Refleksi:   Koq ditulis meninggal di Bogor 23 April 1980 . Apakah para penulis 
cerita Raden Saleh sudah melihat lukisan-lukisannya?

http://oase.kompas.com/read/2010/05/11/0256110/Kisah.Sang.Bumiputra.di.Belanda..-5


Kisah Sang Bumiputra di Belanda 
Selasa, 11 Mei 2010 | 02:56 WIB

istimewa
Oleh : Munawir Aziz*

Judul Buku : Raden Saleh; Anak Belanda, Mooi Indie dan Nasionalisme 
Penulis : Harsja W. Bachtiar, Peter B.R. Carey, Onghokham 
Penerbit : Komunitas Bambu, Jakarta 
Cetakan : I,  2010 
Tebal : xl + 194

Abad 19 merupakan gerbang terbukanya jalur pendidikan penduduk pribumi, untuk 
belajar di Eropa. Dengan segenap intelektualitas dan bakat seninya, Raden Saleh 
memperoleh beasiswa menghirup nafas pendidikan di Eropa. Awal mula tersebarnya 
gagasan kemerdekaan dan usaha menentang kolonialisme dengan cerdik.

Raden Saleh, sebagai salah satu pelukis besar yang dimiliki bangsa ini, lahir 
untuk mencetak sejarah. Sebagai putra dari salah seorang pegawai dan penerjemah 
untuk Belanda, Raden Saleh memulai liku-liku pengembaraanya sebagai pelukis 
dengan nuansa tragedi dan ironi.

Buku "Raden Saleh; Anak Belanda, Mooi Indie dan Nasionalisme" yang ditulis 
bersama oleh Harsja W. Bachtiar, Peter B.R. Carey dan Onghokham berusaha 
menjelaskan posisi Raden Saleh dalam ruang intelektualitas dan kesenian secara 
jernih. Buku ini mengupayakan telaah atas kerja keras, ironi, tragedi dan 
espektasi yang melingkupi kehidupan pelukis besar negeri ini. Raden Saleh tak 
hanya menacapkan tonggak pelukis masyhur, namun mengupayakan sebaran ide, 
kampanye kemerdekaan dan pemihakan kepada kaumnya dengan alur strategi kesenian 
yang cantik.

Ruang gerak kehidupan Raden Saleh memang penuh dengan politik etis 
kolonialisme. Harus diakui, Raden Saleh merupakan salah satu putra pribumi yang 
berkesempatan mengenyam pendidikan modern di Eropa. Raden Saleh menginjakkan 
kakinya untuk menghirup udara pendidikan eropa pada 1829, sebelum Sosrokartono 
(1896) dan Abdul Rivai (1899) melakukan lawatan yang sama.

Bakat besar yang dimiliki Raden Saleh mengundang simpati dari berbagai pembesar 
dan bangsawan masa itu. Politik diplomasi dan strategi kesenian yang dilakukan 
Raden Saleh berhasil menghantarkan dirinya untuk berselancar menikmati dan 
mempelajari perkembangan seni lukis di daratan Eropa.

Alur Sejarah

Raden Saleh hidup dengan bentang benang sejarang yang kusut. Harsja W. Bachtiar 
menuliskan dengan jernih, sejarah kehidupan dan perkembangan mental Raden 
Saleh. Sejarah kelahiran Raden Saleh, masih membuka perdebatan sengit. 
Pasalnya, tahun 1814, sebagai titi mangsa kelahirannya, diperdebatkan banyak 
sejarawan. Raden saleh dilahirkan di Terboyo, Semarang, Jawa Tengah, pada 1814, 
tanggal ini milik Raden Saleh sendiri. Ayahnya bernama Sayid Husein bin Alwi 
bin Awal dan ibunya bernama mas Ajeng Zarip Husen. Keduanya merupakan cucu dari 
Kyai Ngabehi Ketosobo Bustam (1681-1759), seorang asisten residen Terboyo.

Raden Saleh menghabiskan masa kecilnya di kediaman Kyai Adipati Soero Menggolo, 
Bupati Semarang, hingga tahun 1822. Sang Bupati merupakan pamannya sendiri, 
karena Suro adalah anak ketujuh Kakek Buyut Raden Saleh, Kyai Ngabehi Kertosobo 
Bustam.

Bakat alam Raden Saleh tercium oleh Antonie Auguste Joseph Paijen (1792-1853), 
ketika tinggal di Bogor. Paijen berkebangsaan Belgia, yang bekerja sebagai 
pelukis seni pemerintah bagi Profesor C.G.C Reinwardt yang menjabat sebagai 
Direktur Pertanian, Seni dan Ilmu. Reindwardt masyhur sebagai pendiri kebun 
raya Bogor.

Selepas Paijen kembali ke Eropa pada awal 1825, Raden Saleh beralih menjadi 
bagian keluarga Belgia, Jean Baptise de Linge dan istrinya. Pada 1829, de Linge 
diperintahkan oleh Komisaris Jendral du Bus de Gesignies untuk melakukan 
perjalanan ke Belanda. De Linge ditugaskan untuk melaporkan kondisi finansial 
koloni pada raja. Inilah awal pengembaraan Raden Saleh untuk belajar dan 
mengasah insting seninya di Eropa.

Di Eropa, Raden Saleh mendapat kesempatan berkenalan dengan pelukis dan seniman 
yang menduduki posisi puncak di lingkaran kerajaan-kerajaan eropa. Raden Saleh 
juga menjalin hubungan akrab dengan beberapa penguasa kerajaan Eropa, 
diantaranya Raja Friedrich August II dari Saxony. Pelukis ini juga menetap di 
Coburg, Gotha dan Paris.

Setelah menjelajah Eropa, pada 1851, Raden pulang ke tanah air, setelah 
melakukan lawatan panjang ke eropa. Sebelum kembali ke Jawa, Raden Saleh 
menikah dengan Nona Winkelman, yang menjadi istri pertamanya.

Jejak Nasionalisme

Kisah kehidupan Raden Saleh dibingkai dengan pikiran orientalisme, ketegangan 
kolonialisme, dan beban mental inlander yang menjangkiti warga pribumi yang 
terjajah. Namun, Raden Saleh dapat melampui penjara mental yang mengekang 
kehidupan. Dia berhasil memukau petinggi-bangsawan eropa dengan lukisan 
artistik dan menyentuh. Sikap kosmopolitan yang dipraktikkan Raden Saleh, 
mengekalkan namanya sebagai pelukis masyhur yang mendapat tempat pada 
perbincangan kesenian Eropa.

Nilai artistik, pola kebangsawanan dan agenda diplomasi kesenian yang dilakukan 
Raden Saleh tak lantas menjadikannya melupakan teriakan warga pribumi pada 
zamannya. Raden Saleh berjasa besar dalam membentuk citra, menyimpulkan tanda 
dan menjelaskan fragmen perjuangan warga pribumi pada karya lukis bernilai 
estetis.

Keprihatinan pada nasib pribumi, menemukan puncak ketika merasakan kegetiran 
perjuangan Pangeran Dipanegara di Jawa. Selepas melakukan perlawanan pada 
1925-1930, Pangeran diponegoro ditangkap dan diasingkan oleh Belanda. Pada 8 
Februari 1885,Pangeran Dipanegara wafat pada masa pengasingan di Makassar, 
Sulawesi Selatan. Raden Saleh memanfaatkan momentum ini sebagai inspirasi 
lahirnya karya, yang disebutnya "a historisches Tableau, die Gefangennahmen des 
Javanischen Hauptling Diepo Negoro". Karya ini merupakan hasil kerja dan 
komitmen kebangsaan yang menyatu dengan nafas kehidupan Raden Saleh.

Di lukisan itu, Raden Saleh menggambarkan ketegangan proses penangkapan 
Pangeran Dipanegara, yang berawal dari akal bulus Jendral De Kock. Pangeran 
Dipanegara ditangkap di Magelang, usai menyelesaikan ritual puasa, pada tahun 
1930. Impresi dan ketajaman emosional yang tergambar pada lukisan ini, 
menyatakan simpati Raden Saleh pada perjuangan Dipanegara. Jiwa nasionalisme 
Raden Saleh tak meletup dengan gerakan angkat senjata, perlawanan radikal, 
maupun strategi perang. Raden Saleh bergulat dengan kanon lukisan "mooi indie" 
yang menjadi tren seni lukis masa kolonial. Nuansa romantis, fragmen keindahan 
alam, dan eksotisme negara jajahan, menjadi bagian lukisan bergenre moii indie, 
sebagai apresiasi rindu pejabat hindia belanda, ketika pulang ke negeri 
Holland. Namun, Raden Saleh tak sekedar menggurat romantisme, pemihakan pada 
kisah perjuangan kaum pribumi menempatkan sikap beliau pada ruang terhormat. 
Walaupun telah meninggal pada Jum'at, 23 April 1980, jam 13.oo WIB, di kota 
Bogor (Buitenzorg), namun nama Raden Saleh mengabadi sampai masa kini. Nama 
pelukis besar ini, diabadikan di sebuah oase kebudayaan di Semarang; Taman 
Budaya Raden Saleh (TBRS).

Nasionalisme versi Raden Saleh bukanlah menyiapkan energi peperangan dan 
perlawanan terhadap kolonialisme. Justru, pilihan untuk mengabadikan momen 
perjuangan kaum pribumi dalam sebuah lukisan eksotik. Buku ini, merekam sosok 
dan perjuangan Raden Saleh dengan ironi, tragedi dan espektasi.


*Munawir Aziz, peneliti dan penikmat buku,


[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to