----- Original Message ----- 
From: Ignatius Sapto Condro A.B. 
To: milisku euy 
Sent: Tuesday, August 10, 2010 11:57 AM
Subject: [iscab] Surat Djohan Effendi untuk Para Petinggi Negeri


  




---------- Forwarded message ----------
From: saidiman saidiman <idhi_man...@yahoo.com>
Date: 2010/8/10



Jakarta, 7 Agustus 2010


Kepada Yang Terhormat
Para Petinggi Negara RI!
Para Pemuka Agama!
Para Pemimpin Parpol dan Ormas!!
Para Cerdik Cendekia dan Tokoh Masyarakat!


“Berilah kami tempat, Bapak Wali Kota, di mana saja di wilayah kota Mataram ini,
di pinggiran yang dianggap angker banyak setannya sekalipun, atau di
pekuburan-pekuburan, yang penting kami dapat keluar dari penampungan, hidup
normal, menghirup udara kebebasan dan kemerdekaan.
Atau, jika telah dianggap menodai agama, telah melanggar UU No.1 PNPS/1/1965,
sebagaimana selama ini diancamkan, jebloskanlah kami, Bapak Wali Kota, ke dalam
penjara. Kami seluruh warga Ahmadi, pengungsi laki-laki, perempuan, tua, muda
maupun anak-anak, lahir batin, ikhlas dipenjara, tanpa proses hukum sekalipun.
Atau jika sama sekali tidak ada tempat bagi kami, di ruang penjara tidak ada
tempat bagi kami, di pekuburan-pekuburan juga tidak ada tempat bagi kami, maka
galikanlah bagi kami, Bapak Wali Kota, kuburan. Kami seluruh warga Ahmadi
pengungsi, laki-laki, perempuan, tua, muda maupun  anak-anak, siap dan ikhlas
dikubur hidup-hidup. …”



           Bapak-bapak Yang terhormat!

           Kalimat-kalimat di atas saya kutip dari surat yang berisi jeritan
warga Ahmadiyah Lombok, yang sejak beberapa tahun ini terpaksa tinggal di
penampungan, terusir dari tempat tinggal mereka, hanya karena mereka difatwakan
menganut faham yang sesat. Mereka menjadi pengungsi di negeri mereka sendiri.
Padahal mereka turun temurun warga negara RI. Mereka turun temurun  tinggal di
atas bumi yang disediakan oleh Allah Tuhan Yang Maha Rahman, yang menyediakan
bumi ini bagi segenap dan seluruh anak-cucu Adam, yang rahmat-Nya dikaruniakan
kepada segenap umat manusia tanpa diskriminasi, tidak membedakan beriman atau
kufur bersikap kufur kepada-Nya, beragama atau tidak, menganut ajaran yang benar
atau ajaran yang sesat. Peristiwa pengusiran dan pengungsian ini sama sekali
bukan kisah fiktif, tapi kisah nyata yang terjadi di negara kita yang
berdasarkan Pancasila yang di antara sila-silanya adalah Ketuhanan Yang Maha Esa
dan Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Peristiwa ini terjadi sekarang, tidak di
masa penjajahan, tidak di masa Revolusi Kemerdekaan, tidak di masa Pemerintahan
Parlementer, tidak di masa Orde Lama dan juga tidak di masa Orde Baru. Tapi
terjadi sekarang di masa Reformasi ketika Piagam Hak-hak Asasi Manusia diterima
dan dimasukkan dalam Konstitusi kita. Lalu di mana tanggung jawab konstitusional
para Petinggi Negara RI? Di mana tanggung jawab moral para pemuka agama bangsa
kita? Di mana hati nurani tokoh-tokoh parpol, ormas, cendekiawan dan pemuka
masyarakat kita?


           Dan sekarang Bapak-bapak yang terhormat, warga Ahmadiyah di Manis
Lor, Kuningan sedang terancam, mesjid tempat mereka sebentar lagi menunaikan
ibadah tarawih, tadarus, i’tikaf, akan disegel oleh Bupati sendiri. Pengalaman
perih dihalang-halangi dan diganggu untuk menjalankan ibadah menurut keyakinan
sendiri juga terjadi di Bekasi. Dua orang umat Bahai masih ditahan di Lampung.
Dilarang membuka warung sebagai usaha mencari nafkah sehari-hari. Seorang umat
Bahai yang meninggal dunia di Pati terpaksa dimakamkan di bentaran kali karena
ditolak Kepala Desa untuk dimakamkan di Pemakaman Umum Desa, bahkan dilarang
dimakamkan di lahannya sendiri. Penganut Aliran Kepercayaan Penghayat Ketuhanan
Yang Maha Esa, masih dipinggirkan, hak-hak sipil mereka tidak terjamin dan tidak
dipenuhi. Daftar berbagai kasus penistaan hak-hak asasi dan hak-hak sipil
terlalu panjang untuk dikemukakan. Komnas HAM mempunyai data yang relatif
lengkap tentang kasus-kasus seperti ini. Kenapa masih ada warga negara kita yang
tidak menikmati kebebasan berkeyakinan dalam negara yang berusia 65 tahuin ini?


           Pernahkan kita membayangkan bagaimana kalau nasib yang dialami warga
negara yang teraniaya dan terzalimi ini justru menimpa kita sendiri? Pernahkan
kita membayangkan betapa perihnya hati kita jika kebebasan kita untuk beriman
dan beribadah menurut ajaran yang kita yakini akan menyelamatkan kita di dunia
dan di akhirat kelak direnggut hanya karena kita berbeda dengan keyakinan
mayoritas?


           Menyaksikan peristiwa-peristiwa memerihkan di atas izinkanlah saya
bertanya kepada Para Petinggi dan Penguasa di negeri ini, apakah negara dan
pemerintah sudah tidak mampu lagi menjamin, melindungi dan mempertahankan
hak-hak asasi manusia dan hak-hak sipil yang tercantum dalam Konstitusi Negara
kita bagi kelompok-kelompok minoritas? Kepada siapa lagi mereka harus
mengharapkan perlindungan?


           Kepada Para Pemuka Agama, khususnya al-Mukarrimun Para Ulama,
perkenankan saya bertanya, apakah manusia yang non Islam, atau yang menganut
ajaran yang dianggap sesat itu, tidak termasuk anak-cucu Adam yang dimuliakan
dan dianugerahi rezeki oleh Tuhan (Q. 17:70) sehingga mereka halal dilecehkan,
diusir dan diperlakukan seolah-olah mereka tidak berhak hidup di atas bumi Tuhan
yang menciptakan mereka? Andaikan mereka tersesat, apakah mereka tidak bisa
menikmati kebebasan sebagaimana mereka yang kufur kepada Tuhan (Q. !8:29)
sehingga kita merasa berhak memaksa mereka untuk mengikuti pendapat dan
keyakinan kita? Apakah tidak sebaiknya kita mengikuti metoda yang dianjurkan
Tuhan dalam menyeru manusia ke jalan Tuhan dengan cara bijaksana, nasehat yang
baik dan kalau perlu dengan dialog yang lebih baik lagi; dan akhirnya
menyerahkannya kepada Allah sendiri yang lebih mengetahui siapa yang tersesat
dan siapa yang benar-benar beroleh petunjuk? (Q. 16:7). Dan bukankah
ketidaksukaan kita terhadap suatu kelompok tidak menghalalkan kita untuk
bertindak tidak adil terhadap mereka? (Q. 5:8).  Apakah menurut al-Mukarrimun
negara atau aparat pemerintah atau kelompok masyarakat berwenang membatasi
anugerah Allah berupa hak hidup di atas bumi-Nya kepada mereka yang dianggap
sesat? Apakah negara atau pejabat yang berkuasa berwenang membatasi kebebasan
berkeyakinan yang diberikan Allah al-Khaliq kepada manusia, makhluk yang
dimuliakan-Nya? Apakah hal itu tidak berarti merampas wewenang Allah dan hak
sesama manusia?


           Bapak-bapak yang terhormat!

Dengan surat ini saya hanya ingin menyampaikan jeritan hati nurani
saudara-saudara kita yang menderita.  Hati saya merasa tidak tahan lagi melihat
penderitaan saudara-saudara yang teraniaya tersebut, dan saya merasa berdosa
kalau saya tidak melakukannya.


Hormat Takzim saya;


Djohan Effendi












[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

***************************************************************************
Berdikusi dg Santun & Elegan, dg Semangat Persahabatan. Menuju Indonesia yg 
Lebih Baik, in Commonality & Shared Destiny. 
http://groups.yahoo.com/group/ppiindia
***************************************************************************
__________________________________________________________________________
Mohon Perhatian:

1. Harap tdk. memposting/reply yg menyinggung SARA (kecuali sbg otokritik)
2. Pesan yg akan direply harap dihapus, kecuali yg akan dikomentari.
3. Reading only, http://ppi-india.blogspot.com 
4. Satu email perhari: ppiindia-dig...@yahoogroups.com
5. No-email/web only: ppiindia-nom...@yahoogroups.com
6. kembali menerima email: ppiindia-nor...@yahoogroups.com
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/ppiindia/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    ppiindia-dig...@yahoogroups.com 
    ppiindia-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    ppiindia-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Reply via email to