http://www.indopos.co.id/index.php?act=detail_c&id=180993
Senin, 18 Juli 2005, Melepaskan Ketergantungan pada BBM Oleh Tony Wardoyo * Indonesia memasuki krisis penyediaan BBM yang semakin mengkhawatirkan dengan meluasnya kelangkaan BBM di hampir seluruh pelosok tanah air. Sebenarnya pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono telah berusaha mengatasinya dengan beberapa cara. Misalnya, peningkatan suplai BBM ke SPBU sampai imbauan penghematan pemakaian BBM. Tetapi, selain langkah-langkah itu, pemerintah perlu mendorong inovasi dan kampanye energi alternatif selain BBM. Dalam APBN (anggaran pendapatan belanja negara) diasumsikan produksi migas mencapai 1,2 juta barel per hari. Tapi, realitasnya mungkin tidak sampai satu juta barel per hari. Sudah beberapa saat terakhir ini Indonesia masuk kategori net-importer. Produksi minyak bumi rata-rata Mei 2004 tercatat di bawah 900.000 barel per hari (bph), sedangkan konsumsinya setara dengan 1 juta bph. Dari produksi minyak tersebut, bagian pemerintah (termasuk pajak) sekitar 600.000 bph. Bukti penurunan produksi minyak itu adalah penyediaan BBM yang cenderung labil. Bahkan, sering terjadi kelangkaan karena kemampuan produksi kita tidak mencukupi kebutuhan domestik. Untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, kita justru mengimpor. Sementara itu, harga minyak di pasar internasional sudah sangat tinggi, sehingga membebani APBN karena harga tersebut disubsidi pemerintah. Anehnya, hal itu terkesan kurang ditanggapi serius oleh pemerintah. Sehingga, produksi migas Indonesia terus turun dan saat harga minyak melambung, kita kehilangan peluang untuk meraih windfall profit. Bahkan, Indonesia dirugikan oleh naiknya harga minyak karena Pertamina harus mencari pasokan USD untuk memenuhi kebutuhan impor BBM. Setiap bulan Pertamina harus menyiapkan dana USD 1 miliar untuk memenuhi kebutuhan BBM. Salah satu penyebab menurunnya produksi minyak Pertamina adalah hilangnya kontrol perusahaan BUMN itu terhadap perusahaan-perusahaan minyak asing di Indonesia. Akibatnya, jumlah minyak mentah yang dikirim ke kilang Pertamina terus berkurang. Impor menjadi semakin meningkat, sedangkan kapasitas kilang Pertamina tidak bertambah sejak 1994. Kilang-kilang yang sudah ada mulai rusak. Misalnya, di Dumai. Produksi kilang Pertamina hanya mampu mencukupi sekitar 70 persen dari total kebutuhan. Sisanya harus diimpor. Dengan kenaikan harga minyak mentah yang terus melambung, bahkan hingga USD 80 per barel, dibutuhkan lebih banyak dana dan tentu saja subsidi untuk impor BBM. Energi Alternatif Krisis BBM saat ini tak cukup diatasi dengan cara-cara konvensional, namun sebaliknya, harus diubah secara komprehensif. Momentum krisis BBM yang semakin luas ini harus dijadikan starting untuk memulai perubahan. Caranya, melepaskan diri dari ketergantungan pada BBM. Minyak, sebagai energi fosil, bukan sumber energi yang kekal dan terbarui. Cepat atau lambat akan habis. Di Indonesia, minyak dieksploitasi sejak 1885 oleh Royal Dutch atau Shell Group. Kini, kandungan minyak kita makin berkurang dan akan habis pada waktunya. Karena itu, dibutuhkan pemanfaatan energi alternatif. Program pertama yang bisa dilakukan adalah mengurangi ketergantungan PLN dari BBM. Kebutuhan pasokan minyak PLN kini mencapai 13 juta kiloliter atau 20 persen kebutuhan minyak nasional. Tersedia alternatif egergi pengganti, yaitu pembangkit listrik tenaga angin (kincir angin), tenaga air, tenaga panas bumi, dan panas matahari. Penggunaan mobil tenaga surya telah lama dipopulerkan di Jepang. Di Indonesia, inovasi mobil tenaga surya dilakukan dan sejak Orde Baru telah dicoba dilakukan. Tapi, tidak ada upaya yang terus-menerus diintensifkan pemasyarakatannnya. Laut merupakan sumber energi yang berlimpah. Energi listrik bisa dihasilkan dari tenaga arus laut, tenaga gelombang laut, serta tenaga yang dihasilkan oleh perbedaan suhu antara permukaan dan kedalaman laut. Laut Selatan Jawa merupakan sumber tenaga gelombang laut dan sumber tenaga perbedaan suhu laut. Selain tenaga ombaknya besar, dua kilometer dari garis pantai merupakan palung laut yang bisa diambil tenaganya dari perbedaan suhunya. Energi yang dihasilkan laut memiliki kelebihan, antara lain, karena tidak akan habis. Nuklir Sumber energi yang lain adalah pembangkit tenaga nuklir. Namun, isu ini sangat sensitif dan kotroversial. Ketika menjadi menteri riset dan teknologi, Habibie pada 1980-an merencanakan pembangunan reaktor nuklir di Jepara untuk mengatasi krisis listrik di Jawa. Namun, hal itu ditentang karena masyarakat tidak percaya pada SDM yang akan mengelola reaktor tersebut, mengingat risiko teknologinya yang tinggi. Bagaimanapun, dengan pembangunan reaktor nuklir untuk tujuan damai, ketergantungan terhadap minyak bisa diatasi. Masalahnya, apakah masyarakat bisa menerima pembangunan reaktor nuklir? Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) sudah lama mengembangkan berbagai teknologi yang mampu menyubstitusi BBM dari kebun energi. BPPT sudah mengembangkan biodiesel dari kelapa sawit. Namun, karena tidak ada kebijakan energi yang radikal untuk pemanfaatan secara masal, harga bahan bakar tersebut lebih mahal dibandingkan solar. Harga biodiesel tersebut mencapai Rp 4 ribu per liter, bandingkan dengan solar yang Rp 2.700 per liter. Dengan produksi masal, harga biodiesel bisa lebih murah. Kebutuhan solar saat ini berkisar 27 juta kiloliter per tahun dan 30 persennya diimpor. Padahal, kemampuan produksi CPO nasional 9 juta ton per tahun. Dengan begitu, biodiesel bisa menggantikan ketergantungan pada solar. Untuk memproduksi satu liter biodiesel, dibutuhkan satu kilogram CPO. Selain minyak sawit, sedikitnya ada 40 jenis minyak lain yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan baku biodiesel. Di antaranya, minyak kelapa, jarak pagar, dan kapuk. Selain biodiesel, bioetanol bisa dimanfaatkan untuk energi alternatif. Jadi, sudah saatnya dibuat UU energi yang baru yang dapat mengubah arah politik energi nasional agar tidak bergantung terlalu besar pada BBM. Sebelum UU itu, pemerintah bisa mengeluarkan PP yang mengatur penggunaan energi altertaif dari kebun energi atau penggunaan batu bara yang lebih luas. *. Tony Wardoyo, anggota DPR RI [Non-text portions of this message have been removed] Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/