Index saham dan rupiah Indonesia makin terpuruk.

Sekarang ini Index saham udah menembus 'psychology barrier' dibawah 4,000 dan 
rupiah di quote 12 rb against USD.  Hal ini membuat waspada mengingatkan pada 
krisis 2008-2009 karena rupiah tiba2 melemah sampe Rp.13 ribuan dan akhirnya 
stabil di Rp.10 ribuan.

Dolar mulai bergerak naik pada bulan Juli mencapai Rp 10 ribuan, namun dua 
pekan terakhir ini kenaikannya sangat drastis hingga diatas Rp. 11 ribu.

Ada beberapa kesamaan indikator dengan krisis 1998 seperti defisit transaksi 
berjalan diatas 3% dari PDB, artinya uang yang bergerak keluar negeri lebih 
banyak dibandingkan uang bergerak masuk ke dalam negeri.

Dan juga, saat ini posisi cadangan devisa hanya cukup untuk membiayai impor 
sekitar 6 bulan dan pada saat 1998 posisi devisa hanya cukup untuk 4 bulan.

Tetapi, beberapa pelaku pasar menyatakan walaupun beberapa indikator mempunyai 
kesamaan dengan krisis 1998 ada juga beberapa perbedaan yang mencolok.  Hal 
yang paling mencolok adalah perbankan Indonesia saat ini sangat solid, tidak 
rapuh seperti tahun 1998.

Disamping itu, kalangan swasta pada saat itu tidak melakukan 'hedging' karena 
cantolan rupiah terhadap dolar seperti dulu.  Sekarang ini para FDI (Foreign 
Direct Investment) jauh lebih besar dibandingkan tahun 1998 dimana investasi 
luar hanya membeli saham dan obligasi.

Target FDI sampai akhir tahun menurut BKPM sebesar Rp. 390 trillion dan sampai 
saat quarter kedua (Januari - Juni) realisasinya mencapai lebih dari Rp.192 
trillion, untuk quarter ketiga sudah tercapai target Rp.100 trillion dengan 
proyek baru dari Shell, Suzuki, POSCO (Korea), dll.

Diharapkan target ambisius pemerintah dapat tercapai di akhir tahun.

Kalo menurut Jusuf Kalla, Sofyan Wanandi, keadaan ekonomi seperti ini tidak 
perlu dikhawatirkan karena jika rupiah merosot maka bidang eksport Indonesia 
harganya akan kompetetitif, turisme Indonesia juga akan bagus.  "Bandung akan 
makin ramai", kata JK.

Masalahnya, menurut JK, devisa impor tidak masuk ke Indonesia karena tidak 
tercatat.  Kalo sektor manufacturing sih mungkin masih oke, karena pengusaha 
bisa pinjam uang diluar yang bunganya rendah karena dengan jaminan uangnya 
disana.

Tapi, ekspor bumi seperti batu bara, yang uangnya tidak pernah tercatat oleh 
pemerintah.  Ekspor batu bara yang dicatat hanya tonase nya saja, sedangkan 
uangnya tidak tercatat.

Mengenai penurunan indeks di pasar saham dan pasar uang, menurut JK, itu tidak 
perlu dikhawatirkan karena pasar saham dan pasar uang itu tidak 'real', hanya 
spekulan saja isinya.  Kalo pasar Tanah Abang, pasar Klewer yang mengalami 
penurunan, barulah perlu dikhawatirkan karena pasar2 itu adalah denyut nadi 
ekonomi kita.

NB:
Klo punya tabungan dolar seperti habe, arra, atau teddy, boleh juga tuh invest 
beli rumah di Bali, mumpung rupiah di Rp. 11 ribu.  Tahan aja sebentar sampai 
rupiah udah balik ke Rp. 9 ribu lalu dijual lagi.  Udah jelas properti di Bali 
nggak akan turun, so keuntungannya dua kali, dari beda kurs dan kenaikan harga 
properti.


http://www.metrotvnews.com/videoprogram/detail/2013/08/26/18881/117/Ke-Mana-Arah-Ekonomi-Indonesia?/Economic_Challenges








------------------------------------

Post message: prole...@egroups.com
Subscribe   :  proletar-subscr...@egroups.com
Unsubscribe :  proletar-unsubscr...@egroups.com
List owner  :  proletar-ow...@egroups.com
Homepage    :  http://proletar.8m.com/Yahoo! Groups Links

<*> To visit your group on the web, go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/

<*> Your email settings:
    Individual Email | Traditional

<*> To change settings online go to:
    http://groups.yahoo.com/group/proletar/join
    (Yahoo! ID required)

<*> To change settings via email:
    proletar-dig...@yahoogroups.com 
    proletar-fullfeatu...@yahoogroups.com

<*> To unsubscribe from this group, send an email to:
    proletar-unsubscr...@yahoogroups.com

<*> Your use of Yahoo! Groups is subject to:
    http://docs.yahoo.com/info/terms/

Kirim email ke