http://www.harianterbit.com/artikel/rubrik/artikel.php?aid=81493


Ahmadiyah bukan Islam haq
      Tanggal :  01 Dec 2009 
      Sumber :  Harian Terbit 
Oleh MD La Ode


BELAKANGAN ini umat Islam (MUI) dan pemerintah disibukkan dengan masalah 
Ahmadiyah karena dianggap terus-menerus melakukan penyesatan umat Islam dan 
penistaan agama Islam haq (dari fatwa MUI). Sementara itu Ahmadiayah tentu 
merasa kaget mendengar anggapan itu, karena Ahmadiyah sendiri selama ini tentu 
menganggap dirinya sebagai penganut agama Islam haq yang taat dan baik.

Selisih pendapat itu praktis telah menimbulkan konflik antara umat Islam haq 
atau Islam arus utama dalam istilah pemerintah untuk sebutan pembeda antara 
agama Islam haq  ajaran Nabi Besar Muhammad Rasulullah SAW dengan ajaran 
Ahmadiyah sebagai Islam  versi Mirza Ghulam Ahmad. Susbtansi perbedaan itu 
masih menjadi tema perdebatan tajam yang belum berhenti hingga saat ini. 
Walaupun pemerintah telah mengeluarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) Menteri 
Agama, Jaksa Agung dan Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 3 tahun 
2008; Nomor Kep-033/A/JA/6/2008; dan Nomor 199 tahun 2008 Tentang Peringatan 
dan Perintah Kepada Penganut, Anggota, dan Atau Anggota Pengurus Jemaat 
Ahmadiyah Indonesia (JAI) dan Warga Masyarakat, agar segera menyudahi masalah 
itu. Namun demikian, tampaknya belum bisa menuntaskan masalah Agama Islam haq 
dengan Ahmadiyah.  Sebagai upaya inisiatif penyelesaian selisih pendapat itu 
maka dilakukan observasi tentang Ahmadiyah secara fokus dan komprehensif.

Fokus observasi ini ingin mengetahui secara pasti apakah Ahmadiyah itu agama  
Islam atau bukan? Jika Ahmadiyah Agama Islam, mengapa Majelis Ulama Indonesia 
(MUI) mengeluarkan fatwa bahwa Ahmadiyah itu sesat dan menyesatkan? Sebaliknya 
jika Ahmadiyah bukan Agama Islam, mengapa Ahmadiayah masih  diperbolehkan 
menggunakan nama Agama Islam, Alquran, Masjid dan naik Haji di tanah suci 
Mekkah pada hal semua itu adalah perangkat-perangkat ajaran  Agama Islam? 
Mestinya MUI dan Pemerintah Indonesia melarang Ahmadiyah menggunakan Islam, 
Alquran, Masjid dan naik Haji di tanah suci Mekkah jika Ahmadiyah ternyata 
bukan Agama Islam.

Untuk mendapatkn penjelasan substansial tentang masalah Ahmadiyah, digunakan 
pendekatan studi literatur terutama untuk mendapatkan keterangan perbandingan 
ajaran Islam haq dari Nabi Muhammad Rasulullah SAW dan ajaran Islam dari Mirza 
Ghulam Ahmad. Jika hasil studi literatur menjelaskan adanya kesamaan antara 
ajaran Agama Islam haq dari Nabi Muhammad Rasulullah SAW dengan ajaran Agama 
Islam dari Mirza Ghulam Ahmad,  dipastikan bahwa Ahmadiyah Agama Islam haq. 
Sebaliknya jika tidak sama atau terdapat perbedaan substansial dipastikan bahwa 
Ahmadiyah bukan Agama Islam haq tetapi Agama Islam tiruan/plagiat.              

Melalui studi literatur diperoleh keterangan pasti tentang pokok-pokok ajaran 
Agama Islam yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Rasulullah SAW dan pokok-pokok 
ajaran Ahmadiyah yang diajarkan oleh Mirza Ghulam Ahmad. Menurut Prof. Dr. 
Zakiah Daradjat bahwa agama Islam adalah agama Allah yang disampaikan kepada 
Nabi Muhammad SAW, untuk diteruskan kepada seluruh umat manusia, yang 
mengandung ketentuan-ketentuan keimanan (aqidah), dan ketentuan-ketentuan 
ibadah dan mu'amalah (syari'ah), yang menentukan proses berpikir, merasa dan 
berbuat dan proses terbentuknya kata hati. Dari defenisi agama Islam itu 
diperoleh pengetahuan bahwa agama Islam  mengandung 3 (tiga) unsur substantif.  
Pertama  iman, lazim disebut Rukun Iman yaitu beriman kepada Allah; beriman 
kepada Malaikat-Nya; beriman kepada Kitab-Nya; beriman kepada Rasul-Nya; 
beriman kepada hari akhir; dan beriman kepada Qadha dan Qadar. Kedua rukun 
Islam,  meliputi syahadatain; shalat; zakat; puasa; dan haji. Ketiga ihsan, 
berakhlak shalih, pendekatan (mikro) yang melaksanakan ibadat kepada Allah dan 
bermua'malah dengan sesama makhluk dengan penuh keikhlasan seakan-akan 
disaksikan oleh Allah, meskipun dia tidak melihat Allah.

Sedangkan pokok-pokok ajaran Ahmadiyah yang diajarkan oleh Mirza Ghulam Ahmad  
kepada umat Ahmadiyah yakni, pertama, Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Nabi 
dan Rasul; kedua, Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Masih Mau'ud; ketiga,  
Mirza Ghulam Ahmad mengaku sebagai Nabi dan Rasul yang mendapat wahyu Tuhan; 
keempat, Mirza Ghulam Ahmad dianggap sebagai kedatangan Rasulullah yang kedua 
kalinya; kelima, Mirza Ghulam Ahmad mengklaim sebagai manifestasi dari semua 
Nabi; keenam, Mirza Ghulam Ahmad mengklaim mendapat mukjizat.     

Hingga saat ini, Ahmadiyah di Indonesia hindup dalam kontroversi yang tajam  
antara dua kutup berbeda. Kutup pertama,  oleh kaum Ahmadi Mirza Ghulam Ahmad 
dianggap sebagai Nabi, Rasul, dan sebagai Mujadid. Namun Soekarno Presiden RI 
pertama, tidak percaya kalau Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi, Rasul, dan 
Mujadid sekali pun. Kutup kedua, Mirza Ghulam Ahmad sebagai Nabi dan Rasul 
bentukan kolonial Inggeris untuk kepentingan politik koloninya di India yang 
disebut strategi  "pecah-belah"  (devide et impera"= seperti strategi Kolonial 
Belanda di Indonesia) untuk mengalahkan kedua kekuatan politik Islam dan Sikh 
di India.               

Sejauh ini menurut H.M. Amin Djamaluddin dari MUI, sudah terdapat 468 ayat-ayat 
Tadzkirah yang bersumber dari ayat-ayat suci Al-Qur'an. Ayat-ayat suci 
Al-Qur'an itu dibajak oleh Mirza Ghulam Ahmad yang antara lain bertujuan 
membuktikan bahwa Mirza Ghulam Ahmad pernah menerima wahyu dari Allah Swt dan 
sebagai Nabi dan Rasul. Amin Djamaluddin membuktikan perbuatan Mirza Ghulam 
Ahmad itu dengan menggunakan metode perbandingan (komparasi) antara ayat-ayat 
suci Al-Qur'an dengan ayat-ayat Tadzkirah yang menjadi kitab suci Ahmadiyah. 
Berdasarkan hasil studi literatur khususnya komparasi antara pokok-pokok ajaran 
Islam dengan pokok-pokok ajaran Ahmadiyah, diperoleh pengetahuan yang benar 
bahwa Ahmadiyah adalah Islam plagiat/tiruan. Hal itu didasarkan pada keyakinan 
analitis bahwa Mirza Ghulam Ahmad tidak pernah menerima wahyu Allah Swt. Tetapi 
yang benar ialah Mirza Ghulam Ahmad melakukan plagiat/tiruan terhadap beberapa 
ayat-ayat suci Al-Qur'an yang kemudian dijadikan ayat-ayat Tadzkirah untuk 
membenarkan tentang ke-Nabi-an dan ke-Rasulan-nya. Karena Mirza Ghulam Ahmad 
tidak pernah menerima wahyu Allah, dengan sendirnya dipastikan bahwa Ahmadiyah 
bukan agama Islam dan benar-benar berada di luar agama Islam.  

Ada pun argumentasi analitis tentang keyakinan analitis itu adalah: pertama, 
pokok-pokok ajaran agama Islam dengan pokok-pokok ajaran Ahmadiyah sangat 
bertolak belakang. Di dalam ajaran agama Islam tidak pernah mengajarkan adanya 
Rasul setelah Nabi Muhammad Rusulullah SAW. Dengan demikian Mirza Ghulam Ahmad 
yang mengaku Nabi dan Rasul, tidak memenuhi persyaratan rukun iman dan rukun 
Islam yang menjadi ajaran pokok  Islam. Jadi baik Mirza Ghulam Ahmad maupun 
kaum Ahmadi tidak beriman kepada Allah dan Rasul-Nya yakni Nabi besar Muhammad 
Rasulullah SAW. Jadi Mirza Ghulam Ahmad dan kaum Ahmadi, tidak beragama Islam. 
Kedua, Mirza Ghulam Ahmad tidak pernah menerima wahyu Allah serta  bukan pula 
Nabi dan Rasul. 

Hal itu dirujuk dengan hasil komparasi antara ayat-ayat suci Al-Qur'an dengan 
ayat-ayat Tadzkirah yang berjumlah 468 ayat. Di antaranya yang dapat diterakan 
di sini Mengenai ke-Nabi-an dan ke-Rasul-an Mirza Ghulam Ahmad. Ia  mengaku 
telah menerima wahyu dari Tuhan yang berbunyi:  "Katakanlah (wahai Ahmad): Jika 
kamu benar-benar mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihimu dan 
mengampuni dosa-dosamu dan memberikan rahmat kepadamu dan Dia Maha Penyayang di 
antara para Penyayang" (Tadzkirah halaman 221). Ayat Tadzkirah itu ia sadur 
dari Al-Qur'an yang berbunyi: Katakanlah (wahai Muhammad): Jika kamu 
(benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan 
mengampuni dosa-dosamu. Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang" (Q.S. Ali 
Imran: 31). 

Kemudian mengenai ke-Rasul-an Mirza Ghulam Ahmad tercantum pula pada ayat 
Tadzkirah yang berbunyi: "Sesungguhnya Kami mengutus Ahmad kepada kaumnya, akan 
tetapi mereka berpaling dan mereka berkata: seorang yang amat pendusta lagi 
sombong" (Tadzkirah halaman 375 dan 391).  Ayat Tadzkirah itu ia sadur dari 
ayat suci Al-Qur'an yang berbunyi:  "Dan tiadalah Kami mengutus kamu 
(Muhammad), melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam"  (Q.S. 
Al-Anbiya':107). Kedua ayat Tadzkirah yang menyatakan ke-Nabi-an dan 
ke-Rasul-an  Mirza Ghulam Ahmad itu ia sadur dari ayat-ayat suci Al-Qur'an yang 
menyatakan ke-Nabi-an dan ke-Rasul-an Nabi Besar Muhammad Rasulullah SAW. 
Dengan demikian tentu Mirza Ghulam Ahmad berpikir orang pasti akan percaya. 
Ternyata benar, orang masih mempercayainya hingga saat ini. 

Mengenai riwayat turunnya Kitab Tadzkirah, kata Mirza Ghulam Ahmad, merupakan 
wahyu yang ia terima dari Tuhan, yang berbunyi:   "Sesungguhnya Kami telah 
menurun-kannya (Tadzkirah) dekat Qadian dan dengan sebenarnya Kami 
menurunkannya dan dengan sebenarnya telah turun. Maha Benar Allah dan Rasul-Nya 
dan ketetapan Allah pasti berlaku" (Tadzkirah halaman 74-75, 360, dan 367).  
Ayat Tadzkirah itu oa sadur dari ayat suci Al-Qur'an yang berbunyi: 
"Sesungguhnya Kami yang telah menurunkannya (Al-Qur'an) pada malam kemuliaan" 
(Q.S. Al-Qadr: 1). Kemudian ia sambungkan dengan ". dekat Qadian dan dengan 
sebenarnya Kami menurunkannya dan dengan sebenarnya telah turun. Maha Benar 
Allah dan Rasul-Nya dan ketetapan Allah pasti berlaku". Pada  ayat lainnya 
berbunyi: "Dan jika kamu dalam keraguan tentang apa yang telah Kami turunkan, 
maka buatlah satu ayat yang semisal dengannya" (Tadzkirah halaman 798). Ayat 
Tadzkirah itu ia sadur juga dari ayat suci Al-Qur'an yang berbunyi bahwa:  "Dan 
jika kamu dalam keraguan tentang Al-Qur'an yang Kami wahyukan kepada hamba 
kami, buatlah satu surat yang semisal Al-Qur'an itu" (Q.S. Al-Bakarah: 23).

MUI adalah organisasi Islam yang dipahami sebagai pemegang otoritas tertinggi 
yang menentukan salah benarnya pelaksanaan  hukum Islam di Indonesia, baik 
secara individu maupun kelompok. Dari pemahaman MUI diimbau untuk melarang 
Ahmadiyah di Indonesia mulai dari da'wah sampai dengan organisasinya jika masih 
menggunakan Agama Islam, masjid, Al-Qur'an, dan naik haji di Mekkah. Karena 
semua itu adalah ruang lingkup Islami. Dari aspek Islam, otoritas  MUI lebih 
fundamental untuk melarang Ahmadiyah di Indonesia dari pada Pemerintah 
Indonesia. Sedangkan otoritas Pemerintah Indonesia terbatas pada fisik Ahmadi 
sebagai warga Negara untuk mendapatkan perlindungan kekerasan dari pihak mana 
pun serta merekomendasikan larangan MUI terhadap Ahmadiyah. Itulah yang disebut 
tanggung jawab negara terhadap Ahmadi (warga negara Indonesia).  

Dari uraian di atas diperoleh pengetahuan bahwa sesungguhnya dalam perspektif 
Islam haq, Mirza Ghulam Ahmad itu seorang Nabi Palsu dan Rasul  palsu karena  
tidak pernah menerima wahyu Tuhan. Hal itu dapat dibuktikan dari upaya 
penyadurannya terhadap ayat-ayat suci Al-Qur'an yang ditemukan oleh Amin 
Djamaluddin berjumlah 468 ayat suci Al-Qur'an yang disadur Mirza Ghulam Ahmad 
menjadi ayat-ayat Tadzkirah. Ayat-ayat suci Al-Qur'an itu antara lain digunakan 
untuk menguatkan tentang ke-Nabi-an dan ke-Rasul-an-nya serta turunnya kitab 
Tadzkirah.  Dengan demikian jelas dan tegas bahwa Ahmadiyah itu adalah Agama 
Islam tiruan/plagiat. (Penulis adalah Mahasiswa Program  Doktor Jurusan Ilmu 
Politik Pada Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas 
Indonesia (UI))

[Non-text portions of this message have been removed]

Kirim email ke