Tulisan ini cukup sangat bagus,

KUTIPAN : " Andai saja pecinta bola juga pencinta Tuhan, atau 
setidaknya, andai saja pencinta Tuhan berlaku sama dengan pencinta 
bola. 
Mungkin kita tidak perlu qanun syariat Islam. Lho, kok qanun? 
Wallahu'alam "

Sebenarnya Syariat itu ada di Dalam Hati kita masing2 yang di 
implimentasikan dalam kehidupan sehari-hari. Tapi sangat 
disayangkan, 
banyak yang berkoar tentang perlu adanya Peraturan2 Syariat agar 
mereka2 
ini baru bisa " MELASANAKAN HUKUM SYARIAT ",  karena mereka2 itu 
adalah 
" Islam KTP ( Komat kamit Tanpa Pengetahuan ) " yang Iman dan 
Taqwanya 
masih sedalam  air diatas piring ceper

Budiman

-------- Original Message --------
On 6/11/08, *sumar **sastro*

Serambi Indonesia.
Rabu, 11 Jun 2008 | 11:09:48 WIB ARSIP :
Opini
11/06/2008 10:38 WIB
Pencinta Bola dan Kaum Sufi
[ penulis: Sehat Ihsan Shadiqin | topik: Olah Raga ]

SAAT INI JUTAAN pasang mata melotot menyaksikan piala Euro 2008 yang 
berlangsung di Polandia. Karena geografis di Asia dan Eropa berberda 
membuat selisih waktu sangat jauh. Maka bila ingin menonton siaran 
langsung perhelatan akbar level eropa itu, akan berlangsung mulai 
tengah 
malam hingga dini hari. Itu yang bikin banyak orang harus bergadang, 
menahan kantuk, demi menyaksikan tim kesayangannya berlaga di 
lapangan.

Tidak peduli keesokan harinya harus bekerja. Yang penting hati puas 
karena melihat bintang idola "mengocek" si kulit bundar, menggiring 
ke 
depan, melewati sejumlah permain lawan, mengecoh kiper, 
dan..."Gooooolll..." teriak para pencintanya.

Para "pencinta" adalah mereka yang menghabiskan waktunya demi apa 
yang 
dicintainya, menyerahkan segala yang dimiliki untuk yang 
dicintainya. 
Tidak ada waktu lain selain untuk yang dicintai, tidak ada kebutuhan 
lain kecuali demi kelangsungan jalinan kasih dengan sesuatu yang 
dicintainya, tidak ada pengorbanan--sekecil apapun yang ditolak 
asalkan 
demi sesuatu yang dicintainya.

Seorang pencinta adalah mereka yang menyerahkan hidupnya demi apa 
yang 
dicintainya. Totalitas kehidupannya diberikan demi sang kekasih dan 
cintanya. Di sini ada kesamaan anatara pecinta bola dan pencinta 
Tuhan 
(para sufi). Bagi seorang pecinta bola, maka bola-lah kekasihnya. 
Bola 
yang selalu diingat, bola yang selalu terbayang. Sementara bagai 
seorang 
sufi Tuhan sebagai kekasihnya, Tuhan yang selalu diikrarkan, Tuhan 
yang 
selalu dihayalkan, Tuhan yang selalu diimpikan.

Penggila bola dan penggila Tuhan memiliki kesamaan, hampir dalam 
segala 
bidang. Sama-sama berjuang untuk "mendapatkan" kekasihnya, sama-sama 
berkorban demi kekasihnya, sama-sama mencurahkan pikiran untuk 
kekasihnya, sama-sama berzikir dengan nama yang dicintainya, sama-
sama 
mengikuti tokoh panutannya,
dan banyak kesamaan lainnya.

Seorang pecinta bola berusaha sedapat mungkin menyaksikan 
pertandingan 
tim bola yang dicintainya, dalam keadaan dan situasi bagaimanapun 
juga. 
Cuaca badai, hujan, guntur dan petir bukanlah halangan yang berarti. 
Kalau udara dingin sebuah jaket kulit tebal akan dibeli. Kalau tidak 
ada 
televisi di rumah sendiri, sedapat mungkin pergi ke warung kopi. 
Kalau 
lampu PLN mati, genset akan jadi pengganti. Tidak ada halangan yang 
tidak dapat diatasi. Semua mungkin dilakukan, biasa diselesaikan. 
Yang 
penting hasrat tercapai, menyaksikan pertandingan tim kesayangan.

Seorang pecinta Tuhan berusaha sedapat mungkin melakukan ibadah 
kepada-Nya. Tidak ada alasan menunda shalat, tidak ada penghalang 
pergi 
ke mesjid, tidak ada godaan untuk tidak beribadah. Segalanya akan 
dilakukan demi ibadahnya kepada Tuhan, kekasihnya. Kalau sakit, maka 
ia 
akan shalat dengan duduk, tak kuasa duduk, bermunajad dengan 
berbaring, 
takkuasa bergerak, menyambah Tuhan dengan isyarat. Seluruh usaha 
dilakukan demi Kekasihnya, Tuhan Yang Maha Mulia.

Seorang pencinta bola akan berkorban apa saja demi bola yang 
dicintainya. Lihatlah, bagaimana penjual televisi panen besar saat 
piala 
Eropa dimulai. Banyak pencinta bola
berjuang mendapatkan uang demi sebuah televisi yang akan 
memudahkannya 
menyaksikan pertandingan bola yang dicintainya. Bagi yang sudah ada 
televisi 14 inchi, mencari yang 21, 29 bahkan menggunakan LCD 
Projector 
sehingga lapangan bola "hadir" dalam kamarnya dan ia akan 
menyaksikan 
dengan puas. Apapun dilakukan, apapun dikorbankan, asalkan ia dapat 
menyaksikan tim kesayangannya bertarung, berjuang di lapangan dan 
menang.

Demikian juga seorang sufi, berkorban demi Tuhan kekasihnya. Mereka 
merelakan apapun yang dimilikinya demi keridhaan Tuhan kepadanya. 
Tidak 
ada gunanya harta, tidak ada nilainya materi, tidak ada manfaat 
sedikitpun segala sesuatu baginya kalau ia dapat "bertemu" dengan 
Tuhan 
dalam munajatnya. Semua harta dishadaqahkan, semua matri dihibahkan, 
semua kemampuan yang dimilikinya dikorbankan di jalan jalan Allah, 
kekasih hatinya yang dicintai. Besarnya rasa cinta kepada kekasihnya 
membuat ia lupa segala sesuatu yang dimilikinya, membuat semua 
terasa 
tidak berarti. Ia akan menjadi sempurna jika kekasihnya selalu 
bersamanya.

Seorang pecinta bola menghabiskan semua pemikirannya demi bola yang 
dicintainya. Siang malam berbicara bola. Di mana saja cerita bola. 
Di 
rumah, di tempat kerja, di warung kopi, selalu melantunkan ayat-ayat 
bola. Kepada yang lebih faham ia meminta pandangan, kepada yang 
tidak 
faham dijelaskannya, kepada yang sama-sama faham, ia bercerita, 
memberi 
pandangan, komentar dan analisa. Tidak cukup hanya menonton, 
bercerita, 
berdiskusi dan mendengar komentator di televisi, seorang pecinta 
bola 
juga membeli korab bola, membaca semua berita di koran yang 
berkaitan 
dengan bola, membuka website internet mengeni bola. Semua informasi 
bola 
dilahapnya demi menambah pengetahuannya tentang bola. Dengan 
demikian ia 
akan semakin faham dan semakin dekat dengan dunia bola.

Tidak berbeda dengan mereka, para pencinta Tuhan menyerahkan 
totalitas 
hidupnya untuk Tuhan. Membaca ayat-ayat Tuhan baik yang tertulis 
atau 
yang tercipta. Berdiskusi mengenai Tuhan, belajar tentang ajaran 
Tuhan. 
Kepada yang alim mereka meminta petunjuk, kepada yang jahil mereka 
sampaikan dakwah, kepada sesama mereka berdiskusi membahas jalan 
suci 
yang dapat mendekatkan mereka dengan Tuhan. Mereka melakukan apapun 
demi 
untuk menambah pengetahuannya tentang Tuhan. Semua 
kitab "dilalapnya", 
semua buku dibaca, demi meningkatkan kadar kepahaman mereka mengenai 
Tuhan. Tidak cukup demikian, seorang pecinta Tuhan melakukan 
peralanan 
jauh mencari guru yang akan membimbingnya berlajan ke arah Tuhan.

Dalam hal zikir, seorang pecinta bola berzikir dengan lafal bola. 
Tidak 
sedikitpun terlupakan jadwal pertandingan dihatinya. Semua skor 
diingatnya, semua posisi dihafalnya, semua nama pemain, posisi, klub 
asal, track recordnya, prestasi, pacarnya, dan segala sesuatu 
mengenai 
pemain disebutkan dengan lancar. Di luar kepala. Cintanya menjadikan 
ia 
menghafal mereka tanpa beban, menyebutkan mereka tanpa sungkan. 
Cinta 
menjadikan pecinta mengetahui mengenai kekasihnya begitu banyak.

Seorang pecinta Tuhan larut dalam mengingat asma-Nya. Setiap saat 
setiap 
waktu menyebut nama-Nya. Kalau bibir tidak bisa sempat hati berzikir 
kepada-Nya. Fisiknya,
indranya tidak terlapas dari berzikir kepada Kekasih hatinya. Ia 
menyebut nama-Nya kapan dan di manapun. Semua nama-Nya ia hafal. Ia 
berzikir dengan nama-nama indah-Nya. Seorang pecinta Tuhan akan 
selalu 
mengingat nama-Nya. Ia merasa berdosa andaikan sedetik saja 
melupakan-Nya. Nama Tuhan terletak di ujung lidah sampai di dasar 
hati 
terdalamnya. Tidak sulit baginya menyebutkan Tuhan kapan saja, dan 
tidak 
pula ia akan melupakan-Nya.

Cinta seorang pecinta bola kepada tim kesayangan dan atlet kesukaan 
menjadikannya menghayalkan kehadiran sang atlet dalam kehidupan 
kesehariannya. Segala sesuatu yang dilakukan dihubungankan dengan 
kehadiran sanga atlet dalam hidupnya. Ketika ia bekerja, ia 
membayangkan 
atletnya, ketika ia berjalan, ia menghayalkan jalan sang atlit. 
Apalagi 
ketika ia bermain bola, maka semua gaya, semua lenggak-lenggok sang 
atlit pujaan dilakoninya di lapangan. Setiap tendangan bola yang 
dilakukan dikatakan tentangan sang atlit. Atlit kesukaan adalah 
petunjuk 
jalan baginya agar ia mempu sampai pada cinta ideal kepada dunia 
sepak 
bola.

Dalam dunianya seorang pecinta Tuhan, maka ia selalu dibimbing oleh 
seorang mursyid. Setiap pecinta Tuhan akan mengikuti sebuah jalan 
yang 
pernah ditempuh oleh pecinta lain sebelumnya dan sukses. Ia 
membayangkan 
wajah guru pada setiap zikirnya agar ia melakukan zikir dengan 
sempurna 
dan Kekasihnya menerima seluruh zikir yang ia ungkapkan. Ia 
menghayalkan 
gurunya membimbing tangannya, mengajarkan jalan yang benar menuju 
Tuhan, 
menunjukkan jalan yang lurus kepada Tuhan. Dengan demikian, maka 
seorang 
pecinta Tuhan benar-benar sampai dan bertemu dengan kekasihnya.

Itulah beberapa kesamaan antara pecinta bola dengan pecinta Tuhan. 
Bedanya hanya sedikit; pecinta bola menjadikan media sebagai kitab 
sucinya, komentator bola sebagai penunjuk jalannya, atlit bola 
sebagai 
panutannya, pelatih bola sebagai mazhabnya, dan tim kesebelasan 
sebagai 
pejuangnya. Pecinta Tuhan menjadikan Al-Qur'an sebagai kitab 
sucinya, 
Muhammad sebagai nabinya, ulama panutannya, imam sebagai mazhabnya 
dan 
kaum muslimin sebagai pasukannya. Pecinta bola membayangkan 
kesempurnaan 
hidup di dalam "dunia bola." Pecinta Tuhan menginginkan kesempurnaan 
hidup bersama Tuhan.

Andai saja pecinta bola juga pencinta Tuhan, atau setidaknya, andai 
saja 
pencinta Tuhan berlaku sama dengan pencinta bola. Mungkin kita tidak 
perlu qanun syariat Islam. Lho, kok qanun? Wallahu'alam.

*) Penulis adalah Dosen Tasawuf
Fakultas Ushuluddin IAIN Ar-Raniry





Kirim email ke