Islam yang menjadikan Indonesia sebagai sarang teror..
 
--

Terorisme Belum Tamat
Senin, 3 September 2012 | 14:12

Tiga peristiwa penyerangan terhadap pos polisi di Solo sepanjang dua pekan 
terakhir Agustus lalu, menunjukkan bahwa ancaman terorisme di Tanah Air belum 
tamat. Adanya bahaya laten terorisme, terjawab setelah pada Jumat (31/8) lalu, 
atau sehari setelah penembakan yang menewaskan seorang anggota Polri di Pos 
Polisi Singosaren Plaza, Detasemen Khusus 88 Antiteror menangkap seorang 
terduga teroris dan menewaskan dua terduga lainnya dalam dua penyergapan secara 
terpisah di Solo dan Kabupaten Karanganyar.

Menyimak aksi teror di Solo, kita melihat satu perubahan pola pelaku. Jika 
sebelumnya, teroris acap melancarkan serangan bom di tempat-tempat keramaian, 
sehingga menimbulkan korban jiwa yang cukup banyak, kali ini mereka memilih 
langsung menyerang aparat. Teroris seolah ingin mengirim pesan, saat ini Polri 
adalah musuh utama mereka, karena Polri terbukti mampu mengungkap dan 
menamatkan aksi sejumlah gembong teroris.

Atas alasan itulah, teroris sengaja melancarkan teror terbuka terhadap 
institusi Polri. Namun, bukan berarti kini aparat Kepolisian menjadi sasaran 
tunggal operasi teroris. Masyarakat sipil harus tetap meningkatkan 
kewaspadaannya mengingat sifat teror yang tak terduga. Tak bisa dimungkiri 
langkah antisipasi terhadap ancaman teroris terkadang lemah. Hal itu tercermin 
dari penjagaan di pusat-pusat perbelanjaan, misalnya, yang diperketat setelah 
muncul aksi teror.

Sebaliknya, di kala teroris berdiam diri, penjagaan dikendurkan. Negara, 
melalui aparat keamanan, harus menunjukkan kepada teroris bahwa gerakan mereka 
mudah dipatahkan. Negara tidak boleh kalah menghadapi setiap ancaman yang 
mengganggu kamtibas, dan dalam menjalankan tugasnya melindungi setiap warga 
negara. Perlunya langkah proaktif, karena sebagai ideologi radikal, terorisme 
tak bisa ditangkal dan dilawan dengan kekuatan senjata atau operasi militer. 
Terorisme juga tak bisa dibungkam dengan setumpuk aturan hukum mengenai 
intelijen dan antiteror.

Terorisme dan radikalisme sebagai sebuah ideologi, akan lebih efektif jika 
dilawan dengan ideologi yang telah disepakati menjadi empat pilar utama, yakni 
NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka Tunggal Ika, ditambah pemahaman agama 
yang tepat. Bila diformulasikan, ada tiga langkah yang perlu diambil untuk 
menumpas dan menangkalnya.

Pertama, secara represif, berupa perburuan para teroris yang telah dideteksi. 
Hal ini untuk mempersempit ruang gerak mereka. Kedua, langkah preventif, dengan 
meningkatkan kewaspadaan di tempat-tempat yang berpotensi menjadi target 
serangan teroris, seperti hotel mewah, pusat perbelanjaan, kantor pemerintahan, 
dan objek-objek vital termasuk yang terkait dengan kepentingan asing.

Ketiga, langkah pre-emptive dengan mengintensifkan kontraterorisme. Langkah ini 
tidak hanya melibatkan aparat keamanan dan intelijen, tetapi juga seluruh 
lapisan masyarakat, agar tidak tercipta komunitas yang menjadi tempat 
persemaian terorisme dan radikalisme. Kita harus menyadari dua karakter massa 
yang rawan disusupi paham terorisme dan radikalisme, yakni kemiskinan dan 
rendahnya pendidikan, yang banyak dijumpai di Indonesia. Kemiskinan adalah 
pangkal dari rendahnya pendidikan.

Rakyat yang kurang pendidikannya, dengan mudah diindoktrinasi dengan pandangan 
hidup dan pemahaman agama yang sesat, yang mengarah pada terorisme dan 
radikalisme. Dalam perkembangannya, kemiskinan dan rendahnya pendidikan bukan 
faktor utama yang menyuburkan terorisme dan radikalisme. Berkaca pada beberapa 
kasus teror bom sebelumnya, seperti bom buku dan ancaman bom di sebuah gereja 
di Serpong, pelakunya justru dari kalangan terdidik, dan tergolong bukan rakyat 
jelata.

Oleh karenanya, aparat keamanan dan intelijen harus mendeteksi dan memantau 
kegiatan ekstrakurikuler di sekolah dan perguruan tinggi, serta ceramah-ceramah 
keagamaan di tempat ibadah, yang disinyalir menyebarkan pemahaman agama yang 
salah. Selain memperkuat operasi intelijen, perlu juga dikembangkan 
pendampingan di basis-basis massa yang dinilai rawan.

Pendampingan tersebut harus melibatkan tokoh agama, kalangan pendidik, dan 
tokoh masyarakat, yang menempatkan NKRI, Pancasila, UUD 1945, dan Bhinneka 
Tunggal Ika sebagai harga mati. Pelibatan masyarakat tersebut, selain untuk 
mencegah meluasnya indoktrinasi ajaran sesat, terutama yang mengatasnamakan 
agama, sekaligus memutus mata rantai perekrutan teroris baru. Pemimpin agama 
dan tokoh-tokoh masyarakat harus memberi pemahaman yang tepat mengenai ajaran 
agamanya.

Sebab, mayoritas penduduk kita yang miskin dengan tingkat pendidikan yang 
sangat rendah, sangat permisif terhadap paham terorisme. Upaya mematahkan 
terorisme menjadi krusial dan seolah tiada akhir. Hal terpenting yang harus 
dilakukan adalah mematikan tempat persemaiannya, yakni ketimpangan ekonomi dan 
sosial, serta pendidikan spiritual dan intelektual. Dua hal itulah yang 
diyakini mampu membendung berkembangnya terorisme dan radikalisme secara 
efektif, di samping terus meningkatkan kemampuan intelijen untuk mengendus 
setiap ancaman yang mungkin muncul di masyarakat.   



------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke