*** Beda antara cerita Ulil dengan Nana adalah di luar sana orang
menghormati orang berpuasa dengan cara  bertenggang  untuk merasakan
puasa, tetapi di sini tenggang rasa itu selalu di peringatkan oleh
penguasa. Di sini kesadaran akan keaneka ragaman belum dipahami dan
dihormati, dibandingkan dengan di luar sana.

salam


--- In ppiindia@yahoogroups.com, "v2xtopz" <[EMAIL PROTECTED]> wrote:
>
> Salam
> 
> Trus gimana dengan peraturan untuk tidak beraktivitas saat peringatan
> Hari Raya Nyepi di Bali, bukankah itu termasuk pengistimewaan dan
> "pemanjaan"?
> 
> Di India, sapi secara ideologis sangat dihormati. Lantas, apakah
> kawan-kawan yang beragama Hindu India harus "toleran" agar rekan-rekan
> yang non-Hindu memotong dan memakan sapi di depan mereka yang
> sangat-sangat mengistimewakannya?
> 
> Di Indonesia, budaya seremonial untuk "memperingati-memperingati"
> segala hari-hari besar sangat unik. "Memperingati" Ramadhan yach
> budayanya warteg harus "berduka" tutup setengah tiang. Menurut saya,
> itu budaya positif, bukan pemaksaan untuk menghormati orang yang
> berpuasa. Karena memang gak ada larangan untuk orang yang tidak
> berpuasa untuk makan, di manapun ia mau. 
> 
> Mungkin, bahasa yang tepat bukan "menghormati" orang yang berpuasa.
> Tetapi "tanggungjawab moral" untuk menghargai ritual yang tengah
> dijalankan pemeluk agama lainnya.
> 
> So, jangan sedih menjadi warga negara Indonesia yang memang memiliki
> banyak kekhasan dalam cara peringatan ritual dan seremonial
> keagamaannya yang bhineka itu.
> 
> Makasih
> Pipix
>


Kirim email ke