Alhamdulillahi Robbi al-'Alamiin, masih ada yang ngerti lakon wayang purwo yang 
jarang dipanggungkan, apabila sitkon masyarakat Jawa tidak mendekat ke sitkon 
kritis (ini menurut ketentuan konsensus dalang, apabila sang dalang nekat 
memanggungkannya maka dia bakal memperoleh akibat ulahnya). Semoga saja para 
spekulan politik dan para pedagang sadar akan mendung yang semakin tebal 
menggelantung di Jakarta dan halilintar sudah nampak berkilat-kilat. 
Jaga-jagalah atas topan yang bakal datang.


  ----- Original Message ----- 
  From: Satrio Arismunandar 
  To: news Trans TV ; kampus tiga ; aipi_poli...@yahoogroups.com ; sastra 
pembebasan ; ppiindia ; nasional list ; ex menwa UI 2 ; HMI Kahmi Pro Network ; 
jurnalisme ; pantau ; Pers Indonesia ; Forum Kompas ; AJI INDONESIA ; Partai 
Hanura ; technomedia 
  Sent: Friday, November 20, 2009 12:30 PM
  Subject: [ppiindia] SBY & Goro-goro Kresno Gugah


    
  Jumat, 20/11/2009 11:09 WIB
  SBY & Goro-goro Kresno Gugah
  Djoko Suud Sukahar - detikNews

  Jakarta - Jagad hukum goyang dan terguncang, bak nyala liar lampu minyak 
dipermainkan angin. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Kepolisian dan 
Kejaksaan Agung saling merasa benar. Wakil rakyat ikut geger berbalik terbalik 
dengan Tim 8. Sedang presiden mengambil sikap 'netral' yang dikonotasikan 
membiarkan situasi 'chaostis'. Adakah benar ini koco brenggolo, cermin mistik 
yang biasa disebut goro-goro? 

  Geger terus berlanjut. Kian hari diikuti kian tidak jelas siapa yang salah 
dan benar. Malah dari hari ke hari semakin mengentalkan asumsi, bahwa banyak 
pihak 'bermain', tapi gagal 'memainkan' karena distribusi dana macet, tidak 
terdistribusikan.

  Itu alasan, kenapa ribut tak henti-henti itu dipahami rakyat sebagai 
keonaran. Onar soal duit sogokan, yang gara-gara duitnya 'gagal' disogokkan 
karena 'dimakan' Ari Muladi, tersulut keributan. Tidak salah jika pandom 
rakyat, konklusi rakyat menyamaratakan, bahwa semua 'penegak hukum' negeri ini 
tidak berdiri tegak. Selalu ada pamrih. Pamrihnya uang.

  Keruhnya persoalan membuat tidak ada yang percaya dan bisa dipercaya rakyat. 
Siapa pun yang terlibat dianggap 'pemain' atau sedang 'dimainkan'. 
Sampai-sampai diskusi serta analisis soal ini diasumsikan sebagai bagian dari 
'permainan' itu sendiri.

  Di tengah pertanyaan yang melahirkan tanda tanya itu, sandaran rakyat 
akhirnya ke dunia lambang. Sebuah area polyinterpretable yang bebas merdeka 
ditafsir suka-suka. Situasi tidak kondusif yang membiaskan karakter Togog dan 
Semar, serta belum transparannya kebaikan dan keburukan itu diyakini mendekati 
titik akhir. 

  Tapi mengapa 'bertanya' ke jagat lambang? Itu karena lambang dari 'dunia 
antah-berantah' itu langsung punya jawaban. Pisau analisis moral tidak 
debatable. Soalnya menimbang dengan hati. Menelisik pancaran mata, roh 
kata-kata, serta gesture tubuh yang berseteru bersaksi. Dari 'pembedahan' 
metafisis ini salah dan benar implisit tampil sebening kaca.  

  Dalam dunia lambang, kondisi ruwet sekarang ini masuk episode goro-goro. 
Sebuah situasi tidak kondusif sebelum harmoni kembali hadir. Lakon dalam 
goro-goronya mengambil latar Nggugah Kresno Topo, membangunkan Bathara Kresna 
yang sedang bertapa. Di lakon ini watak 'penggugah' tampil telanjang. Dan watak 
itulah jawaban hari depan, takdir yang bersangkutan.  

  Dalam lakon itu, Duryudono membangunkan Kresna sambil memukuli Sang Nata 
dengan pohon. Kalau Kresna tidak bangun, sesepuh Pandawa itu akan mati dengan 
tubuh remuk. Saat itulah 'suara langit' bicara sebaliknya. Ini refleksi 
'ngunduh wohing pakarti'. Memanen yang ditanam, melukiskan kematiannya dalam 
Perang Bharatayuddha kelak dengan kepala hancur.

  Tampil Adipati Karno. Saudara Pandawa Lima yang berpihak pada Kurawa ini 
melempar muka Kresna dengan kotoran. Ini sebagai gambaran kematian ksatria yang 
dilahirkan lewat kuping itu mati dengan kepala terpenggal. Sedang Patih 
Sengkuni yang culas melempari tubuh Kresna dengan kulit pisang sebagai 
simbolisasi kematiannya tragis dengan badan dikuliti.

  Bagaimana dengan Arjuna dari Amarta? Dia tidak melakukan kontak fisik. 
Ksatria banyak istri ini membangunkan dengan rogo sukma. Meninggalkan tubuh 
wadag, sukmanya berkelana di Jagat Awang-uwung, mengajak roh titisan Bathara 
Wisnu kembali memasuki jasad Kresna. 

  Dalam konteks 'keributan' sekarang ini, Kresna adalah lambang kebenaran 
sejati. Dalam Islam disebut kebenaran Ilahiah. Tak ada manusia yang tahu siapa 
salah dan siapa yang benar selain Gusti Allah dan yang menjalani. 

  'Kebenaran sejati' telah dibangunkan. Dia membawa takdir (konsekuensi) 
sendiri. Takdir mendua berujud berkah dan musibah. Terus siapakah yang bakal 
menerima takdir itu? Hendarman Supanji, Kapolri Bambang Danuri, Antasari Azhar, 
Williardi Wizard, Susno Duaji, Bibit-Chandra, Sri Mulyani, Boediono atau Susilo 
Bambang Yudhoyono? 

  Yuk kita sama-sama mengikuti dan mencocok-cocokkan 'takdir' mereka dengan 
kemiripan lakon Kresno Gugah.

  *) Djoko Suud Sukahar: pemerhati budaya, tinggal di Jakarta.

  (asy/asy) 

   
   

   

  Satrio Arismunandar 
  Executive Producer
  News Division, Trans TV, Lantai 3
  Jl. Kapten P. Tendean Kav. 12 - 14 A, Jakarta 12790 
  Phone: 7917-7000, 7918-4544 ext. 3542,  Fax: 79184558, 79184627
   
  http://satrioarismunandar6.blogspot.com
  http://satrioarismunandar.multiply.com  
   
  Verba volant scripta manent...
  (yang terucap akan lenyap, yang tertulis akan abadi...)

   

  [Non-text portions of this message have been removed]



  

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to