http://www.kompas.com/kompas-cetak/0510/03/Politikhukum/2095726.htm


 
Menakar Komitmen Reformasi TNI 
Oleh Toto Suryaningtyas



Menyurutnya kiprah politik praktis Tentara Nasional Indonesia serta upaya 
membatasi keterlibatan dari ranah sipil membuat publik mengapresiasi berbagai 
langkah dan hasil reformasi dalam tubuh institusi militer ini. Meski demikian, 
bayang-bayang kekhawatiran akan lunturnya komitmen mereka masih mendekam dalam 
penilaian publik.

Sebagai institusi pertahanan negara yang pernah sedemikian mendalam menguasai 
setiap sendi kehidupan masyarakat, sosok Tentara Nasional Indonesia (TNI) sulit 
terlepas dari kesan militer sebagai pengayom rakyat, tetapi juga sebagai alat 
represi kekuasaan pemerintah.

Pada satu sisi, TNI menjadi garda terdepan, atau kekuatan inti militer dari 
doktrin sistem pertahanan keamanan rakyat semesta (sishankamrata). Namun, pada 
sisi lain, corak organisasi TNI sebagai kekuatan bersenjata sangat potensial 
dimanfaatkan sebagai bagian dari kekuasaan.

Rangkaian jajak pendapat Kompas terhadap sosok TNI yang dilakukan setiap tahun 
dalam menyambut HUT TNI memperlihatkan bahwa kebanggaan publik terhadap 
eksistensi institusi ini masih cukup tinggi. Dengan segala kekurangan personel, 
alat perang dan dana, kedudukan TNI sebagai pengemban fungsi hankam negara 
tetap membangkitkan kebanggaan publik. Menyusutnya percikan-percikan kasus 
antara aparat militer dan polisi maupun masyarakat sipil membuahkan penilaian 
positif yang kian meningkat di masyarakat.

Rasa aman yang diberikan TNI kepada masyarakat saat ini juga meningkat 
signifikan dibandingkan dengan kondisi tahun 2002 (30 persen berbanding 50 
persen). Meski belum seluruh lini diapresiasi sama bagusnya, secara umum citra 
mereka naik di mata publik.

Sebagai gambaran, tahun 2000 responden yang menilai citra TNI baik hanya 28 
persen, kemudian naik menjadi 58 persen tahun 2001. Tekad pimpinan TNI untuk 
mereformasi konsep dwifungsi ABRI kemudian kian memperbaiki pamor mereka.

Citra TNI di mata publik tahun ini (2005) positif dan diapresiasi oleh 66 
persen responden. Bahkan, dalam jajak pendapat terbaru, tiga dari empat 
responden menyatakan perasaan kebanggaannya jika ada anggota keluarganya 
menjadi TNI. Dibandingkan dengan penilaian pada tahun 2002 saat citra TNI 
buruk, rasa bangga hanya dinyatakan oleh 55,3 persen responden.

Menilik apa yang terjadi selama setahun terakhir dalam upaya reformasi TNI, 
terlihat bahwa proses transformasi tentara menjadi sosok yang lebih profesional 
yang tidak berpolitik praktis sedikit demi sedikit mulai dilihat publik. Dari 
jawaban responden terlihat bahwa berbagai peran anggota maupun institusi TNI 
tampak membaik dalam beberapa parameter yang ditanyakan.

Meskipun pengaruhnya masih tetap saja diperhitungkan, berkurangnya 
jabatan-jabatan birokrasi yang dipegang oleh TNI membuat peluang sipil semakin 
terbuka lebar untuk bersaing secara demokratis. Selain itu, percepatan 
mundurnya utusan militer di DPR dan MPR, pembubaran beberapa badan keamanan, 
serta penyelesaian kasus Aceh menjadi langkah nyata yang mudah dilihat.

Demikian juga kecurigaan publik terhadap keterlibatan oknum TNI dalam 
kerusuhan-kerusuhan sosial yang tadinya tinggi kini mengalami penurunan (dari 
56 persen tahun 2002 menjadi 50 persen). Senada pula dengan hal ini adalah 
pandangan publik terhadap sikap netral TNI yang mengalami sedikit peningkatan.

Dibandingkan dengan kondisi 1998, memang terlihat adanya reposisi haluan yang 
dialami TNI. Institusi militer yang sebelumnya menjadi pengawal kekuasaan 
politik, bahkan menjadi bagian dari kekuasaan itu sendiri, kini kian tegas 
mendefinisikan perannya sebagai tentara profesional yang menghindari politik 
praktis.

Meski demikian, bermainnya kepentingan politik dalam tubuh dan kepemimpinan TNI 
sendiri sebenarnya sulit dihindarkan karena sifat institusi militer itu sendiri 
yang sangat strategis. Persoalan regenerasi kepemimpinan saat ini, misalnya, 
diyakini responden tak lepas dari tarikan politik berbagai pihak.

Dengan berbagai peningkatan dan citra positif itu, apakah di mata publik bisa 
dikatakan reformasi TNI sudah sepenuhnya tercapai? Tampaknya belum sejauh itu. 
Sama seperti penilaian terhadap kondisi di tubuh sipil, publik beranggapan 
bahwa reformasi yang saat ini terjadi dalam tubuh militer belumlah merupakan 
reformasi yang menyeluruh dan siap dijalankan dengan akselerasi penuh. Undangan 
sipil untuk kembali menarik TNI ke kancah sipil seperti di dalam pemilihan 
kepala daerah, misalnya, kadang terlalu menggoda dan sulit untuk ditolak.

Demikian pula, di balik kebanggaan publik, ternyata sebagian di antara mereka 
masih menyimpan pula beragam kekhawatiran. Publik tetap mengkhawatirkan 
institusi bersenjata (selain Polri) yang terorganisasi dan terdoktrin dengan 
baik ini akan mudah kembali �tergelincir� ke dalam kubangan kekuasaan dan 
politik praktis jika kesempatan ke arah itu terbuka lebar.

Selain itu, sulitnya penegak hukum menyentuh oknum TNI yang terlibat dalam 
berbagai pelanggaran hak asasi manusia juga membuat keadilan terasa ternodai. 
Mayoritas (59,1 persen) responden jajak pendapat ini, umpamanya, berpendapat 
bahwa sanksi hukum yang dijatuhkan kepada anggota TNI yang terlibat pelanggaran 
HAM selama ini masih suram.

Di sisi lain, membaiknya citra dan profesionalitas TNI tidak pula menghapus 
seluruhnya sisi buram dalam praktik-praktik kriminal yang terberitakan, ketika 
fenomena dukungan bisnis ilegal dan berbagai penyelundupan yang melibatkan 
oknum militer terungkap. Demikian pula pandangan tidak luputnya institusi ini 
dari praktik korupsi juga masih melekat di benak publik, sebagaimana dinyatakan 
oleh 69,1 persen responden.

Dalam tubuh TNI sendiri, sebagaimana yang sering terungkap, belitan masalah tak 
kurang banyak. Kekurangan dana anggaran karena minimnya kemampuan keuangan 
negara menyebabkan sebagian besar anggaran habis untuk biaya operasional 
pertahanan negara dan tersisa sedikit untuk kesejahteraan prajurit. Kemampuan 
negara yang hanya mampu membiayai setengah dari anggaran yang diajukan 
Departemen Pertahanan (Rp 21,9 triliun dari Rp 45 triliun yang diajukan) dalam 
APBN 2005 memperlihatkan kondisi riil yang tengah dihadapi.

Dalam jajak pendapat ini, sebagian besar publik bukannya tak awas akan hal 
tersebut. Mayoritas responden pun (84 persen) memandang kesejahteraan tentara 
saat ini memang masih buruk, padahal seharusnya negara lebih memperlihatkan 
kepeduliannya sehingga institusi militer dan prajurit tak harus terlibat 
bisnis, sesuatu yang sama sekali tidak relevan dengan urusan pertahanan. 

(Litbang Kompas)


[Non-text portions of this message have been removed]



------------------------ Yahoo! Groups Sponsor --------------------~--> 
Life without art & music? Keep the arts alive today at Network for Good!
http://us.click.yahoo.com/FXrMlA/dnQLAA/Zx0JAA/uTGrlB/TM
--------------------------------------------------------------------~-> 

Post message: [EMAIL PROTECTED]
Subscribe   :  [EMAIL PROTECTED]
Unsubscribe :  [EMAIL PROTECTED]
List owner  :  [EMAIL PROTECTED]
Homepage    :  http://proletar.8m.com/ 
Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    [EMAIL PROTECTED]

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/
 



Reply via email to