dan elu menyangka miranda goeltom itu muslim. 
tolol bener dah. 
lol. 

--- In proletar@yahoogroups.com, item abu <itemabu@...> wrote:
>
> Korupsi itu bukan makin marak, krn dr dulu jg udah banyak, cuma ga begitu 
> diomongin.
> 
> 
> 
> 
> 
> 
> >________________________________
> > From: Sunny <ambon@...>
> >To: Undisclosed-Recipient@... 
> >Sent: Tuesday, August 21, 2012 10:32 AM
> >Subject: [proletar] Pejabat Koruptif
> > 
> >
> >  
> >Ref: Kalau tidak ada pejabat koruptif, maka NKRI bukan Negara Kleptokratik 
> >Republik Indonesia.
> >
> >http://www.suarapembaruan.com/tajukrencana/pejabat-koruptif/23317
> >Pejabat Koruptif
> >Kamis, 9 Agustus 2012 | 14:34
> >
> >Kasus korupsi yang melibatkan pejabat dan politisi makin marak. Survei 
> >terbaru yang dilakukan CSIS menunjukkan, sekitar 70 persen pejabat 
> >menyalahgunakan kekuasaannya untuk merampok uang negara. Data menunjukkan, 
> >tak kurang dari 240 kepala daerah tersangkut korupsi. Jumlah itu belum 
> >termasuk pejabat di kementerian dan dinas di daerah. 
> >
> >Pejabat yang dimaksud mayoritas adalah yang berlatar belakang partai politik 
> >(parpol). Banyaknya pejabat, terutama kepala daerah, yang tersandung korupsi 
> >dianggap sebagai kegagalan parpol memajukan kandidat yang berkualitas. 
> >Kegagalan terjadi sejak awal proses perekrutan. Sudah menjadi rahasia umum, 
> >parpol selalu membuka pintu bagi mereka yang memiliki modal finansial maupun 
> >yang memiliki akseptabilitas besar, untuk diberi kesempatan maju sebagai 
> >calon kepala daerah dan calon anggota legislatif (caleg). 
> >
> >Dua syarat tersebut, yakni modal uang dan akseptabilitas, membuat parpol 
> >mengabaikan dua syarat substansial dan krusial, yakni integritas dan 
> >kapabilitas. Akibatnya, kandidat terbaik tak memperoleh peluang untuk maju 
> >sebagai pejabat publik maupun caleg. Sebab, aturan perundangan mensyaratkan 
> >bahwa parpol merupakan pintu masuk tunggal bagi seseorang untuk maju menjadi 
> >calon kepala daerah. 
> >
> >Kondisi inilah yang mengakibatkan proses perekrutan dan seleksi calon 
> >menjadi ajang transaksi politik. Pimpinan parpol sebagian besar memilih 
> >mereka yang memenuhi syarat finansial atau akseptabilitas. Mereka yang 
> >memiliki modal finansial kuat, dengan mudah akan membeli jabatan melalui 
> >parpol. Sedangkan, mereka yang memiliki daya akseptabilitas tinggi, dengan 
> >mudah memperoleh dukungan sponsor finansial, yang lagi-lagi menjadi setoran 
> >ke parpol. 
> >
> >Praktik semacam ini disadari merupakan dampak dari pemilu yang begitu mahal 
> >di negeri ini. Maju ke pemilu kepala daerah maupun pemilu legislatif, ibarat 
> >berinvestasi. Pada akhirnya, bagaimana cara mengembalikan modal sudah 
> >terpatri sejak awal dan menjadi orientasi mereka yang terpilih menduduki 
> >jabatan publik maupun di parlemen. 
> >
> >Dalam proses pilkada di tingkat kabupaten/kota, misalnya, seorang calon 
> >membutuhkan sedikitnya Rp 3 miliar. Jumlah itu mengacu pada nilai uang dalam 
> >kasus dugaan suap Bupati Buol, Sulteng, yang konon digunakan sebagai modal 
> >maju ke pilkada. 
> >
> >Sesuai Keppres 68/2011, gaji pokok ditambah tunjangan yang diterima seorang 
> >bupati sekitar Rp 6 juta per bulan. Jumlah itu ditambah insentif pajak yang 
> >jumlah per tahunnya mencapai maksimal 7 kali gaji bulanan. Dengan komposisi 
> >itu, seorang bupati yang berprestasi dapat mengakumulasi pendapatan resmi 
> >sekitar Rp 120 juta per tahun. Berarti dalam satu periode masa jabatan 
> >selama lima tahun, dia mendapatkan Rp 600 juta. Jika dia mampu memperpanjang 
> >masa jabatannya untuk lima tahun berikutnya, akumulasi pendapatannya 
> >mencapai Rp 1,2 miliar. 
> >
> >Pendapatan resmi seorang bupati yang mencapai Rp 1,2 miliar selama 10 tahun 
> >mengabdi, jauh lebih kecil dibanding modal Rp 3 miliar yang diperlukannya 
> >saat pilkada. Pertanyaannya, dari mana dia harus mengembalikan modal pilkada 
> >itu? Satu-satunya jawaban adalah menyalahgunakan wewenang dengan mengkorupsi 
> >APBD atau memberi kompensasi proyek yang menguntungkan para penyokongnya. 
> >
> >Inilah konsekuensi politik transaksional yang diperagakan parpol saat 
> >menjalankan fungsi perekrutan politik. Tak hanya merekrut calon pejabat 
> >kepala daerah, parpol juga diberi mandat konstitusional untuk merekrut 
> >caleg, calon pejabat publik melalui fit and proper test di parlemen, bahkan 
> >capres dan cawapres. Hal itu mencerminkan pentingnya parpol dalam demokrasi 
> >di Indonesia. Sayangnya, kini publik dapat melihat dengan kasat mata, bahwa 
> >parpol menampakkan tanda-tanda pergeseran fungsinya. 
> >
> >Partai yang seharusnya bisa membawa suara rakyat kepada pemerintah yang 
> >berkuasa dan memperjuangkan kepentingan publik, malah bergeser fungsi 
> >menjadi suatu kendaraan politik yang bertujuan semata-mata untuk bisa 
> >memperkaya orang-orang di dalamnya, atau dimanfaatkan sebagian oknum agar 
> >bisa menduduki jabatan-jabatan publik. 
> >
> >Parpol tidak mampu merekrut calon pejabat yang berjiwa negarawan. Sosok 
> >negarawan yang dibutuhkan saat ini, adalah mereka yang mampu memberi 
> >harapan, dengan menentukan arah tujuan bangsa melalui gagasan-gagasan besar 
> >yang diyakininya akan membawa perbaikan, meskipun itu harus melawan arus 
> >besar pemikiran bangsa ini. Kriteria penting yang melekat pada diri 
> >negarawan adalah memiliki visi atau wawasan untuk kepentingan masa dengan 
> >bangsa atau bagi generasi mendatang. Hal itu bisa ditemukan jika parpol 
> >mengedepankan syarat integritas dan kapabilitas, bukan sekadar modal 
> >akseptabilitas apalagi modal finansial semata. 
> >
> >Kenyataan tersebut menegaskan kinerja parpol sangat buruk. Dampaknya, jarak 
> >para pemilih dengan partai semakin menjauh karena pudarnya kepercayaan. 
> >Kehidupan demokrasi pun terancam bila parpol menghasilkan figur-figur 
> >pejabat yang melakukan korupsi politik. 
> >
> >[Non-text portions of this message have been removed]
> >
> >
> > 
> >
> >
> 
> [Non-text portions of this message have been removed]
>



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke