Assalamu'alaikum wr. Wb,

Saya lagi nonton Today's Dialog di Metro TV malam ini, di mana ada 
ketua MUI dan Ulil Abshar Abdalla, mereka bolak-balik bicara tentang 
buku Tadzkirah yang dikatakan sebagai kitab suci bagi orang 
Ahmadiyah oleh ketua MUI, padahal bukan.

Penjelasannya begini:

Masalah Pembajakan Al-Qur'an dan Kitab Tadzkirah

Tuduhan bahwa Jemaat Ahmadiyah telah melakukan pembajakan Al-Qur'an
adalah sebuah tuduhan yang mengada-ada dan jelas tanpa bukti yang
dapat dipertanggung-jawabkan. Tuduhan itu didasarkan pada perkataan
bahwa orang Ahmadiyah mempunyai kitab suci sendiri yang bernama
Tadzkirah.

Tidak diragukan lagi bagi Jemaat Ahmadiyah bahwa tidak ada kitab
suci lain kecuali Al-Qur'an. Dan nama Tadzkirah yang disebut-sebut
sebagai kitab suci baru muncul sekitar tahun 1992, ketika salah
seorang penulis buku yang terbit di Indonesia yaitu M. Amin
Djamaluddin mengarang buku berjudul Ahmadiyah & Pembajakan Al-
Qur'an . Jadi, istilah kitab suci yang melekat pada buku Tadzkirah
diciptakan oleh M. Amin Djamaluddin, bukan oleh Jemaat Ahmadiyah.
Di dalam literatur-literatur Ahmadiyah apa pun, sejak masa hidup Hz.
Mirza Ghulam Ahmad a.s. (1835-1908) sampai dengan hari ini, tidak
pernah ditemukan istilah kitab suci untuk Tadzkirah.

Demikian pula dengan Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. menyatakan bahwa
kitab sucinya adalah Al-Qur'an, sbb:

"Tidak ada kitab kami selain Qur'an Syarif. Dan tidak ada Rasul kami
kecuali Muhammad Musthafa shallallaahu `alaihi wasallam. Dan tidak
ada agama kami kecuali Islam. Dan kita mengimani bahwa Nabi kita
s.a.w. adalah Khaatamul Anbiya', dan Qur'an Syarif adalah Khaatamul
Kutub. Jadi, janganlah menjadikan agama sebagai permainan anak-anak.
Dan hendaknya diingat, kami tidak mempunyai pendakwaan lain kecuali
sebagai khadim Islam. Dan siapa saja yang mempertautkan hal [yang
bertentangan dengan] itu pada kami, dia melakukan dusta atas kami.
Kami mendapatkan karunia berupa berkat-berkat melalui Nabi Karim
s.a.w. Dan kami memperoleh karunia berupa makrifat-makrifat melalui
Qur'an Karim. Jadi, adalah tepat agar setiap orang tidak menyimpan
di dalam kalbunya apa pun yang bertentangan dengan petunjuk ini.
Jika tidak, dia akan mempertanggung-jawabkannya di hadapan Allah
Ta'ala. Jika kami bukan khadim Islam, maka segala upaya kami akan
sia-sia dan ditolak, serta akan diperkarakan." (Maktubaat-e-
Ahmadiyyah, jld. 5, no. 4)

Sejarah Tadzkirah

Tadzkirah bukanlah kitab suci bagi Jemaat Ahmadiyah. Kitab suci
Ahmadiyah adalah Al-Qur'an Karim yang diturunkan kepada junjungannya
Mirza Ghulam Ahmad dan para pengikutnya, yaitu Nabi Besar Muhammad
s.a.w. Tadzkirah adalah sebuah buku yang berisi kumpulan wahyu-
wahyu, kasyaf-kasyaf serta mimpi-mimpi yang diterima oleh Hz. Mirza
Ghulam Ahmad dalam hidupnya selama lebih dari 30 tahun. Selama Hz.
Mirza Ghulam Ahmad hidup, tidak ada buku yang bernama Tadzkirah
dalam lingkungan Jemaat Ahmadiyah dan Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s.
tidak pernah menulis buku yang berjudul Tadzkirah.

Buku Tadzkirah ini dibuat kemudian atas prakarsa Hz. Mirza
Bashiruddin Mahmud Ahmad r.a.. Pada sekitar tahun 1935, beliau
menginstruksikan kepada Nazarat Ta'lif wa Tashnif, sebuah biro
penerangan dan penerbitan Jemaat Ahmadiyah pada waktu itu untuk
menghimpun wahyu-wahyu, kasyaf-kasyaf serta mimpi-mimpi yang
diterima Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagaimana terdapat dalam
berbagai macam terbitan (buku-buku, jurnal-jurnal [selebaran,
majalah] dan surat kabar-surat kabar) yang mana materi terbitan itu
telah disebarkan kepada umum pada saat itu. Selain itu, dari catatan-
catatan harian Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. juga ditemukan keterangan
mengenai pengalaman ruhani beliau. Dan juga adanya kesaksian dari
para Sahabat, anggota keluarga, kerabat dan lainnya, di mana mereka
diberitahu oleh Hz. Mirza Ghulam Ahmad mengenai wahyu, kasyaf, mimpi
yang beliau terima dari Allah Ta'ala.

Untuk maksud ini dibentuklah sebuah panitia yang terdiri dari
Maulana Muhammad Ismail, Syekh Abdul Qadir dan Maulvi Abdul Rasyid.
Panitia tersebut menyusun buku Tadzkirah secara sistematis dan
kronologis. Setelah pekerjaan tersebut selesai, maka buku tersebut
diberi nama Tadzkirah. Nama Tadzkirah sendiri mempunyai arti
kenangan atau peringatan. Buku ini dicetak dalam jumlah yang
terbatas. Di Indonesia pun jumlahnya sangat terbatas dan hanya
dimiliki oleh mereka yang mengerti bahasa Urdu.

Isi Tadzkirah

Selanjutnya perlu untuk diketahui bahwa isi buku Tadzkirah ini
terbagi menjadi dua bagian:

(i) Tadzkirah (Mimpi-mimpi [dreams], kasyaf-kasyaf [visions] dan
wahyu dalam bentuk lisan [verbal revelations] yang diterima oleh
Masih Mau'ud a.s.), di mana materi ini telah diterbitkan dan
disebarluaskan kepada umum selama hidupnya Hz. Mirza Ghulam Ahmad.

(ii) Zameema Tadzkirah (Wahyu-wahyu, kasyaf-kasyaf dan mimpi-mimpi
yang tidak diterbitkan selama waktu hidupnya Masih Mau'ud a.s.) .
Materi ini dikumpulkan dari kesaksian para Sahabat, Ummul Mukminin,
anggota keluarga, kerabat dan lainnya, di mana mereka diberitahu
oleh Hz. Masih Mau'ud a.s. mengenai wahyu-wahyu, kasyaf-kasyaf dan
mimpi-mimpi yang diterima oleh beliau.

Sekarang akan disampaikan sekelumit mengenai bagian dari Tadzkirah
yang diterbitkan kepada umum.

Dalam bagian ini, wahyu yang diterima oleh beliau, disusun oleh para
ulama Muslim Ahmadi secara kronologis sebagai berikut mulai dari:

(i) Periode masa remaja sampai dengan tahun 1870. Dalam periode
ini, wahyu yang diterima oleh beliau sebagian besar dalam bentuk
mimpi, beberapa dalam bentuk kasyaf dan sedikit dalam bentuk wahyu
secara lisan;

(ii) Periode tahun 1870 sampai dengan tahun 1908. Dalam periode ini
sangat banyak wahyu yang diterima oleh beliau, baik dalam bentuk
wahyu secara lisan, kasyaf ataupun mimpi.

Dalam bagian ini kita juga dapat menemukan pengalaman-pengalaman
ruhani beliau, baik dalam bentuk mimpi mau pun kasyaf, di mana sejak
masa remaja beliau telah melihat dan bertemu dengan junjungannya
yaitu Hz. Sayyidina Muhammad s.a.w., dan pertemuan ini tetap
berlanjut pada masa-masa berikutnya. Selain bertemu dengan Hz.
Rasulullah s.a.w., beliau juga bertemu dengan Hz. Isa a.s., Hz. Ali
r.a., Hz. Fatimah Zahra r.a., Hz. Hassan r.a., Hz. Hussein r.a., Hz.
Krishna a.s., Hz. Guru Baba Nanak r.h. , Hz. Syekh Abdul Qadir
Jailani r.h. dan lain-lain. Juga banyak pula perjumpaan beliau
dengan Malaikat.

Dalam bahasa apakah wahyu yang diterima oleh Hz. Mirza Ghulam Ahmad?
Bagian terbesar adalah dalam bahasa Arab dan Urdu. Sebagian kecil
dalam bahasa Persia dan Inggris. Sedikit sekali dalam bahasa Yahudi,
Hindi dan Punjabi.

Ada beberapa wahyu yang beliau terima merupakan pengulangan dari
ayat-ayat Suci Al-Qur'an. Hal tersebut dimaksudkan sebagai penekanan
pada beberapa segi konotasi ayat-ayat tertentu dan penerapannya pada
situasi tertentu. Dan, adanya beberapa wahyu yang sama redaksinya
dengan ayat suci Al-Qur'an serta diulang-ulang, bukanlah pilihan dan
keinginan dari Hz. Mirza Ghulam Ahmad a.s. sebagai penerima wahyu.
Itu adalah merupakan kehendak dari Allah Ta'ala semata sebagai
Pemberi Wahyu.

Jadi, jika tuduhannya adalah membajak ayat-ayat suci Al-Qur'an
adalah tidak ada dasarnya sama sekali, sebab kita dapat temukan
juga `pembajakan' serta pengulangan-pengulangan ayat-ayat Al-Qur'an
dalam kehidupan sehari-hari.

Contohnya adalah pengutipan ayat-ayat Qur'an dalam ceramah-ceramah
dan juga dalam tulisan di berbagai macam buku. Orang-orang yang
mengutip ayat-ayat suci Al-Qur'an itu juga dapat dikatakan telah
membajak kitab suci Al-Qur'an dengan menurutkan tuduhan para
penentang Ahmadiyah, sebab mereka tidak meminta izin dari Pemilik Al-
Qur'an yaitu Allah Ta'ala untuk mengutip isi Al-Qur'an.

Bahkan dalam Al-Qur'an Karim dapat juga kita temukan kesamaan dengan
kitab-kitab suci terdahulu sebelum lahirnya Al-Qur'an. Kalau begitu
keadaannya, apakah kita punya keberanian untuk mengatakan bahwa
Islam telah mengacak-acak dan membajak isi dari kitab-kitab
sebelumnya seperti Taurat dan Injil karena ada beberapa ayat dalam
Al-Qur'an Karim merupakan pengulangan dari kedua kitab tersebut?

"Dan (ingatlah) ketika Musa berkata kepada kaumnya: "Hai kaumku,…."
(61: 6)

"Dan (ingatlah) ketika Isa Putera Maryam berkata: "Hai Bani Israil,
…." (61: 7)

Apakah kita mau mengatakan bahwa, na'udzubillahii min dzalik,
Rasululah Muhammad s.a.w. telah membajak perkataan Nabi-Nabi
sebelumnya? Banyak juga kisah yang terdapat dalam Taurat juga ada di
dalam Al-Qur'an, apakah kita juga mau mengatakan bahwa Al-Qur'an
telah menyadur dan membajak isi Taurat?

Bahkan ahl-kitab (Yahudi dan Nasrani) mengatakan bahwa banyak ayat-
ayat Al-Qur'an yang diambil dari Alkitab (Bible). Dengan kata lain,
dapat pula orang Islam dituduhkan telah membajak isi Alkitab mereka.
Apakah kita sanggup menerima tuduhan ini dengan lapang dada? Tentu
tidak.

Layak untuk dicatat bahwa bukan hanya Hz. Mirza Ghulam Ahmad saja
yang menerima wahyu, ada beberapa orang waliullah setelah Nabi
Muhammad s.a.w. yang menerima wahyu, yang mana redaksinya juga
merupakan pengulangan dari ayat-ayat Al-Qur'an.

Sebagai contoh adalah Hz. Imam Muhyiddin Ibnu Arabi r.h., yang
terkenal dengan gelar Khaatamul Auliya, beliau menerima wahyu
sebagaimana terdapat dalam buku Futuuhatul Makiyyah, jld. 3, hlm.
367 yang diterjemahkan sebagai berikut:

"Katakanlah, "Kami beriman kepada Allah dan kepada apa yang
diturunkan kepada kami, dan apa yang diturunkan kepada Ibrahim,
Ismail, Ishaq, Yaqub, dan anak cucunya, dan apa yang diberikan
kepada Musa dan Isa serta apa yang diberikan kepada nabi-nabi dari
Tuhannya. Kami tidak membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan
kami hanya tunduk patuh kepada-Nya." (2:136) .

Demikian pula dengan Hz. Khawaja Mir Dard r.h., seorang waliullah
dari Hindustan dalam bukunya Ilmul Kitab, hlm. 64 mengatakan bahwa
ia telah menerima wahyu yang diterjemahkan sebagai berikut:

"Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat."
(26: 214)

"Dan janganlah kamu berduka cita terhadap mereka, dan janganlah
merasa sempit terhadap apa yang mereka tipudayakan." (27:70)

"Dan kamu sekali-kali tidak dapat memimpin orang-orang buta dari
kesesatan mereka." (27:81)

Dan masih banyak contoh wali-wali Islam lainnya yang telah
dianugerahkan wahyu dari Allah Ta'ala. Bahkan di antara orang awam
pun banyak yang mempunyai pengalaman mimpi mendapat ayat–ayat
Qur'an, namun karena tidak dipublikasikan maka orang lain tidak
mendapatkan informasi yang memadai.

Jadi, dengan adanya wahyu yang berkesinambungan, semakin menunjukkan
sifat mutakallim-Nya. Sebab, Tuhan kita bukanlah Tuhan yang
mengakhiri hidupnya di atas tiang salib, sehingga tidak mampu
berbicara lagi. Tuhan kita adalah Tuhan Yang Maha Hidup, Yang Maha
Berbicara, Yang Maha Perkasa, dan itu kekal adanya.

Wahyu, kasyaf serta mimpi yang diterima oleh Hz. Mirza Ghulam Ahmad
merupakan manifestasi dari sifat mutakallim Allah Ta'ala,
sebagaimana kita meyakini dan mengimani sifat-sifat Allah Ta'ala
yang lain itu kekal adanya. Kalau dahulu Dia bercakap-cakap dengan
hamba yang dikehendaki-Nya, maka sampai akhir dunia ini pun Dia akan
terus bercakap-cakap dengan hamba-hamba pilihan-Nya. Dan, bentuk
percakapan Tuhan itu bisa dalam bentuk wahyu secara lisan, kasyaf
serta mimpi. Dan kepada siapa Tuhan menyampaikan wahyu (bercakap-
cakap), hal itu adalah menjadi hak prerogatif Tuhan semata – bukan
urusan manusia.

Salam,
M. A. Suryawan




Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 


Kirim email ke