http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=12087

2009-11-26 
Korupsi Ancam Persatuan Indonesia



Dalam dialog sekitar reaksi beberapa pakar terhadap pidato SBY tentang 
Rekomendasi TPF (Tim 8), Metro TV, 24 November 2009, ada pakar yang 
menyebutkan, jika pemerintah, dalam hal ini presiden, tidak tegas pendiriannya 
terhadap pemberantasan korupsi, maka akibatnya rakyat akan jemu, jengkel, dan 
marah. 

Masalahnya, rakyat jelata yang menderita akibat korupsi oleh segelintir 
manusia, yaitu pejabat eksekutif, legislatif dan judikatif. Betapa tidak, 
sumber dana yang seharusnya diperuntukkan bagi kesejahteraan rakyat diambil 
secara melawan hukum oleh pejabat negara berkerja sama dengan konglomerat. 

Luka lama berupa kebencian kepada konglomerat, sejenis Anggodo, akan terkuak 
lagi. Tidak mustahil perumahan mewah, dengan kanal-kanal seperti di negeri 
Belanda, dalam sekejap mata akan luluh lantak disapu bersih oleh badai 
kemarahan rakyat. Apalagi ketika kemarahan itu diorganisasi secara baik oleh 
para penganjur (people's power). Jadi apa yang harus dibuat?

Dewan Perwakilan Rakyat mumpung masih belum tercemar oleh nafsu menjadi kaya, 
segera mengundangkan undang-undang tentang pembuktian terbalik. Jika 
undang-undang ini sudah ada, KPK dalam koordinasi dengan kepolisian dan 
Kejaksaan Agung, setelah direformasi, segera meminta para pejabat, incumbent 
dan mantan, yang hidup di atas garis kesejahteraan, untuk melaporkan kekayaan 
mereka dan diminta untuk membuktikan dari mana kekayaan itu diperoleh. Kalau 
ada yang tidak dapat membuktikan perolehannya secara legal, kekayaan itu segera 
disita untuk negara. Di samping itu, perbuatan mereka yang melawan hukum harus 
diadili dan diberi hukuman se- timpal. 

Sementara itu, reformasi dan penertiban aparatur negara, terutama penegak 
hukum, dilakukan secara cepat dan tepat yang dinakhodai oleh orang-orang 
profesional dan bermoral. Mudah-mudahan dengan demikian kesejahteraan umum, 
sesuai amanat UUD 1945, segera terwujud dan selamatlah NKRI dari disintegrasi 
sosial dan disintegrasi politik. 

Agar semua ini dapat terlaksana Indonesia membutuhkan seorang chief executive 
yang negarawan, yang menempatkan kepentingan rakyat di atas segala-galanya. 

Cornelis A Boeky - Rancho Indah Jakarta Selatan



[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke