Refleksi : Rezim SBY memberikan konsesi kepada Bin Laden Goup (Arab Saudia) 
untuk membuat ladang produksi bahan makanan (beras) buat Arab Saudia, jadi  
komitmen Ekonomi Lestari adalah untuk Arab Saudia

http://regional.kompas.com/read/2010/05/09/1857184/Gawat..Jakarta.Mau.Babat.Hutan.Merauke

Komitmen Ekonomi Lestari
Gawat! Jakarta Mau Babat Hutan Merauke
Laporan wartawan KOMPAS Hamzirwan
Minggu, 9 Mei 2010 | 18:57 WIB

AFP

JAKARTA, KOMPAS.com - Pemerintah di Jakarta sesumbar soal komitmennya untuk 
mengembangkan perekonomian lestari (green economics), tapi faktanya justru 
hendak membabat jutaan hektare hutan di Merauke, Papua.

Pembabatan hutan itu konsekuensi dari rencana pemerintah mengembangkan sentra 
industri pangan dan energi Merauke seluas 1,2 juta hektare di Papua.

Menurut Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi di Jakarta, 
Minggu (9/5/2010), dari 1,2 juta hektare areal yang dicadangkan untuk Merauke 
Integrated Food and Energy Estate (MIFEE), 1,15 juta hektare adalah Hutan 
Produksi Konversi yang memang dicadangkan untuk pembangunan di luar sektor 
kehutanan seperti pertanian. 

"Persoalannya, 1,06 juta hektare masih berupa hutan primer dengan tegakan yang 
masih baik," kata Elfian Effendi, aktivis organisasi nonpemerintah nasional 
yang aktif mengkaji masalah ekonomi lingkungan.

Elfian percaya, kebijakan pemerintah mengembangkan MIFEE menyebabkan pembabatan 
 hutan alam. Langkah ini, imbuh Elfian, justru bertentangan dengan program 
Kementerian Kehutanan menanam pohon 1 miliar untuk mengurangi emisi 26 persen 
tahun 2020. 

Menurut Elfian, pemerintah telah menetapkan 10 kelompok (cluster) di 14 distrik 
di Merauke, satu distrik di Kabupaten Mappi, dan satu distrik di Kabupaten 
Boven Digoel, Papua. Elfian yakin, Kementerian Kehutanan telah meneken 
kesepakatan rekomendasi pemanfaatan hutan untuk dilepaskan. 

"Jika melihat draf rencana induk MIFEE, terlihat jelas hutan alam Merauke akan 
dikonversi secara massif. Artinya, program MIFEE ini akan bertolak belakang 
dengan pidato Presiden di Kopenhagen pada akhir 2009 lalu. Keraguan para 
aktivis lingkungan terhadap pidato Presiden bakal menjadi kenyataan lewat 
program MIFEE ini," kritik Elfian. 

Pemerintah memang telah menetapkan areal MIFEE sebagai kawasan andalan, 
terutama pertanian, dalam Peraturan Pemerint ah Nomor 26/2008 tentang Rencana 
Tata Ruang Wilayah Nasional. 

Aturan ini menjadi salah satu acuan pengembangan dan penataan ekonomi lewat 
tata ruang yang ditandatangani Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 10 Maret 
2008. 

Sementara itu, Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi berulangkali 
menegaskan, pemerintah memahami ada risiko dalam pengembangan sentra pangan dan 
energi terintegrasi Merauke. Namun, dari 1,2 juta hektar potensi lahan tersedia 
hanya 600.000 hektar yang ideal untuk tanaman pangan. 

Investor juga baru akan memakai 300.000 hektar dalam empat tahun mendatang 
dengan 100.000 hektar pada tahap awal. Bayu menegaskan, alokasi lahan di 
Merauke untuk penyediaan pangan, bukan eksploitasi kayu sehingga pemerintah 
akan menindak tegas investor nakal yang mengincar kayu hutan alam semata. 

Eksploitasi

Komitmen pemerintah terhadap ekonomi yang lestari juga dipertanyakan dalam 
kasus eksploitasi Semenanjung Kampar, Riau. Organisasi nonpemerintah yang 
konsern pada perdamaian dan lingkungan internasional, Greenpeace dan jaringan 
kerja penyelamat hutan Riau (Jikalahari) mendesak pemerintah segera bertindak 
lebih tegas mencabut izin eksploitasi kawasan gambut di Semenanjung Kampar, 
Riau. 

Pemerintah telah menetapkan Semenanjung Kampar sebagai kawasan lindung 
berdasarkan PP Nomor 26/2008 dan Keputusan Presiden Nomo 32/1990, di mana 
seluruh kawasan lahan gambut dengan kedalaman lebih dari 3 meter harus 
dilindungi.

Greenomics Indonesia juga mengkritik Kementerian Kehutanan yang tetap 
menerbitkan izin pengembangan hutan tanaman industri di Semenanjung Kampar. 
Juru Kampanye Hutan Asia Tenggara Greenpeace Bustar Maitar dan Koordinator 
Jikalahari, Susanto Kurniawan, mengatakan, mereka telah menyerahkan kasus ini 
ke Kementerian Lingkungan Hidup. 

Sementara hasil kajian Tim Pakar Independen (TPI) bentukan Menteri Kehutanan 
Zulkifli Hasan yang disampaikan ke publik di Jakarta, Rabu (21/4), Ketua TPI 
Budi Indra Setiawan menegaskan, PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) dapat 
melanjutkan kegiatan di ring Semanjung Kampar.

Namun, RAPP wajib mengembangkan masyarakat secara terpadu untuk menghindari 
masalah sosial, pengelolaan teknologi ekohidro untuk menjaga fungsi kawasan 
hutan dan pengaturan muka air yang lebih efektif, dan mengelola kawasan 
Semenanjung Kampar secara berkelanjutan.

TERKAIT:
  a.. Potensi Kayu Sentra Pangan Merauke Rp 120 Triliun 
  b.. Konversi 120.000 Hektar Harus Dicegah
  c.. Merauke, Surga Kecil yang Jatuh di Bumi
++++
http://munir-haikal.blogspot.com/2008/10/bin-laden-buy-bakrie.html
Sunday, October 5, 2008
Bin Laden buy Bakrie 
Saudi Bin Laden Group eyes Bakrie & Brothers shares. The Company eyes 500,000 
hectares of area to develop paddy agricultural area with US$4.37 billion 
investment in Merauke, Papua. The business group's capitalization in 2002 
reached US$5 billion and it has employed at least 35,000 people worldwide.
Three years ago, the Saudi Binladin Group together with the Saudi and Emirati 
consortium, won a US$26.6 billion worth of contract on the construction of King 
Abdullah business city. 

++++
http://www.gatra.com/2008-08-12/artikel.php?id=117435

Bin Ladin Group Investasi Agribisnis di Merauke

Jakarta, 12 Agustus 2008 13:50
Kelompok usaha Arab Saudi, Bin Ladin Group, siap melakukan investasi sebesar 4 
miliar dolar AS, untuk mengembangkan agribisnis padi di Merauke, Papua.

Hal itu mengemuka dalam pertemuan antara delegasi Bin Ladin Group dengan 
Menteri Pertanian Anton Apriyantono serta Utusan Khusus Presiden RI untuk Timur 
Tengah, Alwi Shihab di gedung Deptan, Selasa (12/8).

Dalam pertemuan itu Bin Ladin Group dipimpin Wakil Chairman Bin Ladin, Sheikh 
Hassan M Bin Ladin dan Managing Director Saudi Bin Ladin, Abu Bakr Al Hamid

Usai pertemuan tertutup itu Alwi Shihab menjelaskan, Bin Ladin Group akan 
mengembangkan areal persawahan padi seluas 500.000 hektar (ha) yang mana setiap 
5.000 ha diperkirakan perlu investasi 43 juta dolar AS.

"Bin Ladin mendapatkan kepercayaan dari pemerintah Arab Saudi untuk kerjasama 
dengan Indonesia," kata Mantan Menteri Luar Negeri itu.

Menurut Alwi, kelompok usaha tersebut akan mengirimkan tim bersama dengan tim 
Deptan guna menentukan daerah yang cocok untuk pengembangan persawahan padi di 
Merauke.

Sementara itu Menteri Pertanian Anton Apriyantono menyatakan, pembahasan secara 
rinci mengenai rencana investasi Bin Ladin Group baru akan dilakukan setelah 
kedatangan tim mereka.

Ketika menyinggung infrastruktur di Merauke yang minim, ia mengungkapkan, 
pemerintah RI akan bekerjasama dengan investor untuk mengembangkannya.

"Infrastruktur utama seperti jalan raya akan dibangun oleh pemerintah," katanya.

Sementara itu Alwi menambahkan, mereka mengusulkan untuk mengembangkan beras 
varietas Basmati yang rencananya untuk memenuhi pasar Arab Saudi.

Selain Arab Saudi, sejumlah negara lain asal Timur Tengah seperti Qatar, Oman 
dan Dubai juga telah menyatakan minat menanamkan modal untuk mengembangkan 
agribisnis di Indonesia. [TMA, Ant] 

[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to