Pada zaman nabi Muhammad tidak ada buruh, yang ada ialah budak, jadi hubungan 
kerja pun tidak seperti yang dituntut 8 jam kerja yang di mulai pada 
pertengahan abad 18. Memakai nama nabi dalam hubungan kerja adalah absurd.

From: holy uncle 
Sent: Saturday, February 18, 2012 10:11 AM
To: NATIONAL ; MEDIACARE ; PROLETAR 
Subject: [proletar] Islam dan Buruh

  
Visi Agama tentang Buruh 

Saturday, 18 February 2012 

Setiap awal tahun, buruh selalu berjuang menaikkan upah minimum yang akan 
diterima. Demonstrasi dalam rangka menuntut kenaikan upah menjadi kegiatan 
rutin mereka. Yang memprihatinkan, perjuangan mereka kadang malah mengganggu 
kepentingan orang banyak. 

Menyalurkan aspirasi adalah hak asasi setiap orang, tapi perlu dijaga jangan 
sampai mengganggu hak asasi orang lain. Nasib buruh memang memprihatinkan. 
Buruh tidak hanya pekerja pabrik. Semua orang yang bekerja di bawah perintah 
sejatinya adalah buru. Kehidupan sosial dan ekonomi buruh diliputi suasana 
ketidakadilan dan ketertindasan. Kelas buruh dianggap kasta paling rendah. 
Mereka tak memiliki status dan bargaining sosial dan bahkan lebih sering dicap 
sebagai biang keruwetan, karena demonstrasi untuk menuntut hak-haknya dipenuhi 
dengan menutup jalan. 

Relasi Buruh-Majikan 

Industri kapitalis membagi pemilik modal (pengusaha) dan pekerja (buruh) 
menjadi dua kelompok yang saling bertolak belakang.Keduanya memiliki 
kepentingan yang tidak bisa disatukan.Pengusaha berhajat memperoleh profit yang 
sebesar-besarnya dengan cara menekan biaya produksi, termasuk memberi upah yang 
kecil pada buruh. Sebaliknya buruh selalu menuntut upah yang tinggi untuk 
mengimbangi kerja kerasnya dan kebutuhan hidupnya yang semakin meningkat. 

Itulah pola relasi buruh-majikan dalam ekonomi kapitalis yang didominasi 
konflik antar keduanya. Dalam Islam, relasi buruhmajikan diliputi jalinan 
persahabatan dan persaudaraan. Keduanya saling membutuhkan dan membantu. 
Pemodal tidak mungkin meningkatkan untungnya tanpa bantuan buruh. 
Sebaliknya,buruh tak bisa bekerja tanpa investasi dari para pengusaha. Sebab 
harus diakui, pengusahalah yang punya modal untuk membuka lapangan kerja bagi 
para pekerja. 

Dalam konteks demikian, relasi buruh-majikan dipayungi suasana saling 
menghormati, saling percaya dan saling membutuhkan. Para pengusaha tidak 
diperkenankan menginvestasikan uangnya semata-mata untuk meraih margin saja. 
Pemodal perlu mendedikasikan usahanya untuk pengabdian kepada masyarakat demi 
mencapai rida Tuhan. 

Corporate social responsibility (CSR) diejawantahkan secara lebih substansial, 
yakni senantiasa mengutamakan kebaikan masyarakat sekitar termasuk orangorang 
yang bekerja di dalamnya. Pekerja diberi upah dan fasilitas yang memadai sesuai 
kemampuan perusahaan, dan perusahaan tidak menyembunyikan neraca keuntungan 
yang diperoleh. 

Jika perusahaan mau bertindak demikian, buruh diharapkan bekerja lebih 
produktif, jujur, dan punya rasa memiliki (sense of belonging). Pada akhirnya, 
perusahaan merupakan milik bersama antara majikan dan buruh. Sahamnya sesuai 
dengan kemampuannya masing-masing. Saham pengusaha adalah modalnya dan buruh 
dengan tenaga dan pikirannya. 

Upah Buruh 

Salah satu sumber konflik tak berujung antara pengusaha dan buruh adalah 
masalah upah atau kesejahteraan buruh. Upah minimum regional yang diatur dalam 
undang-undang dianggap masih tetap menguntungkan pengusaha dan merugikanburuh. 
Buruh selalu menuntut upah sesuai standar kehidupan yang layak sementara 
perusahaan mengaku tidak mampu dan akan gulung tikar bila dipaksa untuk 
memenuhi seluruh hak-hak pekerja. 

Ketentuan normatif Islam menyatakan bahwa upah buruh harus diberikan sebelum 
keringatnya kering (HR Ibn Majah). Rasulullah melarang mempekerjakan buruh 
tanpa menetapkan upahnya terlebih dahulu (HR Baihaqi). Bahkan, Rasulullah akan 
memusuhi tiga golongan manusia di hari pembalasan, yang salah satunya adalah 
pengusaha yang mempekerjakan seseorang secara penuh tapi tidak membayar upahnya.

Termasuk dalam kategori Sabda Nabi di atas adalah pekerja yang diberi upah di 
bawah standar minimum hidup layak. Pada prinsipnya, doktrin Islam selalu 
menyandingkan dua kepentingan agar seimbang. Islam memang konsen agar pekerja 
menerima upah dan berbagai fasilitas (kesehatan, perumahan dan jaminan hari 
tua) yang memungkinkan baginya menikmati kehidupan yang wajar. 

Di sisi lain, Islam juga melindungi kepentingan pengusaha agar usahanya tetap 
profitable dan lancar hingga dapat terus berproduksi dan mempekerjakan banyak 
pekerja. Untuk itulah ruang dialog bipartit (pengusaha-buruh) atau tripartit 
(pengusaha-buruh-pemerintah) perlu dibuka lebar untuk menjembatani keinginan 
masing-masing pihak.Buruh dan majikan hendaknya tidak saling mematikan dengan 
cara melindungi kepentingan masing- masing dan enggan untuk berbagi. 

Pekerja tidak dilarang untuk menyuarakan tuntutan kenaikan upah. Jika fakta 
bahwa buruh hanya digaji ala kadarnya atas cucuran keringat yang keluar, 
sementara keuntungan perusahaan dan pengusaha cukup besar, maka jerit perbaikan 
kesejahteraan buruh wajib didukung. Sebaliknya, buruh hendaknya tidak semena- 
mena meminta naik gaji bila keuangan perusahaan tidak cukup untuk memenuhi 
semua tuntutan. Dengan kata lain, buruh-pengusaha perlu bertindak proporsional 
dalam menyikapi upah dan kesejahteraan masing-masing pihak. 

Islam dan Buruh

Jujur harus dikatakan bahwa mayoritas buruh adalah pemeluk Islam. Dari 
merekalah, industri bergerak dan ekonomi berkembang. Menghadapi realitas buruh 
yang terzalimi itu,agamawan seolah tak tersentuh nuraninya untuk mendorong dan 
mewacanakan bagaimana suara agama tentang kaum buruh. Lebih ironis lagi, agama 
malah disalahgunakan sebagai opium untuk meninabobokan buruh agar nrimo ing 
pandum, pasrah atas kebaikan pengusaha yang telah mempekerjakan mereka. 

Moda interpretasi agama yang demikian itu masih jamak terjadi. Padahal agama 
mengkritik keras segala bentuk penindasan kelompok kaya terhadap kelompok 
miskin. Islam memandang bahwa buruh (pekerja) adalah sosok yang mulia. Mereka 
yang bekerja dengan pikiran dan tenaganya untuk mendapat imbalan yang 
pantas,posisinya jauh lebih mulia dari pada pemalas dan peminta-minta (HR. 
Bukhari).

Nabi tidak suka melihat seseorang yang berdiam diri, tidak memedulikan 
kehidupan dunia dan akhiratnya. Alquran sangat mengagungkan dan menjunjung 
kedudukan buruh dalam masyarakat. Rasulullah sungguhsungguh memuliakan buruh 
dan memberi tahu para sahabat bahwa setiap Rasul termasuk dirinya pernah kerja 
kasar untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. 

Status seseorang di mata Tuhan tidak ditentukan oleh jenis pekerjaan yang 
dilakoni, tapi semata-mata karena keimanan dan ketakwaannya kepada Tuhannya. 
Kehormatan buruh di mata Tuhan dan manusia diperoleh melalui kejujuran dan 
kesungguhan mereka dalam bekerja. 

DR ABU ROKHMAD, MA
Dosen Pascasarjana IAIN Walisongo 

http://www.seputar-indonesia.com/edisic ... ew/470458/

[Non-text portions of this message have been removed]





[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke