http://www.antara.co.id/arc/2009/5/11/membangun-merek-indonesia/

11/05/09 08:37

Membangun Merek Indonesia

oleh Eko Listiyorini

Jakarta (ANTARA News) - Sungguh ironis, saat peluncuran kampanye "100% Cinta 
Indonesia" di Jakarta Convention Center Senayan, di sisi lain Senayan ratusan 
orang antri mengular untuk membeli sepatu "Crocs" merek Amerika Serikat buatan 
China yang sedang dijual sepertiga harga normalnya.

Mungkin benar yang dikatakan Menteri Perdagangan Mari Elka Pangestu beberapa 
waktu lalu, masyarakat kelas menengah atas perlu dicuci otak agar mulai cinta 
produk dalam negeri.

"Hasil pembicaraan dengan pelaku ritel menyimpulkan memang konsumen kita masih 
import-minded,"ujar Mari.

Itulah agaknya yang menyebabkan produsen garmen lokal mengambil nama-nama 
berbahasa asing untuk menarik minat konsumen lokal. The Executive, Hammer, Nail 
merupakan beberapa merek lokal yang cukup dikenal di Indonesia.

Merek-merek berbahasa asing itu mungkin juga diambil agar mempermudah 
penetrasinya ke pasar Internasional. Tapi, sebelum bisa merajai dunia, pasar 
domestik haruslah dikuasai.

Dan di saat pasar ekspor menurunkan permintaannya, pasar domestiklah yang 
diharapkan menyerap hasil produksi agar sektor industri tetap bisa bergerak dan 
PHK terhindarkan.

Dengan tujuan itulah pemerintah menggiatkan kembali kampanye cinta produk dalam 
negeri akhir-akhir ini. Tak tanggung-tanggung, Presiden Susilo Bambang 
Yudhoyono dan Wakil Presiden Jusuf Kalla pun menjadi bintang iklannya.

Dalam iklan cinta produk Indonesia itu Presiden SBY dengan bangganya  
memamerkan dasi batik sutra Pekalongan sementara Wakil Presiden JK  menunjukkan 
sepatu kulit dari Cibaduyut.

Perlu dukungan

Kualitas produk Indonesia tak perlu diragukan lagi. Itulah sebabnya banyak 
produk Indonesia yang diekspor dan diberi merek oleh sang pembelinya. 
Contohnya, sepatu merek Nike dan Adidas yang diproduksi beberapa pabrik di 
Tangerang.

Tak mengherankan pula jika pameran kerajinan Indonesia seperti Inacraft selalu 
dinanti-nanti dan dikunjungi puluhan ribu orang. Tapi pameran dan promosi saja 
tak akan cukup menanamkan kecintaan pada produk dalam negeri.

Perlu dukungan lebih bagi produk lokal yang sudah dikenal masyarakat maupun 
yang potensial untuk menjadi kebanggaan bangsa. Awal 2009 ini, Depdag 
menerbitkan Permendag 56/2008 terkait pengetatan impor lima produk termasuk 
garmen. Aturan itu agaknya cukup membantu di saat krisis. Sayangnya, aturan itu 
hanya berlaku sementara saja.

Masyarakat selama ini lebih mudah mendapatkan barang impor baik yang mahal 
maupun murah dari pada produk lokal. Hal itu disebabkan karena beberapa mal dan 
departemen store lebih memprioritaskan produk impor dari pada merek lokal.

Pembangunan merek lokal harus didukung kebijakan pemerintah dari hulu hingga ke 
hilir. Mulai dari produksi hingga pemasaran.

Pengembangan merek

Bukan hanya pengusaha besar yang mulai sadar akan pentingnya sebuah merek atas 
produk yang dijualnya. Usaha Kecil Menengah (UKM) pun menyadarinya.

Makanan ringan yang dijual asongan di KRL dan bis kota seperti kacang telur, 
kerupuk kulit, bahkan permen jahe ada mereknya. Memang masih sederhana, hanya 
selembar kertas bertuliskan nama produsen dan alamatnya. Tapi cukup untuk 
konsumen mengenali produk yang dipilihnya.

Merek tak hanya menjadi alat promosi produk namun juga menjadi jaminan bagi 
konsumen atas kualitas produk yang dibelinya. Untuk itulah, Departemen 
Perdagangan menargetkan 60 merek produk UKM lokal tercipta setiap tahunnya.

"Pengusaha menengah pasti mampu membuat merek sendiri. Porsi pemerintah adalah 
membantu UKM,"ujar Sekjen Depdag, Ardiansyah Parman.

Direktur Bina Usaha, Ditjen Perdagangan Dalam Negeri, Depdag, Dede Hidayat 
mengatakan pihaknya bersedia membantu UKM memberikan konsultasi terkait 
pembuatan merek atau kemasan.

"Kami bersedia memberikan pendampingan saat bernegosiasi dengan peritel moderen 
dalam rangka pemasaran dan menghubungkan UKM dengan produsen kemasan berskala 
kecil sekitar 5.000-10.000 unit,"kata Dede.

Saat ini juga, Depdag sedang melakukan inventaris terhadap produk-produk lokal 
unggulan yang pantas untuk dikembangkan mereknya dan dipromosikan ke dunia 
internasional.

Depdag menargetkan bisa membawa 200 merek produk Indonesia untuk dipromosikan 
di pasar regional maupun internasional. Salah satunya dengan memasukkannya ke 
gerai-gerai ritel moderen internasional dan membawanya ke pameran-pameran di 
luar negeri.

Pembangunan merek Indonesia memang tak bisa dilakukan dalam satu atau dua tahun 
saja. Promosi dan kampanye harus dilakukan secara kontinyu, kalau tidak maka 
semua upaya hanya akan sia-sia. Siapa lagi yang akan cinta produk Indonesia 
kalau bukan bangsanya sendiri? (*)


      

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke