Reflekis : Listerik memalukan, tetapi para petinggi penguasa negara dan kaum 
elitnya tidak tahu malu, maka oleh karena itu rakyat hidup senin kemis di bawah 
sinar listrik kedip-kedip bila bukan gelap gulita. Begitulah  derita hidup yang 
bukan lagi cerita untuk berita.

http://www.mediaindonesia.com/read/2010/08/09/160817/70/13/Listrik-yang-Memalukan


Listrik yang Memalukan 
Senin, 09 Agustus 2010 00:00 WIB      

LISTRIK tiba-tiba padam di Bandara Internasional Soekarno-Hatta, Cengkareng, 
Jumat (6/8). Padam tanpa pemberitahuan itu terjadi pada saat bandara penuh 
sesak penumpang. Peristiwa yang memalukan sekaligus mempermalukan. 

Memalukan karena padamnya listrik pada pukul 04.02 WIB itu terjadi di pintu 
masuk utama Indonesia, yang menghubungkan negeri ini dengan dunia 
internasional. 

Akibatnya, ratusan penumpang antre hingga 300 meter serta 63 penerbangan 
domestik dan internasional tertunda. 

Mempermalukan karena Presiden RI telah mendeklarasikan negeri ini bebas 
biarpet, akhir Juli lalu. Bukankah pemimpin dihormati antara lain karena 
kata-katanya bisa dipegang? 

Penerbangan di dunia sudah menjadi satu kesatuan. Bandara Soekarno-Hatta 
hanyalah satu titik dalam sistem tersebut. Karena itu, bukanlah mustahil banyak 
penumpang lanjutan di dalam dan luar negeri yang tertinggal pesawat akibat 
matinya listrik di Bandara Soekarno-Hatta itu. Itu bisa menjadi kampanye busuk 
Indonesia sebagai destinasi pariwisata. 

Celakanya, tidak satu pun pemimpin yang bertanggung jawab atas padamnya listrik 
tersebut. Pejabat saling menyalahkan dan lempar tanggung jawab. 

Pemimpin Perusahaan Listrik Negara (PLN) menuding listrik mati karena ada 
gangguan instalasi listrik milik pengelola bandara. PLN berargumentasi bahwa 
pasokan setrum masih cukup. Sebaliknya, pemimpin Angkasa Pura II, selaku 
pengelola bandara, tidak mau disalahkan. Menurut versi Angkasa Pura II, 
gangguan listrik di Bandara Soekarno-Hatta terjadi karena kedipan selama 1,7 
detik yang menandai anjloknya pasokan listrik dari PLN. 

Begitulah, para pemimpin tidak mau disalahkan akibat biarpet. Mereka malah 
sibuk mempersoalkan definisi biarpet itu. Menyedihkan bahwa mereka mengurus 
negara ini baru pada tahap seperti mahasiswa S-1 yang heboh membuat definisi 
operasional untuk proposal skripsi. 

Apa pun definisinya adalah fakta bahwa listrik mati. Kedipan yang hanya sekian 
detik itu telah berdampak fatal, yaitu mampusnya sistem check in berbasiskan 
komputer sehingga harus kembali ke cara manual. Sekalipun listrik kembali 
menyala, tak bisa sekejap untuk menghidupkan kembali sistem check in yang 
mampus akibat matinya listrik walau sekedip itu. Dan itu terjadi pada jam padat 
penumpang. 

Harus ada pelajaran yang ditarik dari peristiwa yang memalukan dan 
mempermalukan itu. Angkasa Pura II jangan hanya menjadi BUMN yang rakus, yang 
hanya pandai menyedot uang konsumen, tetapi bebal dan majal dalam melayani. 
Semua titik di Bandara Soekarno-Hatta haruslah mendapatkan pasokan listrik yang 
tidak boleh padam sekedip pun sebagai sebuah mandatori. 

Bandara itu pun dalam banyak segi kumuh dan ketinggalan zaman. Ia menunjukkan 
wajah buruk negeri ini. 

Kepada pimpinan PLN kita pun perlu mengingatkan, berhentilah menjual citra 
kepada Presiden. Listrik biarpet itu bukan fiksi, melainkan fakta, yang sulit 
dipercaya dapat dibenahi seperti main sulap.






[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to