Menarik pendapat anda mas Satrio...
ya memang orang2 muda skrg krisis identitas..

Pola pikir, tingkat pendidikan, pekerjaan, komunitas, fashion, musik,
seni, budaya, dijadikan bagian dari statement identitas seseorang.
Tapi sebenarnya statement identitas itu ter-manifestasi secara alamiah
dalam keseharian kita. Apakah seseorang itu begini, begitu, sebenarnya
orang lain pula yang bisa menilai secara obyektif. Terkadang kita
[saya sendiri] lupa untuk koreksi diri, dan melakukan kontemplasi,
akibatnya buruk rupa cermin dibelah. 

kalau gitu buka lowongan di trans lagi dong mas, supaya bisa
menjadikan jutaan kaum muda jadi dokter, insinyur, wiraswastawan, dsb,
sekalian supaya masuk rekor MURI lagi tesnya. Loh, transcorp itu biro
kerja atau apa? Hehehe...



--- In ppiindia@yahoogroups.com, Satrio Arismunandar
<[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> 
> 
> Orang muda Indonesia itu macam-macam, Mas... Ada yang tenggelam
dalam narkoba, ada yang jadi pengemis, ada yang enak-enak bisa
jalan-jalan ke Singapura tiap akhir pekan dengan duit orang tua...
> 
> Sebagian besar (jutaan) mungkin malah tak perduli dengan isu
Ahmadiyah. Jutaan anak muda Indonesia pusing dan frustrasi, karena
orang tuanya miskin, tak punya uang buat bayar sekolah, buat berobat
ke dokter, buat  makan sehari-hari, dsb....
> 
> Menjadi anggota suatu Ormas atau organisasi apapun namanya (entah
itu namanya FPI, Banser NU, Pemuda Pancasila, Garda Bangsa, dsb..) itu
mungkin sedikit memberi rasa identitas, rasa punya arti, punya
eksistensi... Walaupun mungkin eksistensi itu (di mata kita) "semu". 
> 
> Nah, justru di sini tantangannya.... Gimana caranya agar kita bisa
menjadikan jutaan kaum muda itu sebagai dokter, insinyur,
wiraswastawan, dsb, jadi mereka sibuk berkarya (nggak sempat demo!)
> 
> Satrio
> (mantan pemuda yang sekarang jadi buruh di industri media)
> 
> 
> ----- Original Message ----
> From: Refanidea Y. <[EMAIL PROTECTED]>
> To: ppiindia@yahoogroups.com
> Sent: Wednesday, June 11, 2008 11:51:03 PM
> Subject: [ppiindia] Orang-orang Muda tentang Ahmadiyah
> 
> 
> Orang-orang Muda tentang Ahmadiyah
> 
> Saya tidak mengerti pemikiran anak-anak muda Islam sekarang yang
> mengatakan bahwa Ahmadiyah sesat dan tidak berhak hidup di Indonesia.
> Entah apa yang tidak berhak hidup, ajarannnya atau orangnya. Sejak
> dulu sekali sebelum orang-orang muda Islam ini lahir, Ahmadiyah telah
> ada di Indonesia. Mungkin usia Ahmadiyah sama dengan kakek-nenek
> mereka. Apakah orang-orang muda Islam benar-benar mengerti tentang
> Ahmadiyah atau hanya ikut-ikutan berpendapat begitu karena khawatir
> bila tidak menyatakan sesat, maka akan dianggap bukan termasuk aliran
> Islam mainstream? Apa sih itu Islam mainstream?
> 
> Saya pikir orang-orang muda Islam di Indonesia hanya latah. Seharusnya
> mereka berpikir lebih dalam, mencari tahu lebih banyak, baru
berpendapat.
> 
> Sejak dulu Ahmadiyah hidup tenang dan tidak terusik kehidupan
> beragamanya. Lalu kenapa sekarang mereka terusik? Apakah Ahmadiyah
> berbeda antara dulu dan sekarang? Saya kira tidak. Kalau sama, lantas
> apa yang membuat mereka menjadi begitu terancam eksistensinya oleh
> orang-orang muda Islam yang teramat bersemangat? Kita patut bertanya,
> Ahmadiyah yang berubah atau sikap hidup dan level kemanusiaan
> orang-orang muda Islam yang mengalami degradasi? Tidak mengertikah
> mereka tentang nilai-nilai humanisme universal?
> 
> Saya pikir orang-orang muda yang merusak tempat ibadah, membakar
> rumah-rumah pengikut Ahmadiyah, dan main pukul itu sama sekali tidak
> mencerminkan Islam mainstream! Mereka itu hanya berbeda tipis dengan
> teroris. Mereka menebar teror pada saudara-saudaraku Ahmadiyah.
> Bedanya, mereka tidak pakai bahan eksplosif sejenis mercon besar, C4
> atau TNT.
> 
> Di beberapa maling-list (milis) orang-orang muda Islam saling berlomba
> menyebar artikel tentang Ahmadiyah. Ada yang pro dan kontra tentang
> FPI, pro-kontra tentang Ahmadiyah, pro-kontra tentang aliran
> fundamental dan moderat. Konyol!
> 
> Mereka hanya ingin menunjukkan dirinya masuk dalam kategori atau
> kelompok tertentu dengan menyebar artikel yang menurut mereka sesuai
> dengan cara berpikirnya. Mereka hanya mampu menyodorkan wacana dari
> tokoh tertentu, dari ulama ini, ulama itu, sedang dirinya sendiri
> tidak punya dan tidak berani menuliskan sesuatu yang menunjukkan
> kemandirian sikap dan pendapatnya tentang Ahmadiyah.
> 
> Kekhawatiran orang-orang muda Islam saat ini tentang Ahmadiyah yaitu
> jika keyakinan dan ajaran Ahmadiyah terus berkembang dan semakin
> besar. Itu bukan? Kenapa khawatir tentang Ahmadiyah yang rekam
> jejaknya tidak pernah menunjukkan singgungan, perselisihan, dan
> gangguan pada umat agama yang lain termasuk Islam mainstream.
> Saudara-saudara kita Ahmadiyah beraktifitas, bekerja, berwirausaha,
> melaksanakan sholat, berzakat, mendirikan SMU PIRI di Yogyakarta.
> Masjid yang mereka dirikan juga menjadi sarana ibadah umat Islam yang
> lain.
> 
> Kenapa kita begitu menaruh curiga bahwa pengakuan mereka tentang Quran
> dan Muhammad adalah ungkapan di bibir saja. Toh kalau mereka tidak
> mengakui Quran dan Muhammad --karena meyakini dan berpedoman pada
> diktat lain dan nabi terakhir yang lain-- mereka tetap warga
> Indonesia, bagian dari bangsa ini. Kalau penderita HIV/Aids yang
> jelas-jelas bisa menular saja tidak kita kucilkan, mengapa kita tidak
> adil pada saudara-saudara Ahmadiyah. Apakah mereka `penyakit' menular
> yang `membunuh' perlahan-lahan.
> 
> Saya sempat berpikir sebaliknya. Kalau saya tinggal di suatu daerah di
> mana status agama, suku, ras, atau ideologi saya adalah bagian yang
> minor, sementara bagian mayoritasnya tidak memberi saya ruang untuk
> hidup dengan rasa tenang dan aman, tentu saya akan memilih eksodus,
> pergi ke daerah lain yang menerima kehadiran saya dengan baik.
> 
> Mungkin saya kecewa dan sakit hati karena menjadi kaum minoritas dan
> karena alasan itu saya diusir dari tempat tinggal saya yang dulu.
> Mayoritas memang lebih sering dan mudah menang, menjadi superior bagi
> minoritas.
> 
> Saya was-was kalau saudara saya yang Ahmadiyah tidak bisa hidup tenang
> dan nyaman di negeri sendiri karena kesewenang-wenangan kaum
> mayoritas. Saya jadi was-was kalau mayoritas Islam merasa was-was juga
> pada perkembangan dan penyebaran keyakinan Ahmadiyah. Akhirnya
> semuanya jadi was-was. Kita mau menjadi bangsa yang curiga dan
> was-was. Tapi kenapa baru sekarang was-was, sejak dulu Ahmadiyah hidup
> tenang dan tidak ada yang was-was pada Ahmadiyah. Ahmadiyah sendiri
> juga tidak was-was pada siapapun. Apakah orang-orang muda Islam
> mainstream sekarang lebih pandai dan mengerti soal agama, lebih berani
> menyatakan kebenaran, atau sedang ingin menunjukkan tingginya keimanan
> mereka lewat klaim-klaim tertentu.
> 
> Jalan menuju iman bukanlah jalan instan, lebih-lebih melalui
> klaim-klaim dangkal seperti itu. Seharusnya kita memiliki nilai-nilai
> humanisme universal, yaitu menghargai keragaman kultur, perbedaan
> ideologi, perbedaan pendapat, sebagai wujud kedermawanan sikap kita
> pada sesama manusia juga sebagai wujud tafakur dan syukur kita atas
> keberagaman yang diciptakan Tuhan sang Maha Kaya. Dan Islam tidak
> menolak nilai-nilai humanisme. Muhammad mengajarkan nilai-nilai
> humanisme melalui hal-hal konkret. Tapi mengapa pengikut Muhammad ini
> jadi kehilangan nilai-nilai itu sambil berteriak bahwa Ahmadiyah tidak
> layak eksis. Mungkin kalau Muhammad masih hidup saat ini, beliau akan
> marah melihat sikap yang tidak toleran ini. Beliau juga malu karena
> umat Islam Indonesia dipenuhi rasa curiga, was-was, dan melarang
> kebebasan berkeyakinan. Apakah Muhammad mengajarkan cara pandang hidup
> yang demikian wahai pengikut Muhammad?
> 
> salam,
> refanidea
> 
> http://refanidea. wordpress. com/
> 
>     
> 
> 
>       
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>


Kirim email ke