Bukankah bung Pitung dan teman teman selalu katakan, umat Muslim tak 
perduli hidup duniawi yang pendek ini, yang utama adalah nikmat 
akherat? lalu menagapa bung Nizami mempersoalkan masalah dunia? 
Bukankah ini hanya masalah kaum sekuler dan kafirun?

kalau Ryan pendapatannya lebih banyak akan tak terjadi semua ini?  
Lha buktinya al Amien dkk yang hartanya melimpah ruah, jauh lebih 
makmur daripada anda, tetap saja berbuat bathil? Bigimana nihh?

Ryan kan bekas guru ngaji? Tahu dong kalau hidup akherat lebih 
penting? masakan gak dapat motor lalu motong motong manusia? Jadi apa 
gunanya agama?



--- In ppiindia@yahoogroups.com, A Nizami <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Kriminalitas makin meningkat. Adakah ini karena kehidupan makin 
sulit?
> Harga barang terus membubung tinggi. Biaya operasional meningkat. 
Beberapa asosiasi di Detik.com dikabarkan menolak kenaikan tarif 
dasar listrik karena beban mereka sudah berat akibat berbagai 
kenaikan barang. Orang juga semakin sulit mencari kerja.
> 
> Kasus Ryan yang membunuh untuk mendapatkan sepeda motor mungkin 
bisa dicegah jika dia dapat pekerjaan yang layak sehingga dengan gaji 
itu bukan cuma bisa beli motor, tapi juga mobil.
> 
> Sulitnya perusahaan beroperasi, sementara perusahaan luar negeri 
banyak yang hengkang akhirnya menimbulkan sulitnya mencari 
kerja/makan. Adakah akhirnya kriminalitas/kejahatan jadi meningkat?
> 
> Kapan kenaikan harga2 barang/BBM bisa dihentikan?
> 
> 
http://cetak.kompas.com/read/xml/2008/08/06/01342838/konsumtifisme.mem
ancing.kriminalitas
> Konsumtifisme Memancing Kriminalitas
> Tren Pembunuhan Meningkat
> Rabu, 6 Agustus 2008 | 01:34 WIB
> 
> Jakarta, Kompas - Tindak kriminalitas saat ini juga merupakan 
dampak dari gejala konsumtifisme yang menjangkiti masyarakat, di 
tengah kondisi sosial ekonomi yang mengomodifikasikan segala hal. 
Kondisi ini makin memprihatinkan karena tindak kriminal juga 
cenderung makin impulsif dan ”berkualitas”.
> 
> ”Gambaran kondisi saat ini adalah segala sesuatu 
dikomodifikasikan, dikemas, dijual. Apapun itu, bahkan juga manusia 
dan organ-organnya adalah komoditi yang punya pasar. Komodifikasi 
juga mewujud gejala konsumerisme, yang berbuah menjadi salah satunya 
kriminalitas,” papar Sosiolog dari Universitas Indonesia Tamrin 
Amal Tomagola, Senin (5/8).
> 
> Tamrin mengatakan, meski kebutuhan ekonomi dasar tetaplah motif 
sebagian besar tindak kriminal, gejala konsumtifisme mempertajam 
motif itu. Sebab, gaya hidup konsumtif memang mempertajam kesenjangan 
dan menerbitkan kecemburuan sosial di kalangan bawah yang hanya bisa 
menjadi penonton.
> 
> Sementara, kecenderungan alami manusia adalah mendapat pengakuan 
dari lingkungannya. Di tengah masyarakat yang materialistik, 
eksistensi atau kesuksesan orang pun diukur dari hal-hal yang 
bersifat materi, yang tak melulu hal yang primer.
> 
> Kepala Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri Komisaris 
Jenderal Bambang Hendarso Danuri mengatakan kecenderungan motif 
ekonomi dan budaya konsumerisme memang saling bertautan memancing 
praktik kriminal.
> 
> Menurut Bambang, tingginya angka kriminalitas berjenis pencurian 
(pemberatan) turut merefleksikan hal itu. Januari hingga Mei 2008 ini 
sudah terjadi 21.739 kasus pencurian di 31 wilayah polda di Indonesia.
> 
> Bambang menambahkan, kepolisian juga memberi atensi khusus pada 
jenis-jenis kejahatan yang menimbulkan keresahan orang yang lebih 
mencekam seperti perampokan (dengan kekerasan), perkosaan, dan 
penculikan. Rasa resah yang mencekam lebih kuat karena kerap nyawa 
menjadi taruhan. Terlebih, kecenderungannya kini, jenis kejahatan 
semakin impulsif. Namun, cukup banyak juga yang ”berkualitas”, 
dilakukan secara terorganisasi dan terencana.
> 
> Tren Pembunuhan
> 
> Data dari Bareskrim Mabes Polri menunjukkan, pada Januari-Mei 2008, 
pembunuhan di Indonesia secara kuantitas menunjukkan tren meninggi 
yaitu, sudah mencapai 559 kasus. Sementara di sepanjang tahun 2007, 
terjadi 941 pembunuhan. Dengan demikian, dalam lima bulan di 2008, 
jumlah kejadian pembunuhan sudah melampaui 50 persen jumlah di tahun 
2007.
> 
> Selain kuantitas yang meninggi, kualitas pembunuhan juga cenderung 
makin nekat. Kepala Direktorat I Keamanan Transnasional Bareskrim 
Mabes Polri Brigadir Jenderal Badrodin Haiti mencontohkan kasus 
pembunuhan berantai oleh Very Idam Henyansyah alias Ryan. Pembunuhan 
itu meski awalnya seperti dipicu kecemburuan pribadi, belakangan 
mulai terkuak Ryan membunuh juga demi harta secara terencana. Namun, 
harta itu lebih untuk memenuhi kebutuhan gaya hidup ketimbang 
kebutuhan mendasar yang mendesak.
> 
> ”Membunuh orang sepertinya makin mudah saja dilakukan. Cepat 
reaktif lalu membunuh. Secara umum, kejahatan juga cenderung makin 
berkualitas atau serius ketika persaingan hidup makin tinggi,” kata 
Badrodin.
> 
> Di Temanggung, Jawa Tengah, pembunuhan misalnya dilakukan oleh 
seorang ibu terhadap anak bayinya. Walsiyem (33), warga Desa 
Kwarakan, Kecamatan Kaloran, Temanggung, memotong kepala bayi yang 
baru ia lahirkan. Polisi sejauh ini memperkirakan perbuatan itu 
dilatarbelakangi kesulitan ekonomi. Walsiyem dan suaminya kerap 
mengeluhkan soal keuangan dan kesulitan membesarkan ketiga anaknya.
> 
> Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya Komisaris Besar 
Carlo Brix Tewu mencatat, tahun 2008 ini pemicu pembunuhan memang 
menunjukkan gejala impulsif. ”Sejak Januari sampai Agustus ini, 
motif pembunuhan adalah karena rasa cemburu dan tersinggung. Meski 
demikian, bila diurai ada faktor ekonomi juga,” tutur Carlo.
> 
> Keluarga Rapuh
> 
> Zakarias Poerba, Kriminolog dari Kajian Ilmu Kepolisian UI, 
menambahkan, kejahatan di kota-kota besar juga dipengaruhi rapuhnya 
sistem paguyuban, menguatnya individualisme dan materialisme, 
rapuhnya keluarga, dan minimnya kesempatan berekreasi. Semua ini 
menyebabkan meningkatnya ketegangan individu yang jadi mesiu praktik 
kriminal.
> 
> Badrodin menguatkan, perubahan tatanan sosial yang makin 
materialistik memang menjadi lahan subur bagi kriminalitas. 
”Misalnya, seorang remaja ingin handphone karena semua temannya 
punya handphone. Ketika orangtuanya enggak mampu membelikannya, ia 
tertekan dan cari jalan lain yang bisa berujung kriminal. Tapi kalau 
nilai-nilai di keluarganya kuat, itu bisa tercegah,” imbuhnya.
> 
> Baik Tamrin, Badrodin, dan Zakarias mengatakan, keluarga merupakan 
jaring pengaman pertama merebaknya kriminalitas di masyarakat. 
”Sayangnya unit keluarga memang makin rapuh sehingga nilai-nilai 
hidup yang sejati terus tereduksi. Sebenarnya, nilai-nilai itu tadi 
sederhana, &apos;ambil segala hal secukupnya dan berbagi dengan 
sesama&apos;,” ujar Tamrin.(SF/WIN/EGI)
> 
> 
> ===
> Paket Umrah Mulai Rp 15,4 juta
> Informasi selengkapnya ada di:
> http://www.media-islam.or.id
> 
> Syiar Islam. Ayo belajar Islam melalui SMS
> 
> Untuk berlangganan ketik: REG SI ke 3252
> 
> Untuk berhenti ketik: UNREG SI kirim ke 3252. Sementara hanya dari 
Telkomsel 
> Informasi selengkapnya ada di http://syiarislam.wordpress.com
>


Reply via email to