Itulah problema ekonomi semenjak 1950 yang menjadi isyu perdebatan antara 
partai-partai politik PSI-Masyumi-Murba-TNIAD yang pro dimasukkannya modal 
asing sebagai sandaran perekonomian Indonesia dengan PKI-PNI yang menentang 
pemasukan modal asing global dan menganjurkan kerjasama dengan negri "sosialis" 
(komunis) untuk membangun perekonomian Indonesia. Hasilnya, karena kebodohan 
sebagian pemimpin PKI yang melibatkan diri dengan coup 'd etat Soeharto 
("perwira progresif") maka Indonesia dikuasai oleh modal asing global. 


From: sunny 
Sent: Saturday, August 21, 2010 11:08 AM
To: Undisclosed-Recipient:;
Subject: [ppiindia] Jika Pertumbuhan Berbasis Konsumsi!


  
http://www.lampungpost.com/buras.php?id=2010082101213516

Sabtu, 21 Agustus 2010 


BURAS 




Jika Pertumbuhan Berbasis Konsumsi!

"MESKIPUN pertumbuhan ekonomi Indonesia 2009 hanya 4,3%, kita bangga karena 
masuk tiga besar di Asia setelah China (10%) dan India (8%). Selain, hal itu 
terjadi ketika krisis keuangan global banyak negara mengalami pertumbuhan 
negatif!" ujar Umar. "Itu terngiang di telingaku dari pidato Presiden di DPR 16 
Agustus!"

"Hal itu memang layak disyukuri!" sambut Amir. "Inti syukurnya, negeri kita 
dianugerahi penduduk terbesar keempat dunia, setelah China, India, AS!"

"Inti syukurnya jumlah penduduk?" tanya Umar.

"Karena pertumbuhan ekonomi kita berbasis konsumsi!" jawab Amir. "Jika 
pertumbuhan berbasis konsumsi, negara terbesar penduduknya tertinggi pula 
pertumbuhannya! China, penduduk 1,3 miliar jiwa tumbuh 10%! India penduduk satu 
miliar tumbuh 8%! Penduduk Indonesia 237 juta (Sensus 2010), tumbuh 4,3%!"

"Pertumbuhan dihitung dari kelebihan nilai PDB-produk domestik bruto-periode 
sama tahun lalu. PDB dihitung dari sumbangan berbagai kelompok produktif!" 
sambut Amir. "Jika pertumbuhan berbasis konsumsi, tentu bisa juga dihitung 
lewat sumbangan kelompok warga ke keranjang PDB, seperti per 100 juta jiwa-jika 
setiap 100 juta jiwa menyumbang 1% pertumbuhan, dari konsumsi 1,3 miliar 
penduduk China pertumbuhan menjadi 13%! Dengan pertumbuhan riil 10%, sumbangan 
per 100 juta penduduk China di bawah 1%! Sedang Indonesia, dengan 237 juta jiwa 
tumbuh 4,3%, sumbangan per 100 juta penduduk jadi dua kali lipat dari China!"

"Dari penghitungan itu tampak, tingkat konsumtif warga Indonesia dua kali lipat 
dari China dan India!" timpal Amir. "Celakanya, pertumbuhan China dan India 
didukung industri, isu terpenting di Indonesia kini justru sedang terjadinya 
proses deindustrialisasi-pertumbuhan sektor industri menjurus ke negatif! Lebih 
celaka, konsumtivitas Indonesia yang tinggi terjadi atas produk impor, sedang 
industrinya banyak perakitan (assembling) dan lisensi merek produk asing! Jadi, 
nilai tambah dan net profit industrinya lebih dinikmati asing!"

"Dengan komponen pertumbuhan seperti itu apa tetap layak kita banggakan?" tanya 
Umar.

"Tentu layak dibanggakan!" jawab Amir. "Namun, akan lebih baik dan sehat kalau 
komponen pertumbuhan dan nilai tambahnya benar-benar kita yang menikmati! Kalau 
begini terus, kita bekerja di ladang sendiri, panennya dibawa pulang orang 
asing! Realitas demikian menuntut kita lebih serius lagi mewujudkan kemerdekaan 
ekonomi agar rahmat kemerdekaan bisa benar-benar dinikmati bangsa Indonesia!" 
***

H. Bambang Eka Wijaya


[Non-text portions of this message have been removed]





[Non-text portions of this message have been removed]

Reply via email to