web Warouw

JAKARTA – Dua tahun yang lalu masyarakat Indonesia
dibuat panik oleh serangan flu burung yang mematikan.
Ketakutan meluas cepat bersama datangnya maut. Berawal
dari keluarga almarhum Iwan Iswara dan dua anaknya
di Tangerang, kedukaan kemudian merambat pada setiap
keluarga korban. Kematian kemudian meluas ke Samarinda,
Tanah Karo, Garut, Pekanbaru, Lampung, Makassar, dan
Bali. Namun karena ini penyakit baru, petugas kesehatan
masih terus meraba cara efektif menghadapi serangan
virus H5N1 ini.

Di bawah sorotan media massa, Departemen Kesehatan
berupaya mengatasi flu burung. Setiap hari Rumah Sakit
Pusat Infeksi (RSPI) Sulianti Saroso tidak berhenti
menerima pasien flu burung rujukan dari 44 rumah sakit
di seluruh Indonesia. Siang-malam petugas kesehatan
merawat pasien dengan risiko tinggi tertular.

Departemen Pertanian pun berupaya memisahkan unggas
sebagai sumber penularan virus ke manusia. Unggas
di permukiman dilarang dan dimusnahkan.

Rupanya kepanikan bukan hanya melanda Indonesia.
Flu burung juga menyerang menusia di kawasan Asia
dan unggas di sebagian Eropa. Di Indonesia, flu
burung sudah menewaskan 91 orang dari 113 korban.
Dari jumlah tersebut, sampel virus pada korban
ke-1 hingga ke-58 telah diambil oleh Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO). Sejak awal WHO memang
mendesak pentingnya konfirmasi positif para
korban lewat laboratorium WHO.

Indonesia patuh, sebagai salah satu anggota WHO
mengirimkan sampel virus korban ke laboratorium
di Hongkong dan CDC Atlanta. Bahkan beberapa kasus
diambil langsung dari korban oleh lembaga riset
Angkatan Laut Amerika, NAMRU 2 untuk dikirim ke
Amerika.

Di tengah hiruk-pikuk penanganan flu burung itu,
pedagang Eropa dan Amerika menawarkan vaksin flu
burung kepada Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari.

Tetapi Depkes menolak karena vaksin dari virus
strain Vietnam yang ditawarkan tidak cocok dengan
virus strain Indonesia. Meski demikian pemerintah
memutuskan bekerjasama membuat vaksin dengan Baxter
dari Amerika.

"Merekalah yang pertama kali mengajak kerjasama
membuat vaksin strain Indonesia. Mereka punya duit
dan teknologi, kita punya virus. Indonesia berdaulat
menentukan bersama," tegas Menkes waktu itu.

Hak Paten
----------
Tiba-tiba di akhir tahun 2006, terdengar kabar
Australia telah membuat vaksin flu burung strain
Indonesia. Sebuah perusahaan vaksin Australia
mendapatkan sampel virus H5N1 asal Indonesia itu
dari Collaborating Center WHO. "Lho, dari mana
mereka dapat ijin membuat vaksin dari virus tersebut?
Kami mengirim sampel virus ke WHO hanya untuk konfirmasi
korban. Ini pencurian!" tegas Siti Fadilah kepada TV
Australia yang dilansir media internasional lainnya.

Lalu Menkes menghentikan pengiriman sampel ke WHO
sebab konfirmasi positif cukup sahih di Balitbang
Departemen Kesehatan. Pengiriman akan dilakukan
lagi dengan memakai MTA (Material Transfer Agreement),
tapi WHO menolak dengan alasan demi keselamatan dunia.

"Ini bukan perkara MTA semata, ini soal kedaulatan
Indonesia. Rakyat kita sakit kok malah dia nipu kita,"
tegas Menkes.

Belakangan juga diketahui beberapa perusahaan asing
Amerika dan Eropa telah mengajukan hak paten atas
vaksin flu burung, termasuk vaksin strain Indonesia.
Virus mereka dapat dari WHO.

Paten vaksin flu burung strain Indonesia ini diajukan
oleh Hawaii Biotech Inc dan Novavax Inc pada tahun
2005, dan mendapat notice dari WHO tahun 2006, diikuti
oleh Protelix Inc pada 2006. Ketiganya adalah perusahaan
vaksin dari Amerika. Semuanya termuat jelas dalam
Sunshine Project, sebuah laporan buat Third World
Network, July 2007 yang dikutip dari World
Intelectual Property Organization (WIPO).

WHO menggelar pertemuan internasional di Jenewa Mei
2007. Kecuali Amerika, semua menteri kesehatan dunia
mendesak WHO untuk mengubah mekanisme sharing virus
yang selama ini ditentukan oleh Global Influenza
Surveillance Network (GISN). GISN adalah sebuah
kelompok kecil peneliti yang mengumpulkan dan mengembangkan
virus influenza dari seluruh dunia. Kelompok ini sangat
berkuasa menentukan perusahaan mana yang akan mengembangkan
virus, padahal GISN tidak ada dalam struktur WHO dan berada
dalam yuridiksi pemerintah Amerika Serikat.

Sedangkan seruan Indonesia menjadi seruan semua negara
miskin dan berkembang. Forum tersebut memilih Siti
Fadilah menjadi Wakil Ketua Dewan Menteri Kesehatan
Sedunia (WHA). "Mereka Nekolim! (neokolonialis. Red)
GISN dan mekanismenya yang eksploitatif selama ini
harus dihapus. Peraturan yang lebih adil dan transparan
harus ditegakkan!" tegas Siti Fadilah beberapa waktu lalu.

WHO Ngotot
-----------
WHO memang tidak menghargai kedaulatan negara-negara
berkembang termasuk Indonesia. WHO bukan hanya mencuri
sampel virus H5N1 strain Indonesia. Tetapi setelah ada
kesepakatan antarmenteri kesehatan sedunia untuk membuat
peraturan baru yang lebih adil dan transparan, WHO tetap
memaksakan mekanisme lama yaitu pengiriman virus tanpa
agreement lewat GISN.

"Kesepakatan menteri-menteri kesehatan seluruh dunia
dalam WHA tidak bisa diabaikan. Ini skandal internasional.
WHA harus segera menuntut agar WHO kembali berpatokan pada
kesepakatan WHA sebelumnya," tegas Prof. DR. Iwan Darmansjah
ketika dihubungi SH, Senin (12/11) di Jakarta.

Ahi farmakologi yang pernah bekerja 30 tahun di WHO ini
menegaskan, kalau ternyata WHO masih melanjutkan mekanisme
GISN yang lama maka Indonesia tidak perlu mengirim sampel
virus lagi. WHO sudah lama tidak menjadi lembaga kesehatan
dunia yang mewakili kepentingan masyarakat dunia, tetapi
lebih mementingkan kepentingan industri dan negara maju.

"Para pejabat WHO itu sudah lama korup, kolutif dan hanya
memikirkan mencari kekayaan diri mereka masing-masing.
Mereka selama ini menjual kesakitan negara-negara miskin
ke donor kemudian membagi proyek-proyek kesehatan di
kalangan mereka sendiri," jelasnya.

Sementara itu, Ketua Yayasan Pemberdayaan Konsumen
Kesehatan Indonesia (YPKKI), Dr. Marius Widjajarta,
menyatakan Menteri Kesehatan RI sudah membuka mata
dunia tentang ketidakadilan negara maju dan WHO
terhadap negara berkembang.

"Negara-negara berkembang saat ini terbangkitkan
untuk tidak mendiamkan perlakuan tidak adil oleh
lembaga kesehatan dunia ini. Menkes telah membuka
mata dunia mengungkapkan penghisapan lewat mekanisme
virus sharing lewat mekanisme GISN."

Ternyata virus flu burung bukan hanya mendatangkan
penyakit, tetapi jadi barang berharga seperti cengkih,
pala dan kopra di masa kolonialisme Spanyol, Portugis
dan Belanda; dan seperti timah, minyak, batu bara, emas,
nikel dan tambang lainnya di masa neoliberalisme saat ini.

Eropa dan Amerika kembali mengibarkan panji conquestadores
(penaklukan) dengan semangat menguasai virus penyakit
menular lewat GISN-WHO.



Kirim email ke