Zalmay Khalilzad, punya darah Arab, adalah duta besar Amerika Serikat di Baghdad yang fasih berbahasa Arab sejak beberapa waktu yang lalu. Noam Chomsky, siapa yang tidak kenal dengannya sebagai aktivis antiperang sejak 1060-an. Linguis ternama yang kemudian menjadi salah seorang pakar teori politik yang sangat berpengaruh pada abad ke-20.
Entah berapa buku yang telah dihasilkannya. Analisisnya tajam untuk melawan setiap kemapanan, jika kemapanan itu bikin kacau dunia dan lalu lintas peradaban. Profesor emeritus MIT yang berusia 77 tahun ini masih tetap garang, terakhir membidik kebijakan Presiden Bush yang imperialistik. Salah satu karyanya berjudul Hegemony or Survival: America's Quest for Global Dominance. Crows Nest NSW, Australia: Allen & Unwin, 2003. Jika dia mengkritik Amerika, yang ditujunya bukanlah kaum elite dan publik, tetapi Amerika sebagai state power (kekuasaan negara) (lih hlm 4). Pada era Bush state power ini didominasi oleh kekuatan neokonservatif yang menjadikan Bush sebagai simbol utamanya. Di bawah Bush, Amerika dikucilkan, ditakuti, dan dibenci dunia. Ada dua sumber utama yang saya gunakan untuk keperluan Resonansi kali ini. Satu, artikel Khalilzad dengan judul "Fitting the Pieces Together" dalam The Wall Street Journal, edisi Asia, 10 Jan. 2006, hlm 13. Kedua, wawancara wartawan Michael Hastings dari Newsweek dengan judul "A Tale of Two Quagmires" (edisi 9 Jan 2006, hlm 52), dengan Noam Chomsky. Tampak sekali perbedaan pandangan yang tajam antara kedua orang Amerika ini dalam membaca kebijakan Amerika di bawah Bush, khususnya terhadap Irak. Sebagai seorang analis politik yang sudah kenyang melawan segala kebobrokan dan ketidakadilan di muka bumi, semangat Chomsky yang sudah renta itu tidak menyusut. Sebaliknya Khalilzad, sekalipun punya simpati terhadap persoalan Arab yang tak kunjung usai, dia adalah seorang pejabat Amerika yang mewakili Gedung Putih yang sekarang sedang memayungi manuver global kaum neokonservatif yang primitif untuk menguasai dunia, sekalipun pasti gagal. Menurut Chomsky, motif Bush menjarah Irak sangat jelas, yaitu untuk menguasai sumber minyak negara itu. Klaim untuk membebaskan Irak dari tirani Saddam hanyalah dalih untuk menutup keserakahan terhadap minyak. Berikut ini sindiran tajam yang digunakan Chomsky: orang disuruh percaya bahwa Amerika telah membebaskan Irak, bahkan sekiranya produk pokoknya " adalah letis (tumbuhan yang daunnya dipakai untuk salada) dan acar dan sumber enerji utama dunia terletak di Afrika Tengah ". Jadi, sekiranya Irak tidak punya sumber energi strategis, Amerika pasti tidak akan memandang sebelah mata pada Irak. Lalu ketika ditanya tentang Bush, Chomsky mengatakan bahwa Bush hanyalah simbol, tetapi orang-orang yang ada di sekitarnya adalah "the most dangerous administration in American history". Lain halnya dengan Khalilzad. Dubes ini sama sekali tidak mengusik hak moral Amerika untuk menyerbu Irak. Dia hanyalah menggambarkan kemajuan demi kemajuan yang telah dicapai setelah Saddam tumbang. Dilihatnya suatu proses demokrasi yang mempersatukan dan abadi, sebagai langkah pertama sedang dimulai di Irak. Semua komunitas, katanya, telah setuju bahwa pemerintahan yang dibentuk haruslah mencerminkan persatuan nasional. Syi'ah, Kurdi, dan Suni Arab mestilah terwakili dalam pemerintahan persatuan itu. Langkah kedua, memantapkan keamanan, sebab empat dari 18 provinsi di Irak masih rawan dan rentan dari serangan pemberontak. Maka, langkah yang ditempuh adalah bagaimana mengamankan empat provinsi yang masih melawan itu melalui cara-cara politik dan operasi militer. Langkah ketiga adalah membangun ekonomi dan infrastruktur. Setelah mengalami kemunduran di sana-sini, kata Khalilzad, kini tengah berlangsung upaya-upaya rekonstruksi, dan ekonomi mulai tumbuh. Menurut dubes ini, sekarang tujuh dari 10 rakyat mengatakan bahwa kehidupan mereka semakin membaik dan lebih dua pertiga penduduk Irak berharap bahwa segala sesuatu akan semakin membaik pada tahun-tahun yang akan datang. Amerika Serikat akan melanjutkan dukungannya untuk pembangunan kembali Irak dan akan mendorong ‘negara-negara tetangga’ untuk terus ‘membantu’ Irak secara ekonomi dengan cara ‘memaafkan utangnya dan menanam investasi’ dalam rangka memulihkan kondisi negara itu. Apa yang dikemukakan Khalilzad terdengar ‘sedap-sedap’ saja. Amerika seenaknya meminta negara-negara Arab lain memaafkan pinjamannya kepada Irak dan mau berinvestasi di sana ‘setelah negeri itu diluluhlantakkan oleh pasukan gabungan pimpinan Amerika’. Inilah format ‘cara berpikir’ negara adikuasa yang ‘amoral’. *** Pada 1975 Todd memprediksi akan terjadinya kemerosotan dan kejatuhan Uni Soviet berdasarkan hasil penelitiannya dari sudut pandang antropologi kultural, demografi, dan ekonomi. Sarjana Barat lain yang mengaku ahli Soviet pada waktu itu melecehkan prediksi "gila" ini, sebab mereka tetap berpegang pada pendapat bahwa Uni Soviet tetap sebagai ancaman terhadap sistem kapitalisme. Tetapi, tampilnya Mikhael S. Gorbachev dengan glasnost (keterbukaan) dan perestroika (penataan kembali) yang kemudian membawa kehancuran Uni Soviet, baru mereka terperangah. Ternyata Todd, penulis asal Prancis ini, benar. Gorbachev sebenarnya hanya mempercepat keruntuhan saja, sebab proses pembusukan dari dalam imperium Uni Soviet itu telah lama berlangsung. Seorang penulis bahkan pernah mengatakan bahwa komunisme adalah bangkai anjing, sementara sarjana Barat masih saja menganggapnya sebagai seekor singa yang hidup. Dalam perspektif ini dapatlah dipahami mengapa hasil penelitian Todd waktu itu dicibirkan. Itu tentang Uni Soviet. Pada awal abad ke-21 ini, Todd bergerak semakin "gila" lagi. Inilah karyanya dengan judul After the Empire: the Breakdown of the American Order, terjemahan C. Jon Delogu dari bahasa Prancis, terbit pertama kali pada 2002. Yang ada pada saya adalah terjemahan Delogu ini, New York: Columbia University Press, 2004, tebal 211 halaman plus catatan dan indeks. Dari judulnya saja orang sudah bisa menyimpulkan yang ditembak Todd adalah imperium Amerika Serikat yang sedang bermasalah, tetapi kaum neo-konservatif dengan Presiden Bush sebagai idolanya tidak mau tahu dan sama sekali tidak peka tentang nasib buruk yang sedang menghadang bangsanya yang pongah itu. Agar lebih runtut untuk diikuti rakyat Indonesia pada umumnya, saya terjemahkan dulu judul karya Todd ini, yaitu "Pasca Imperium: Kejatuhan Tatanan Amerika". Tetapi perkataan breakdown dapat bermakna lebih serius lagi: kegagalan, lenyapnya, keberantakan, dan yang mirip dengan itu. Todd sendiri tidaklah anti Amerika. Analisisnya datar, objektif, berdasarkan data yang dikumpulkannya. Pada catatan akhir sepanjang sembilan halaman, tidak kurang dari 91 sumber dan komentar yang disertakan, baik dari Todd maupun dari Delogu. Bagi saya karya ini sangat mengesankan. Bukan karena saya sering mengkritik Amerika sebagai kekuatan imperialis kesiangan, tetapi lebih dari itu. Dengan membaca karya ini kita dan mereka yang punya hati nurani akan tersentak untuk berteriak lantang bahwa nafsu hegemonik yang dipertontonkan Bush sekarang ini akan layu, karena tidak ada alasan rasional apa pun yang dapat dipertahankan. Todd berkali-kali menyebut invasi Amerika terhadap Irak sebagai sebuah kesalahan fatal. Tuduhan bahwa Irak menyimpan senjata pembunuh massal adalah isapan jempol belaka, semata-mata sebagai dalih untuk membenarkan serangan terhadap sebuah bangsa yang tak berdaya. Bahwa, Saddam juga seorang enigmatik dan gila kuasa, tak ada di antara kita yang dapat menyangkalnya, kecuali mereka yang buta politik dan tumpul nuraninya. Masalahnya bukan di situ, tetapi apa hak Amerika menyerang sebuah negara kecil yang berdaulat dengan tuduhan yang dibuat-buat ?. Ironisnya adalah beberapa negara Barat lainnya, khususnya Inggris, juga turut dalam petualangan akrobatik ini. Lebih ironis lagi Arab Saudi malah turut bergembira menyambut invasi brutal ini. Di mana logika, di mana akal sehat ?. Saya semakin tidak paham saja membaca kelakuan politik beberapa negara Arab ini. Apa yang mereka cari sebenarnya ?. Sebab itu, saya sarankan agar mereka tidak latah menggunakan Islam untuk turut serta memerangi saudaranya sendiri dengan bantuan asing lagi. Jika Saddam jahat, dan memang jahat, tetapi siapa di antara penguasa Arab sekarang yang dapat dicontoh ?. Hampir semua telah menjadi budak Amerika. Kata Todd, yang diincar Amerika adalah penguasaan terhadap sumber-sumber minyaknya, tetapi percayalah bahwa itu tidak akan berhasil. Dunia ini tidak buta huruf lagi. Dengan munculnya Uni Eropa, Jepang, dan Rusia sebagai kekuatan pengimbang yang semakin perkasa, Amerika tidak mungkin lagi mampu mengangkangi planet bumi ini semau gue. Akhirnya kepada teman-teman yang sok anti Amerika dengan memakai retorika murahan, mohon mau belajar pada Todd, atau setidak-tidaknya pada saya. Agar kita menghadapi imperialisme kesiangan ini secara beradab dan bermartabat. Jangan tiru pola Amerika yang menyerang bangsa lain secara primitif seperti primitifnya pelaku bom bunuh diri sambil menghabisi nyawa orang lain yang tidak bersalah. Kebiadaban hanya bisa dilumpuhkan oleh kekuatan peradaban dalam jangka panjang. Artikel ini tulisan dari Ahmad Syafii Maarif, yang berjudul dan dimuat di : Khalilzad dan Chomsky, Republika, Republika, 24/01/2006. Emmanuel Todd Tentang Imperium Amerika, Republika, 17/01/2006. *** __________________________________________________ Apakah Anda Yahoo!? Lelah menerima spam? Surat Yahoo! memiliki perlindungan terbaik terhadap spam http://id.mail.yahoo.com [Non-text portions of this message have been removed] Post message: [EMAIL PROTECTED] Subscribe : [EMAIL PROTECTED] Unsubscribe : [EMAIL PROTECTED] List owner : [EMAIL PROTECTED] Homepage : http://proletar.8m.com/ Yahoo! Groups Links <*> To visit your group on the web, go to: http://groups.yahoo.com/group/proletar/ <*> To unsubscribe from this group, send an email to: [EMAIL PROTECTED] <*> Your use of Yahoo! Groups is subject to: http://docs.yahoo.com/info/terms/