http://www.antara.co.id/arc/2008/5/25/pensiun-dini-100-wartawan-senior-as/
Pensiun Dini 100 Wartawan Senior AS

Oleh A. Jafar M. Sidik
Jakarta, (ANTARA News) - Lebih dari 100 reporter, editor, fotografer dan 
jurnalis lainnya yang bekerja pada suratkabar terkemuka AS, Washington Post, 
menerima paket pensiun dini yang ditawarkan manajemen koran yang dikenal dengan 
inisial "The Post" ini.
Pewarta Frank Ahrens, dalam The Post edisi Jumat (23/5) melaporkan, pensiun 
dini ditempuh untuk mengurangi beban operasi bisnis meski nantinya kekuatan 
kerja redaksi (newsroom) berkurang 10 persen dari jumlah yang ada sekarang.
Selama dua dekade terakhir ini, sirkulasi dan pendapatan iklan The Post 
menyusut sehingga perusahaan terpaksa menawari wartawan dan karyawannya untuk 
pensiun dini, tapi The Post tak mau memilih opsi pemutusan hubungan kerja 
secara sepihak.
Pada 1999, The Post meraup pendapatan operasional sebesar 157 juta dolar AS, 
tapi pada 2007 anjlok menjadi 66 juta dolar AS, sementara total sirkulasi yang 
pada 1993 mencapai 830 ribu eksemplar kini berkurang menjadi 638 ribu eksemplar.
Sejumlah figur terkenal di koran itu, termasuk para penerima anugerah 
jurnalisme tertinggi AS, Pulitzer, menyatakan akan pensiun dini.
Mereka itu antara lain spesialis liputan perang Thomas E. Ricks, penulis 
"feature" Linton Weeks, suami istri spesialis masalah internasional John Ward 
Anderson dan Molly Moore, dan kritikus film peraih Pulitzer, Stephen Hunter.
Sejumlah jurnalis top lainnya belum memutuskan pensiun dini, namun beberapa 
minggu ke depan mereka segera mengikuti 100 koleganya itu. Mereka ini 
diantaranya wartawan politik peraih Pulitzer, David Broder dan kolumnis 
olahraga yang juga penyiar stasiun televisi khusus olahraga ESPN, Tony 
Kornheiser.
"Sejak setahun lalu aku sudah menduga tak akan lagi menjadi kritikus film. Aku 
menempuh langkah yang tak bisa dilakukan The Post yaitu memecat diriku sendiri 
karena aku sudah terlalu tua," kata Stephen Hunter.
Hunter menyebut film-film sekarang yang tak lagi menarik untuk dikritisi karena 
banyak memuat efek digital adalah alasan ia menerima tawaran pensiun dini.
Sejumlah wartawan senior lain berencana pensiun dini di periode berikutnya. 
Termasuk di kelompok ini adalah redaktur "gaya hidup" Deborah Heard, kolumnis 
ekonomi keuangan Maralee Schwartz dan Tony Reid, redaktur wisata KC Summers, 
dan kritikus buku Marie Arana.
Para pegawai The Post nonredaksi juga ditawari pensiun dini tapi tak diketahui 
jumlahnya. Program pensiun dini ini sendiri ditawarkan hanya pada wartawan atau 
karyawan yang telah berusia 50 tahun ke atas atau minimal bermasa kerja lima 
tahun.
Tenggat waktu aplikasi pensiun dini jatuh pada 15 Mei 2008, tapi manajemen The 
Post sudah memasukkan lebih dari 200 nama dalam daftar program pensiun dini.
Wartawan dan karyawan yang setuju menerima paket pensiun dini akan memperoleh 
kompensasi yang sesuai dengan senioritasnya.
Yang tertua dan terlama bekerja akan mendapatkan uang pensiun sebesar total 
pendapatan bulanan selama dua tahun (24 bulan) dan dibayarkan segera setelah 
pegawai dinyatakan pensiun.
Paket pensiun dini kali ini adalah yang ketiga setelah langkah serupa ditempuh 
pada 2003 dan 2006. Jumlah wartawan The Post pernah mencapai puncaknya pada 
2003 sebanyak 908 orang, tapi sekarang berkurang menjadi 780 orang berstatus 
wartawan tetap. Pascaprogram pensiun dini, jumlah wartawan akan menjadi 700 
orang.
Daring

Program pensiun dini memberi kesempatan The Post untuk membenahi lagi 
organisasi keredaksiannya tanpa harus mengurangi kenyamanan para pembacanya.
"Tak ada rencana menghilangkan kolom atau mengurangi frekuensi penerbitan. 
Rasionalisasi lebih berpengaruh pada bagaimana kami harus mengorganisasikan 
liputan," kata Pemimpin Redaksi Philip Bennett.
Apa yang dilakukan The Post umum terjadi pada industri media AS yang dewasa ini 
terus menurun pendapatannya seperti juga dialami saingan utama The Post yakni 
New York Times yang telah beberapa kali merasionalisasi pasukan kerjanya.
Untuk mengatasi tekanan ini, para eksekutif media massa menjadi semakin tajam 
melihat Internet sebagai alternatif menyelamatkan bisnis media, bahkan internet 
sudah dipandang sebagai suratkabar masa depan.
Kombinasi edisi "daring" (dalam jaringan atau online) dan cetak akan menjamin 
perusahaan media tetap untung, demikian mereka berasumsi.
Laporan American Journalism Review (AJR) edisi April/Mei 2008 memperkuat 
keyakinan industri media AS untuk beralih ke internet.
Mengutip laporan pakar, jurnal berisi kajian jurnalisme di AS ini menguraikan 
fakta-fakta berbalikan antara pendapatan media edisi cetak versus pendapatan 
edisi daring.
Menurut AJR, tigapuluh tahun lalu 71 persen orang dewasa AS membaca suratkabar, 
sepuluh tahun lalu telah berkurang menjadi 59 persen, dan kemudian menyusut 
lagi pada 2007 menjadi 48 persen. Sebaliknya, sampai Desember 2007, pengakses 
laman-laman berita telah mencapai 63 juta orang. Google malah menyebut 133 juta 
orang.
Sementara itu, pendapatan iklan berita edisi daring meningkat 20 persen menjadi 
773 juta dolar AS di kuartal ketiga 2007 terhadap priode sama tahun 2006. 
Sebaliknya, pada priode sama, pendapatan iklan edisi cetak anjlok sembilan 
persen.(*)


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke